jpnn.com - JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Asep Warlan Yusuf menilai, pemerintah tidak perlu melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta.
“Kalau tidak ada pengaruhnya ke pemerintahan, enggak perlu revisi. Karena tidak terkait dengan pemerintahan. Misalnya gelar khalifatullah itu ada atau tidak hubungannya dengan pemerintahan atau kewenangan-kewenangan gubernur. Kalau tidak berkaitan dengan tugas dan tanggungjawab gubernur tidak usah dipermasalahkan,” ujar Asep, Senin (11/5).
BACA JUGA: Mabes Polri Tangkap Tugboat yang Berlayar Tanpa SPB
Menurut Asep, sabda raja Kesultanan Yogyakarta hanya mewujudkan perubahan kultural. Sebagaimana diketahui, sabda raja mengubah gelar Sultan Hamengku Buwono X menjadi Sultan Hamengku Bawono X. Selain itu, GKR Pembayun menjadi GKR Mangkubumi
“Ini kan tidak berimplikasi dengan fungsi dan tanggungjawab gubernur. Jadi bagaimana mengujinya (secara undang-undang,red). Posisi sultan adalah yang paling unik dalam ketatanegaraan kita. Hanya satu-satunya. Jadi tidak bisa diselesaikan dengan UU. Karena unik dan khas maka perlakuannya juga harus begitu,” tambah Asep.
BACA JUGA: Gelar Razia Kriminal yang Diamankan 23 Jerigen Minyak Tanah Ilegal
Sebelumnya berkembang opini, penggantian gelar putri sulung Sultan Hamengku Bawono X kemungkinan untuk melanjutkan takhta kesultanan. Asep menilai, secara kultur di lingkungan Kesultanan Yogyakarta, selama ini Sultan diangkat dari sosok pria.
“Tapi kalau secara kultur diterima, tidak masalah juga. Karena memang kulturnya begitu. Intinya dari segi pemerintahan, tidak masalah (perempuan menjadi gubernur). Karena kan tidak mengenal gender. Beberapa daerah ada kok gubernur perempuan. Tidak ada basis gender suku agama,” tegas Asep. (gir/jpnn)
BACA JUGA: Bawa Duit Banyak, Mahasiswi Ini Dijambret saat Berangkat ke Kampus
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Ingin Rumahnya Digusur, Ribuan Warga Baloi Kolam Bersiaga
Redaktur : Tim Redaksi