Saham PGN Anjlok, Bisa Merugikan BPJS Ketenagakerjaan

Senin, 17 Februari 2020 – 20:14 WIB
Ilustrasi PGN. Foto: Ist PGN for JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Harga saham PT PGN Tbk sempat terkoreksi akibat adanya wacana penurunan harga gas industri beberapa waktu lalu.

Kondisi tersebut jika terus berlanjut akan mengurangi kepercayaan investor.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Publik Tak Puas Kinerja Wapres, Ribuan PPPK Kecewa pada Jokowi

"Ini bisa berdampak kepada harga saham PGN, di mana BPJS Ketenagakerjaan memiliki porsi tertentu di saham PGN tersebut," kata anggota Ombudsman Ahmad Alamsyah Saragih di Jakarta, Senin (17/2).

Dia mengatakan, penurunan harga saham akibat ketidakpastian ini bisa merugikan investasi saham BPJS Ketenagakerjaan selama ini di PGN.

BACA JUGA: Wali Kota Cantik Kaget Ada Alat Kontrasepsi Berceceran Milik Sepasang Remaja

Di satu sisi, dia menambahkan, pemerintah bisa mengambil sejumlah langkah strategis untuk menurunkan harga jual gas untuk kalangan industri.

Namun, tegasnya, yang perlu diperhatikan oleh pemerintah sebelumnya menurunkan harga jual gas industri adalah perlu penyesuaian harga gas bumi  yang bisa dilakukan dengan menyesuaikan harga yang dibeli dari kontraktor.

BACA JUGA: Profesor di Universitas Airlangga Temukan Vaksin Virus Corona

Alamsyah menjelaskan, ketika harga gas di hulu juga disesuaikan oleh kontraktor kontrak kerja sama (K3S), PT PGN Tbk wajib menyesuaikan harga gas bumi yang dijual kepada pengguna gas bumi.

"Di satu sisi, untuk menekan harga jual gas industri, pemerintah sebelumnya telah mengeluarkan Perpres No 40/2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi," ujar Alamsyah.

Menurut dia, perpres tersebut salah satunya mengatur apabila harga gas bumi tidak bisa memenuhi keekonomian industri pengguna gas bumi dan harga gas bumi lebih tinggi dari USD 6 per MMBTU, maka menteri ESDM dapat menetapkan harga gas bumi tertentu bagi tujuh sektor industri, meliputi pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.

Di lain pihak, imbuh Alamsyah, pengurangan pendapatan negara terkait kebijakan penurunan atau penyesuaian harga gas bumi ini tidak berasal dari PGN.

Alasannya, pasal 6 Perpres 40/2016 telah mengatur bahwa kepala SKK Migas melakukan perhitungan penerimaan negara atas penetapan harga gas bumi tertentu dengan berkoordinasi dengan menteri ESDM dan menteri Keuangan dengan tidak memengaruhi besaran penerimaan yang menjadi bagian kontraktor.

"Artinya, apabila pemerintah akan melakukan penyesuaian harga gas bumi tertentu sesuai amanat Perpres No 40/2016, pemerintah harus menghitung kembali dengan mengurangi atau menyesuaikan porsi penerimaan negara pada sektor hulu (pembelian gas Bumi ke kontraktor),"  tambah Alamsyah.

Setelah adanya penyesuaian harga gas bumi tertentu dengan menyesuaikan porsi penerimaan negara tanpa mengurangi bagian penerimaan kontraktor, terang Alamsyah, barulah PGN menyesuaikan harga jual ke tingkat pengguna gas bumi.

Alamsyah menerangkan, apabila amanat Perpres No 40/2016 akan dijalankan secara penuh, maka PGN tidak serta merta menjadi satu-satunya badan usaha gas yang menyalurkan gas bumi bagi pengguna atau industri.

"Namun, mengingat pula banyaknya badan usaha gas bumi di Indonesia, PGN belum dapat dikatakan menjadi agregator gas nasional," katanya.

Terkait fungsi pengawasan dan transparansi soal harga gas yang ditetapkan melalui keputusan pemerintah, Alamsyah berkata bahwa sebenarnya hal tersebut sudah diatur dalam Permen ESDM No 14/2019 Jo. Permen ESDM No 58/2017 tentang Harga Jual Gas Bumi Melalui Pipa Pada Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi.

Terpisah, mantan Kepala BPH Migas Andy Noorsaman Sommeng mengatakan kekisruhan harga gas industri secara khusus maupun sektor migas lainnya secara umum, lebih disebabkan karena selama ini UU Migas No 22/2001 belum di revisi.

"Banyak pasal yang sdh dihapus dan dibatalkan. Bisnis proses sektor migas saat ini jadi tidak karuan, kalau semua UU harus mengacu kepada konstitusi, dalam hal ini UUD 45," kata Andy. (flo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler