jpnn.com, JAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat kembali melanjutkan persidangan dengan terdakwa Harvey Moeis pada Kamis 12 September 2024.
Sejumlah saksi kembali dihadirkan dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengelolaan timah di Bangka Belitung.
BACA JUGA: Usut Kasus Korupsi, KPK Dalami soal Kerja Sama PT PGN dengan PT Inti Alasindo Energy
Mereka di antaranya adalah warga Keposang Toboali, Kabupaten Bangka Selatan, Suyatno alias Asui yang bekerja sebagai pengepul pasir timah hasil pertambangan rakyat. Asui memberi kesaksian bersama stafnya bernama Husni.
Kemudian dihadirkan pula sebagai saksi, yakni Direktur CV Candra Jaya bernama Yusuf dan Direktur CV Semar Jaya Perkasa, Marzoshin.
BACA JUGA: Kunjungi UMKM Olahan Mangga, Eman Suherman: Potensi Lejitkan Ekonomi Majalengka
Momen memberikan kesaksian di hadapan hakim dalam persidengan tersebut dijadikan ajang curhat oleh para saksi tentang kondisi tentang bagaimana kondisi saat ini telah menghantam mata pencaharian mereka dan ekonomi Bangka Belitung secara keseluruhan.
Salah satu saksi, Husni menceritakan penambangan timah telah jadi sumber pendapatan dan penghidupan bagi warga lokal.
BACA JUGA: Helena Lim Didakwa Membantu Harvey Moeis Tampung Uang Korupsi Timah Ratusan Miliar
Bahkan, lantaran tidak terserap oleh PT Timah waktu itu, para penambang rakyat itu sampai harus menjual pasir timah mereka di pinggir jalan secara eceran.
"Hampir semua orang di sana jualan pasir timah di pinggir jalan dengan harga 120-130rb/kg seperti menjual bensin eceran," kata Husni dalam kesaksian, Kamis (12/9).
Fenomena ini yang kemudian ditangkap manajemen PT Timah dengan membentuk pola kemitraan dengan penambang rakyat dan pemilik lahan yang lokasinya berada di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Timah dengan membentuk badan hukum berstatus CV.
Sementara itu, Suyatno alias Asui menjelaskan dalam proses pembelian pasir timah dari penambang rakyat, dirinya bertindak sebagai pengepul.
"Sebagai pengepul hanya menerima hasil tambang timah dari masyarakat yang menambang dalam bentuk masih basah sehingga proses pengeringan (goreng) tetap harus dilakukan yang membutuhkan biaya," jelasnya.
Dia juga mengaku banyak masyarakat menggantungkan ekonominya pada pertambangan timah tersebut.
"Sekarang imbas hal ini, ekonomi di Bangka Belitung hancur, harga timah juga hancur. Kondisi Bangka pada saat ini 2024, kondisinya banyak yang tidak punya pekerjaan, kemudian kondisi pasar yang sangat sepi," sambung dia.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur CV Candra Jaya bernama Yusuf mengaku telah menjadi mitra penambangan PT Timah sejak 1996-2002 dan 2007-2008.
Lebih jauh Yusuf menceritakan bahwa praktik pertambangan oleh pihak selain PT Timah sudah berlangsung lama semenjak dirinya masih kecil, dimana Yusuf lahir tahun 1960.
Bahkan ayah dan kakeknya juga bercerita bahwa pertambangan bijih timah sudah berlangsung pada masa mereka.
Dalam menjalankan operasinya, selain tanah yang dimiliki, dia juga membebaskan tanah tumbuh yang berada di wilayah IUP PT timah dengan modal dari koceknya sendiri.
"?PT Timah mewajibkan untuk membebaskan tanah tumbuh tempat dimana CV Candra Jaya menambang, dan biaya ditanggung oleh saksi sendiri," ujar dia.
Sementara itu, Direktur CV Semar Jaya Perkasa bernama Marzoshin menjelaskan dari kerja sama jasa tersebut, mitra PT Timah berbentuk CV seperti dirinya mendapat imbal jasa yang dihitung dari tonase bijih timah yang dihasilkan dan dikenakan pajak atas imbal jasa tersebut.
"Pembayaran ke CV oleh PT TImah dihitung berdasarkan biaya pengangkutan dan biaya pembelian timah ke penambang atau pengepul yang dilakukan oleh CV," ujar dia.
Dalam kesempatan itu Marzoshin juga menegaskan bahwa CV Semar Jaya Perkasa sama sekali tidak ada hubungan afiliasi dengan PT RBT.
"Seluruh modal yang dibutuhkan untuk menjalankan kegiatan jasa borongan pengangkutan SHP berasal dari modal pribadi," ujar dia. (mcr8/cuy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Terungkap, Harvey Moeis Alirkan Uang Korupsi Timah Rp 3,15 Miliar ke Sandra Dewi
Redaktur : Elfany Kurniawan
Reporter : Kenny Kurnia Putra