Saksi Dari Jaksa Untungkan Mantan Dirut Merpati

Kamis, 09 Agustus 2012 – 18:31 WIB
Terdakwa perkara korupsi penyewaan pesawat Merpati Nusantara Airlines (MNA), Hotasi Nababan pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (9/8). Foto : Arundono W/JPNN

JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksan Agung menghadirkan dua orang saksi pada persidangan atas mantan Direktur Utama Merpati Nusantara Airlines (MNA) Hotasi Nababan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (9/8). Dalam persidangan perkara dugaan korupsi penyewan dua pesawat untuk Merpati tahun 2006 itu, keterangan saksi justru menguntungkan posisi Hotasi.

Saksi pertama yang dihadirkan adalah mantan General Manager Corporate Finance PT MNA, Suparmo. Di hadapan majelis hakim yang diketuai Pangeran Napitupulu,  Suparmo mengatakan bahwa pengadaan dua unit pesawat jenis Boeing 737-400 dan  737-500 pada 2006 itu tidak diputuskan sendirian oleh Hotasi. Menurut Soeparmo, seluruh direksi pada saat itu bahkan setuju Merpati membayar USD 1 juta untuk menyewa dua unit pesawat dari Thirdtone Aircraft Leasing Group (TALG) Washington DC.

"Memang tidak melalui rapat, tapi dengan circular letter dan semua direksi setuju. Setelah beliau (Hotasi) dapat masukan direksi baru mengeluarkan istruksi akhir (pembayaran)," ucap Soemarmo.

Dipaparkannya pula, pembayaran USD 1 juta dilakukan karena MNA yang saat itu megalami krisis likuiditas, diragukan mampu menyediakan dana untuk menyewa dua pesawat. Untuk itu pihak TALG meminta pembayaran di depan sebagai security deposite dan menunjuk kantor pengacara Hume Associates sebagai penerima pembayaran uang sewa dari Merpati.

"Security deposite itu sifatnya pembayaran di muka. Saat itu Merpati kondite keuangannya jelek. Di mana-mana minta cash. Itu (pembayaran) untuk menghapus ketidakpercayaan leaser (TALG)," sambung Suparmo.

Lazimnya, kata Suparmo, jika pesawat tidak ada maka uang MNA juga dikembalikan. Namun karena TALG ingkar janji, maka MNA mengajukan gugatan. Suparmo mengakui ada wakil dari Jaksa Agung Muda Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejagung yang ikut membantu MNA mengajukan gugatan atas TALG ke  District Court of Columbia di Washington DC pada 8 Juli 2007.

"Ada putusan pengadilan Amerika bahwa TALG diwajibkan mengembalikan uang beserta bunganya. Saya dengar sudah ada cicilan," sambungnya.

Pada persidangan tersebut majelis bertanya tentang pengadaan jenis Boeing 737-400 dan  737-500 yang tidak ada dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA) MNA tahun 2006. Suparmo mengakui, pengadaan Boing 737-400 dan  737-500 itu memang tidak tercantum dalam RKA 2006.

Namun menurutnya, RKA perusahaan plat merah itu memungkinkan adanya perubahan armada didasarkan ada kondisi dan kebutuhan di pasar. "Bisa fleksibel," sambungnya.

Lebih lanjut Suparmo menuturkan, pertimbangan memilih Boeing 737-400 dan 737-500 karena dianggap lebih sesuai bagi Merpati dibanding Fokker yang telah lama digunakan. "Dalam proses itu dipertimbangkan pesawat yang muat lebih besar dan lebih baru," sebutnya.

Sedangkan saksi kedua adalahI Nyoman Rai, petugas bagian penilaian MNA. Nyoman mengaku pernah mendapat laporan tentang keberadaan dua pesawat yang akan disewa dari TALG.

Menurut Nyoman, dirinya pernah mendapat laporan tentang kondisi pesawat dari tim inspeksi Merpati. Inspeksi pesawat jenis Boeing 737-500 dilakukan di Guang Zhou, China pada 27 Mei 2006. Sedangkan satu unit jenis 737-400 dilakukan pada 3 Desember 2006 di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta.

"Saya mendapat laporan hasil inspeksi dua pesawat itu. Kemudian saya melakukan penilaian," ucapnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, JPU Kejagung mendakwa Hotasi telah korupsi USD 1 juta terkait penyewaan dua unit pesawat dari TALG pada 2006. Alasannya, karena Merpati telah mengeluarkan dana USD 1 juta namun pesawat yang akan disewa dari TALG masih dimiliki dan dikuasai oleh pihak lain, yaitu East Dover Ltd.

Menurut JPU, menganggap perbuatan terdakwa Hotasi selaku Dirut MNA membayarkan security deposite secara cash USD 1 juta telah memperkaya  TALG dan mengakibatkan kerugian negara USD 1 juta. Karenanya Hotasi dalam dakwaan primair dijerat dengan pasal 2 ayat (1)  juncto pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Korupsi Proyek Alkes untuk Beli Rumah di Menteng


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler