jpnn.com - JAKARTA - Saksi pasangan calon presiden (Capres) Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, menduga suara yang mereka peroleh di sejumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Provinsi Bali, 9 Juli lalu, dijadikan tidak sah. Sehingga perolehan suara Prabowo-Hatta menjadi nol.
Sejumlah kecurangan lain juga diduga terjadi. Antara lain pengerahan Pegawai Negeri Sipil (PNS), petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) mencoblos lebih dari satu kali, dan intimidasi terhadap saksi pasangan calon dan pemilih.
BACA JUGA: Tim Prabowo Serahkan Foto Pertemuan Allan Nairn-Boni Hargens
Catatan dugaan pelanggaran tersebut disampaikan saksi pasangan capres nomor urut 2 sebagaimana tertuang pada formulir DC2 yang kemudian dibacakan KPU Bali dalam rapat pleno terbuka rekapitulasi Pilpres 2014 di Gedung KPU, Jakarta, Senin (21/7).
Namun menanggapi catatan keberatan tersebut, anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Nelson Simanjuntak, mengatakan pihaknya tidak pernah menerima pengaduan terkait sejumlah keberatan yang disampaikan.
BACA JUGA: Sembilan Sampel Antemortem Korban MH17 Diambil
"Kami tidak pernah menerima pengaduan seperti apa yang disampaikan dalam formulir model DC2," ujarnya.
Bahkan untuk memerkuat keterangan Nelson, perwakilan Bawaslu Bali yang hadir dalam rapat pleno, menjelaskan kalau catatan keberatan yang disampaikan dalam DC2 sudah ditindaklanjuti. Hasilnya, tidak ada yang terbukti.
BACA JUGA: Hasil DNA Korban MH17 Belum Selesai
Selain itu, Bawaslu Provinsi Bali selama masa kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, juga tidak pernah menerima laporan adanya pelanggaran seperti yang disampaikan saksi pasangan calon nomor urut 1 saat rekapitulasi di tingkat provinsi.
Komisioner Bawaslu Nasrullah, mengatakan catatan keberatan dari pasangan calon nomor urut 1 baru muncul saat rekapitulasi di tingkat provinsi.
Menurutnya proses rekapitulasi tidak boleh tersandera oleh berbagai catatan keberatan tersebut. Sebab prinsip rekapitulasi tidak hanya membahas angka-angka, tapi juga hal-hal yang bersifat substansial.
"Ketika catatan keberatan itu baru muncul di tingkat provinsi, sangat jauh prosesnya. Padahal sejak awal kita sudah sampaikan bahwa penyelesaian setiap kasus harus diupayakan selesai di tingkatannya," ujarnya.
Sementara itu, Husni menegaskan berbagai persoalan yang disampaikan di tingkat provinsi sudah dijelaskan oleh KPU Provinsi dan Bawaslu Provinsi.
(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Setahun, Gaji Anas di DPR Lebih Rp 450 Juta
Redaktur : Tim Redaksi