jpnn.com - HARI ini merupakan hari paling bersejarah bagi Angkatan Laut Indonesia. 5 April 1946. Persis 70 tahun lalu, Angkatan Laut Indonesia mengalahkan Angkatan Laut Belanda dalam sebuah pertempuran laut di Selat Bali.
Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network
BACA JUGA: Adrian B. Lapianââ¬Â¦Ini Dia Maestro Sejarawan Maritim Indonesia
Kisah tentang pertempuran tersebut, pernah kami sajikan tempo hari. Baca: Cerita Pertempuran Laut Pertama yang Dilakoni Angkatan Perang Indonesia.
Pertanyaannya, siapa yang dihadapi pemuda dan pelaut Indonesia hari itu?
BACA JUGA: Kapalnya Diamuk Badai, Nakhoda Legendaris ini Dengar Adzan, Masuk Islam Deh...
Pasukan Sekutu
Bali, 2 Maret 1946. Kapal Alligator milik Sekutu mendarat di Pantai Sanur. Alligator termasuk kapal tercanggih di zamannya. Bobotnya 50 ton. Terbuat dari baja.
BACA JUGA: Ketika Teknologi Nenek Moyang Indonesia Diuji di Laut
Meski ukurannya sangat besar, kapal buatan Amerika ini mampu merapat sampai ke pantai. Alligator memang dirancang untuk pendaratan di medan tempur.
Berdasarkan arsip video milik Belanda yang tempo hari saya tonton saat meneliti peristiwa ini, sebelum merapat ke pantai, Alligator terlebih dahulu lempar jangkar di tengah.
Dari perutnya, keluar sejumlah kapal Landing Craft Mechanized (LCM) yang beriring-iringan merapat ke pantai.
Setelah itu, Alligator laju ke tepian. Sesampai di bibir pantai, sebuah pintu besar terbuka.
Dari pintu itu, keluar truk, pesawat dan aneka jenis perkakas perang lainnya.
Masih merujuk video tersebut, kedatangan pasukan Sekutu ini disambut hangat raja-raja Bali dan tentara Jepang.
Hadir pula Le Mayeur, pelukis kenamaan yang sudah tinggal di Sanur sebelum perang dunia kedua bersama istrinya, Ni Polok.
Sebagai ucapan selamat datang, Ni Polok penari kondang kelahiran Kelandis, Badung memportontonkan kebolehannya menari diiringi irama gamelan yang atraktif. Sangat meriah.
Sejumlah tentara Inggris yang ikut serta mengantar ekspedisi itu sangat terkesan.
Penyambutan yang meriah tersebut menjadi wajar bila melongok arsip Algemeen Secretarie yang dilampirkan Jacob Zwaan dalam buku Nederlands-Indie 1940-1946—Geallieerd Intermezzo 15 Augustus 1945-30 November 1946.
Dalam arsip itu disebut raja-raja di Bali tidak menyokong kemerdekaan Indonesia.
Mulusnya pendaratan tersebut juga tak lepas dari perlindungan Jepang.
Sebelum pendaratan itu, angkatan perang Jepang yang sudah kalah perang, mengeluarkan pernyataan bahwa mereka menjamin pendaratan Sekutu di Bali tidak akan disambut berondongan peluru.
Gadjah Merah
Pasukan yang baru tiba ini adalah tentara Belanda eks Koninklije Nederlandsch Indische Leger (KNIL).
Secara harafiah KNIL berarti Tentara Kerajaan Hindia Belanda. Meski melayani pemerintahan Hindia Belanda, tidak semua anggotanya orang Belanda, banyak juga kaum Bumiputera dan orang-orang Indo-Belanda.
Pasukan ini, selama Perang Pasifik ditawan Jepang di camp Muang Thai, Thailand. Mereka menamakan diri Brigade Gajah Merah.
"Mulanya mereka hendak menyebut diri Pasukan Gajah Putih. Ini merujuk pada julukan negara Thailand. Hanya saja si empunya negara keberatan nama itu dipakai orang-orang NICA," tulis buku Pasukan M--Menang Tak Dibilang, Gugur Tak Dikenang.
Sebenarnya Gajah Merah berencana masuk Bali sudah sejak Nopember 1945. Karena satu dan lain hal, diundur jadi Januari 1946. Hanya saja baru terjadi pada 2 Maret 1946.
Sekadar catatan, pasukan yang ditawan Jepang di Muangthai ini, direhabilitasi akhir September 1945, setelah Perang Dunia 2 berakhir.
Mereka dikirim lagi ke Indonesia setelah melalui masa persiapan di Singapura. Jumlahnya sekitar 10 ribu orang.
Setelah diberi latihan kilat, dimasukkan lagi ke dalam formasi batalion-batalion. Oktober 1945, sekitar 700 orang didaratkan Sekutu di Jawa.
Pihak Indonesia langsung protes, sehingga pengiriman dihentikan. Awal 1946 diadakan lagi pengiriman dari Malaka. 8 Februari 1946, batalion ketiga didaratkan di Sumatera, tepatnya di Pulau Bangka.
Setelah itu berturut-turut pasukan berikutnya didaratkan. Brigade U, V, W didaratkan di Tanjung Priok, Jakarta.
Brigade U untuk wilayah Bekasi dan sekitarnya, Brigade V untuk wilayah Cimahi dan Bandung, Brigade W untuk daerah Pesing dan Tangerang.
Brigade X yang merupakan pasukan marinir didaratkan di Surabaya, kemudian menuju Gresik dan Sidoarjo. Brigade Y menuju Bali dan Lombok.
Nah, rombongan yang didaratkan di Sanur, Bali, 2 Maret 1946, adalah Brigade Y, dibawah komando Letkol Pieter Camp dan Letkol Ter Meulen.
Menduduki Bali
Usai hiruk pikuk pesta penyambutan, Pasukan Gajah Merah langsung bergerak menyebar menduduki wilayah-wilayah strategis di Bali.
Dari Sanur, mereka langsung ke Denpasar. Mengibarkan bendera Belanda dan bendera Inggris di puncak Hotel Bali, Denpasar.
3 Maret 1946, menduduki Gianyar. Lalu berturut-turut, Singaraja (5 Maret), Tabanan (7 Maret), Negara (13 Maret).
Gadjah Merah membagi Bali jadi tiga wilayah komando militer; Gianyar dibawah pimpinan Kapten Cassa. Klungkung, Karangasem, Bangli dipimpin Letnan Groet.
Tabanan, Negara, Singaraja dipimpin Kapten Ter Wilde. Markas komando berkedudukan di Denpasar.
Merebut Bali
Bali mutlak menjadi wilayah Belanda (Sekutu). Indonesia, yang kemerdekaannya baru saja diproklamasikan tujuh bulan sebelumnya tak terima.
Laksamana Atmadji, pucuk pimpinan Markas Tertinggi Tentara Rakyat Indonesia (TRI) Laut yang berkedudukan di Lawang, Malang menunjuk Kapten Markadi merebut Bali.
Sebelum mencapai Pulau Bali, pada 5 April 1946 pagi, pasukan yang dipimpin Markadi dihadang dua LCM Belanda yang sedang patroli.
Dalam duel jarak dekat, Pasukan M--demikian pasukan itu menamakan diri--yang berlayar menggunakan Perahu Madura, berhasil menenggelamkan LCM yang dilengkapi senjata mitraliur 12,7.
Bagaimana jalannya pertempuran sengit 70 tahun lalu itu, klik ini.
Kita tahu, Bali hari ini menjadi bagian wilayah Republik Indonesia. Dan pertempuran di Selat Bali itu, bukan saja pertempuran laut pertama yang dilakoni angkatan perang Indonesia. Tapi juga, satu-satunya pertempuran laut yang dimenangkan Indonesia. Setidaknya hingga hari ini.
Adakah kenduri untuk memperingati sejarah kemenangan itu? Entah... (wow/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bukan Kisah Jalur Sutra...
Redaktur : Tim Redaksi