jpnn.com, CIANJUR - Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan kembali melanjutkan blusukannya ke kampus untuk menyerap pendapat dan pandangan kalangan akademisi terkait wacana amendemen UUD NRI 1945, khususnya mengenai wacana menghidupkan kembali Garis-Garis Haluan Negara (GBHN)
Kali ini, upaya menggali pandangan akademisi tersebut dilakukan melalui Focus Group Discussion (FGD) di Kampus Universitas Suryakancana, di Cianjur, Jawa Barat, Rabu (26/8). Pendapat dan pandangan akademisi ini akan menjadi masukan, pertimbangan dan kajian bagi MPR terkait dengan haluan negara.
BACA JUGA: Bamsoet: China Maju Karena Menerapkan Model GBHN di Indonesia
"Pandangan dan pendapat kalangan akademisi ini merupakan kontribusi bagi perkembangan demokrasi, pembangunan dan kesejahteraan," kata Syarief Hasan saat membuka FGD bertajuk "Wacana Amendemen UUD NRI Tahun 1945 Khususnya Terkait Dihidupkannya Kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara" itu .
FGD kerja sama MPR dan Universitas Suryakancana ini dihadiri Rektor Prof Dr Dwidja Priyanto, Staf Ahli Wakil Ketua MPR Jafar Hafsah, Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Suryakancana Dr. Dedi Mulyadi, serta akademisi Universitas Suryakancana.
BACA JUGA: Fadel Muhammad sampaikan Tentang Wacana Amendemen UUD
Syarief menerangkan bahwa MPR periode 2019 - 2024 diberi amanah oleh MPR periode lalu untuk melanjutkan kajian terhadap amendemen UUD NRI 1945 terkait GBHN.
"Untuk melakukan amandemen UUD perlu pendalaman yang komprehensif dengan melibatkan stakeholder dan masyarakat Indonesia," kata legislator Partai Demokrat ini.
BACA JUGA: Sebelum Amendemen UUD, MPR Gencar Gelar Silaturahmi Kebangsaan
Pandangan dari akademisi ini menurutnya penting karena memiliki independensi dalam memberikan pendapat dan pemikirannya demi kepentingan bangsa dan negara.
"Itulah sebabnya saya selalu berkomunikasi dengan perguruan tinggi," ucap politikus kelahiran Palopo, Sulawesi Selatan ini.
Dalam FGD itu, Syarief menjelaskan pandangan-pandangan tentang amendemen UUD 1945 terkait dengan GBHN. Ada yang mengatakan amandemen empat tahap sebelumnya belum sempurna sehingga perlu dilakukan perubahan untuk yang kelima khususnya terkait dengan GBHN.
Syarief menyebutkan, strategi pembangunan nasional melalui UU No 25 Tahun 2004 dan UU No 17 Tahun 2007 belum mewakili kepentingan nasional.
Salah satunya karena tidak adanya sinergi dan kesinambungan pembangunan sampai tingkat provinsi dan kabupaten, karena pembangunan di daerah berdasarkan visi misi kepala daerah terpilih.
"Jika GBHN masuk dalam konstitusi maka akan menjadi haluan pembangunan siapa pun pemimpin atau kepala daerah," jelas mantan Menteri Koperasi dan UKM ini.
Dia pun menyebutkan potensi munculnya beragam masalah bila dilakukan amendemen UUD 1945. Misalnya, kemungkinan masuknya kepentingan-kepentingan lain di luar amendemen khusus haluan negara.
Persoalan lainnya, siapa yang menyusun GBHN. "Ada pandangan bila MPR yang menyusun GBHN maka MPR kembali menjadi lembaga tertinggi negara. Karena itu Presiden sebagai pelaksana GBHN maka akan mempertanggungjawabkan kepada MPR. Ini juga menjadi persoalan," lanjut Syarief.
Untuk itu, petinggi Partai Demokrat ini merasa perlu meminta pendapat dan pandangan para akademisi Universitas Suryakancana melalui FGD tersebut.
"Saya apresiasi terhadap para peserta FGD. Di tengah pandemi Covid-19 ini ikut memberikan kontribusi berupa pandangan dan pendapat berkomitmen untuk sharing bersama. Pendapat, pandangan, dan saran akademisi ini akan dibawa ke MPR," tandasnya.(jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam