Sampai Kapan? Luhut Panjaitan: Paling Lambat Bulan Depan

Rabu, 17 Agustus 2016 – 05:56 WIB
Luhut Panjaitan. Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Kursi Menteri ESDM yang harus ditinggalkan Archandra Tahar sudah diisi Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan sebagai pejabat pelaksana. 

Kemarin, Luhut langsung menyambangi Kementerian ESDM. Tapi tak ada seremoni layaknya reshuffle.

BACA JUGA: Gloria Bicara dengan Mata Berkaca-kaca

Dalam 20 hari, kementerian yang menyumbang pajak penghasilan (PPh) sebesar Rp 49 triliun dari sektor migas itu berganti pucuk pimpinan dengan cepat. 

Sebelumnya, dari Menteri Sudirman Said ke Archandra pada 27 Juli 2016. Terhitung sejak kemarin, giliran Luhut yang memimpin.

BACA JUGA: Rini Soemarno Bantah Berkewarganegaraan Ganda

Namun, tidak ada upacara penyambutan apapun. Bahkan, Archandra tidak tampak menyambut Luhut yang datang ke Kementerian ESDM sekitar pukul 12.15. Dia bertemu dengan para Dirjen, dan Sekjen ESDM untuk membahas apa saja yang perlu dikerjakan. ’’Nggak ada tadi Pak Chandra (Archandra Tahar, Red),’’ katanya.

Luhut mengaku tidak tahu sampai kapan dititipi Kementerian ESDM oleh Presiden Jokowi. Namun, dia menegaskan beberapa program yang bagus akan dia teruskan. Soal keputusan yang sudah ditandatangani Archandra, Luhut mengatakan segera mempelajari. Dia ingin agar semuanya jelas terlebih dahulu.

BACA JUGA: Kaskolinlamil Pimpin Upacara Penurunan Ular-ular Perang

Saat ditanya siapa pengganti definitif Archandra, dia meminta agar tanya langsung kepada presiden. Dia menegaskan tidak mengusulkan nama pengganti karena itu wewenang penuh presiden.

’’Yang pasti nggak akan lama-lama. Harus secepat mungkin lah. Paling lambat bulan depan,’’ ujarnya.

Pernyataan itu sekaligus menjadi jawaban atas rumor yang selama ini beredar. Katanya, salah satu pejabat yang merekomendasikan Archandra kepada Jokowi adalah dirinya. Menurutnya, tuduhan itu tidak memiliki dasar apapun. ’’Nggak betul, jangan ngarang-ngarang,’’ tegasnya.

Menurutnya, apa yang telah terjadi tidak perlu lagi diperpanjang karena semua sudah diselesaikan oleh presiden. Soal adanya info yang tidak utuh saat diterima presiden juga sangat mungkin terjadi.

’’Bangsa ini jangan cepat berburuk sangka. Kalau ada sesuatu yang kurang, itu bisa saja terjadi di mana-mana,’’ tuturnya.

Begitu juga soal pengumuman pencopotan Archandra yang dilakukan oleh Mensesneg Pratikno. Katanya, tidak perlu ada yang dipergunjingkan soal itu. Luhut mengatakan, buat apa ada Sesneg kalau semua mesti dilakukan oleh Presiden Jokowi.

Sementara, lolosnya pelanggaran dokumen kewarganegaraan Archandra sepertinya tak lepas dari lemahnya pengawasan KBRI di Amerika Serikat. 

Mestinya, KBRI memiliki catatan terhadap warga negara Indonesia yang memiliki paspor Amerika. Imigrasi sendiri mengaku tak bisa berbuat banyak karena tak memiliki sinkronisasi database dengan negara lain. 

’’Harus WNI yang memegang paspor negara lain melapor ke KJRI atau KBRI. Dari situ kita bisa update database,’’ ujar Kabag Humas dan Tata Usaha Ditjen Imigrasi Heru Santoso Ananta Yudha.

Heru juga setuju pengawasan terhadap kewarganegaraan ganda juga menjadi domain Kementerian Luar Negeri melalui KBRI dan KJRI-nya. Kasus Arcandra ini harusnya menjadi pelajaran pembenahan penegakan UU Kewarganegaraan. Sebab tak menutup kemungkinan saat ini banyak diaspora di Indonesia yang memiliki paspor negara tempatnya tinggal untuk berbagai kepentingan.

Yang menjadi masalah, hal itu susah dideteksi karena negara baru tak mengisyaratkan ketentuan adanya izin atau laporan dari negara asal. 

’’Saya rasa ada banyak yang seperti itu. Apalagi kalau WNI kita punya keahlian khusus rasanya akan dipermudah,’’ terang Heru.

Meski Indonesia tak menganut dwikewarganegaraan, tapi status kewarganegaran Archandra ternyata tak langsung hilang. Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menyebut pencabutan paspor kewarganegaraan harus dilakukan melalui S.K Kementerian Hukum dan HAM.

Nah, pemerintah menganggap Archandra telah melakukan sumpah pengembalian kewarganegaraan Amerika Serikat. Sehingga dia masih sah sebagai warga negara Indonesia.

Pernyataan Yasonna tersebut tak sejalan dengan pasal 23 UU Kewarganegaraan 12/2006. Sebab seseorang yang memiliki dwikewarganegaraan praktis kehilangan statusnya sebagai warga negara Indonesia.

Dalam pasal 9 UU tersebut, seseorang yang telah kehilangan status WNI karena mengucap janji setia pada negara asing, tidak bisa begitu saja mendapatkan kembali status WNI. Termasuk jika seseorang itu telah membuang status kewarganegaraannya yang lama. 

Mereka yang mengajukan permohonan kembali sebagai WNI setidaknya harus sudah bertempat tinggal di Indonesia 5 tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut. (dim/gun/bay/dod/bil)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Taruni TNI: Bangga Melihat Adik-adik Paskibraka


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler