Sang Penari Kuras Energi

Siap Tayang Mulai 10 November

Kamis, 03 November 2011 – 22:37 WIB

JAKARTA - Kisah cinta terjadi pada zaman apa punTetapi, tak semua berakhir bahagia

BACA JUGA: Terharu saat Berkumpul Lagi

Itu pesan yang ingin disampaikan film Sang Penari
Disutradarai Ifa Isfansyah, film tersebut bercerita tentang hubungan penari ronggeng bernama Srintil (Prisia Nasution) dan Rasus (Oka Antara) yang menjadi tentara

BACA JUGA: Kencan Sebentar, Punya Anak



Cinta Srintil dan Rasus terjadi pada pertengahan 1960-an
Mereka diceritakan tinggal di sebuah desa di Banyumas yang bernama Dukuh Paruk

BACA JUGA: Justin Bieber Punya Anak?

Warga di desa tersebut, kala itu, sangat memercayai bahwa menjadi penari ronggeng adalah titisan magisDia sangat dipuja sekaligus memiliki tugas berat.

Menjadi seorang ronggeng tidak hanya menari di pentas-pentas tari, tetapi juga menjadi milik semua warga Dukuh ParukSiapa saja boleh minta dilayani, asalkan memberikan imbalan

Hal itu yang tidak disadari oleh SrintilSejak kecil, dia hanya ingin menari, tetapi tidak sadar bahwa pada akhirnya, keputusan tersebut justru membuatnya dilemaRasus, pria yang dicintainya, terpaksa harus meninggalkan desa karena tidak bisa melihat perempuan yang dicintainya itu tidur dengan lelaki lain.

Film Sang Penari tersebut terinspirasi dari trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad TohariCerita skenario ditulis Salman AristoSelain itu, ada Yadi Sugandi (penata kamera), Aksan Sjuman dan Titi Sjuman (penata musik), serta desainer Chitra Subiyakto sebagai penata kostumDi deretan pemain, selain Oka Antara dan Prisia Nasution, ada Slamet Rahardjo, Lukman Sardi, Dewi Irawan, Tio Pakusadewo, Happy Salma, serta Teuku Rifnu Wikana.

Sang Penari tayang di bioskop mulai 10 November mendatangMenurut orang-orang di belakang layar, film tersebut adalah film yang menguras tenaga dan emosiSebab, prosesnya sangat lama, yakni tiga tahun

"Jujur saja, saya sudah kehabisan energiTiga tahun saya habiskan untuk film iniMelalui segala macam proses yang begitu panjangBuat saya, yang paling berat adalah menjaga energi tetap stabilDan ketika film ini selesai, energi saya juga selesai," ungkap Ifa, sang sutradara, kemarin (2/11) di FX Plaza.

Salman menambahkan, menulis skenario film itu benar-benar menghabiskan seluruh tabungan emosi dan intelektualitasnya"Berat sekaliKetika saya baru menulis sampai draf tiga, saya harus recharge otak dan emosiMenentukan sudut pandang saja sudah menghabiskan tenagaHarus mencari banyak literaturKami tidak mau film ini tidak sebagus novelnya," terang Salman

Kenapa pembuatan film tersebut lama? Sebab, selain harus menentukan cerita yang pas, ada proses pencarian dana yang begitu panjangAwalnya, film itu dibuat sebagai film pendek dengan judul berbedaOka terlibat sejak awal

"Saya sudah dari 2009 terlibat di film iniSaya tahu semua kendalanyaWaktu mau dibuat film layar lebarnya, saya sangat senangTapi, ternyata sempat vakumJujur saja, saya lebih lega film ini bisa syuting ketimbang bisa rilis," katanya.

Ahmad Tohari, penulis novel yang kemarin datang menyaksikan film tersebut, menyatakan rasa terima kasihSebab, roh dari novel karyanya bisa terlihat dalam film tersebutDia juga bilang bahwa Ifa memiliki keberanian untuk menggambarkan pembunuhan yang terjadi pada 1965, yaitu saat masa gerakan PKI

"Di film dia berani menggambarkan pembunuhan ituKalau saya, tidak berani menulis waktu ituNovel ini saya tulis tahun 1980-anAlasannya, saya takut kalau saya tulis, tiba-tiba ditembak dari belakang," katanya, lantas tersenyum(jan/c6/ayi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jessica Simpson Kabarkan Kehamilan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler