jpnn.com, JAKARTA - Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Nina Nurmila menilai pentingnya undang-undang perkawinan di Indonesia. Dia juga menyebutkan faktor tingginya angka perceraian.
“Perkawinan di Indonesia sangat akut, hampir setengah dari perkawinan berakhir dengan perceraian. Faktornya adalah misalnya nikah anak, anak- anak dia tidak tahu apa-apa, dia sudah dinikahkan tanpa dimintai persetujuannya dulu, atau dia juga dipaksa sama orang tuanya, terus kemudian poligami semenah-menah, cerai semenah-menah,” sebut Nina dalam diskusi publik di FKIP UHAMKA Jakarta Timur, Minggu (16/12).
BACA JUGA: Titi Rajo Bintang Mendadak Bicara Soal Poligami, Ada Apa?
Nina juga menyayangkan pihak yang menjadikan agama sebagai dasar untuk melegalkan faktor-faktor tersebut. “Dan itu Islam digunakan untuk mendukung nikah anak lah, poligami, cerai semenah-menah. Jadi Islam dipakai untuk melegitimasi perilaku laki-laki yang tindak bertanggung jawab itu,” jelas guru besar kajian gender dan studi Islam di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung itu.
“Sebetulnya agama itu kan untuk kemaslahatan, ketika misalnya melihat pada realita poligami itu menyengsarakan banyak pihak, seharusnya kan diharamkan,” paparnya.
BACA JUGA: Aneh, Gerindra Baru Sekarang Persoalkan Kotak Suara Kardus
Sebagaimana diketahui, pembahasan poligami kembali muncul ke publik setelah Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie menyerukan revisi Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan terutama terkait dengan poligami. Grace menyatakan partainya tidak akan pernah mendukung praktik poligami.
Dia menegaskan, poligami adalah bentuk ketidakadilan yang dilembagakan oleh negara. Sehingga, UU tersebut harus direvisi agar tidak ada lagi perempuan dan anak-anak yang menjadi korban ketidakadilan. (dil/jpnn)
BACA JUGA: Baru Sehari Dipasang, Reklame PSI di Bantaeng Lenyap
BACA ARTIKEL LAINNYA... PSI: KPI Jangan Hanya Urusi Paha dan Dada Perempuan
Redaktur & Reporter : Adil