Kepada Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendikbud Khairil Anwar Notodiputro mengatakan, sudah ada sejumlah sanksi yang akan diberikan kepada pelaku kecurangan saat unas. Tingkat sanksinya beragam, mulai teguran lisan hingga tertulis sampai diskualifikasi.
"Ancaman diskualifikasi peserta yang melanggar berat. Misalnya, mereka tertangkap basah melanggar seperti mencontek," jelas Khairil di Jakarta, Kamis (19/4).
Menurut Khairil, hingga hari terakhir ujian, Kemendikbud mendapatkan 837 laporan mengenai unas. Laporan tersebut didominasi kecurangan pelaksanaan sebanyak 213 kasus, bocoran jawaban palsu 73 kasus, dan kebocoran soal sebanyak 71 kasus.
Ia menjelaskan, sesuai instruksi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), sanksi pada pelanggaran ringan dan sedang dilakukan secara bertahap. Dimulai sanksi paling ringan, yaitu berupa teguran.
"Sanksi ringan dan masih debatable akan dilakukan secara bertahap. Dimulai dengan teguran. Selanjutnya, sanksi yang diberikan juga harus memuat nilai yang mendidik. Tujuannya, agar memberikan efek jera dan memacu siswa untuk menyadari kesalahannya serta menjadi contoh untuk siswa lain mengikuti ujian dengan jujur," katanya.
Sementara itu, Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti mengatakan, kecurangan yang dilakukan secara sistematis masih terjadi dalam pelaksanaan unas tahun ini. Bahkan, sampai melibatkan oknum dinas pendidikan.
"Dari laporan teman-teman di lapangan setidaknya ada 7 daerah yang melakukan kecurangan tersebut," ungkapnya.
Misalnya, kata Retno, kecurangan terjadi di Bekasi, Jawa Barat. Ada seorang guru yang mengaku dinas pendidikan memerintahkan sekolah membuat tim sukses unas. Sehingga murid-murid di sekolah dapat lulus 100 persen. "Persoalan kecurangan unas sudah terjadi sebelum ujian dilaksanakan. Sekolah-sekolah di Bekasi memanipulasi, meninggikan nilai ujian sekolah (US) untuk memenuhi target kelulusan. Jadi walaupun unas dapatnya pas-pasan, akan tetap lulus," terang Retno.
Kecurangan paling marak, lanjut Retno, adalah soal bocoran jawaban. Dari penelusuran FSGI, kunci-kunci jawaban ini dibeli melalui oknum guru atau oknum yang mengaku dari Bimbingan Belajar (Bimbel) dengan koordinasi salah seorang siswa sebagai pengumpul uang. Setiap orang diminta membayar Rp 50.000-110.000 untuk mendapatkan kunci jawaban tersebut.
"Ada laporan dari guru di Sumatera Utara, Brebes, Muna, Pandeglang, Jawa Timur, dan Jakarta soal bocoran itu. Jadi pagi-pagi murid sudah datang ke sekolah untuk menyalin jawaban yang mereka beli tadi," katanya.
Pengamat pendidikan Lody Paat mengatakan, unas telah merusak mental para guru dan murid. Berbagai cara dilakukan agar lulus. "Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah miskonsepsi tentang kualitas pendidikan. Ujian semacam ini memang bisa jadi alat ukur siswa, tapi tak bisa jadi cara meluluskan siswa apalagi meninggikan kualitas pendidikan," tegasnya. (cdl)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rektor Disebut Terlibat Sebarkan Soal UN Palsu
Redaktur : Tim Redaksi