Sanksi FIFA Kian Dekat

Setelah "Resmi" Ada Dua PSSI

Senin, 19 Maret 2012 – 06:00 WIB

PALANGKARAYA - Akhirnya, yang dikhawatirkan semua pecinta sepak bola tanah air itu terjadi juga: Indonesia "resmi" memiliki dua "PSSI". Otomatis dengan dua ketua umum yang berbeda pula.

Yang satu PSSI dengan nakhoda Djohar Arifin yang terpilih dalam Kongres Luar Biasa (KLB) di Solo pada 9 Juli 2011 dan kemarin baru selesai menghelat kongres tahunan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Satunya lagi PSSI yang dipimpin La Nyalla Mattalitti yang memenangi pemugutan suara di KLB yang dipandegani Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI) kemarin di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta.

Praktis kondisi tersebut kian mendekatkan Indonesia?dan ini terjadi berulang-ulang sejak jelang akhir era kepemimpinan Nurdin Halid di PSSI?pada sanksi dari FIFA. Sebab, dalam suratnya bertanggal 13 Januari lalu. FIFA sudah menginstruksikan PSSI agar menghelat Kongres Biasa (KB) sebelum 20 Maret (versi lain, Sekjen AFC Alex Soosay menyebut sampai tanggal 22 Maret) untuk mencari solusi atas persoalan yang terjadi di persepakbolaan Indonesia. 

Kalau tenggat itu tak terpenuhi, permasalahan Indonesia tersebut akan dibahas dalam rapat Komite Asosiasi FIFA yang digelar 23 Maret. Opsinya, Indonesia bisa langsung disanksi berupa pencekalan dari kancah internasional atau dibentuknya Komite Normalisasi (KN).

Kalau KN yang dibentuk, seperti yang pernah dilakukan FIFA tahun lalu yang diketuai Agum Gumelar, Indonesia diberi waktu tiga bulan untuk menghelat kongres guna memilih ketua umum.   

Intinya, mendung gelap masih akan lama menggelayut di persepakbolaan tanah air. Meski, Djohar yakin Indonesia tidak akan terkena sanksi ke FIFA. Alasannya, selama ini Indonesia selalu kooperatif.

"Hasil (kongres) ini nanti akan kami laporkan ke FIFA dan kami jelaskan semuanya. Kami yakin FIFA akan mengerti," tutur Djohar.

Keyakinan yang sama juga disuarakan La Nyalla. Hari ini dia berencana menggelar rapat Komite Eksekutif (Exco) untuk membahas persoalan yang harus segera diatasi. "Mulai besok (hari ini_red) Exco akan rapat dan mulai mengambil langkah agar hasil KLB ini dilegitimasi FIFA," kata Nyalla.

Menurut Nyalla pihaknya akan mengambil jalur lewat CAS dan arbitrase KONI agar hasil KLB dilegitimasi. Padahal, tiga gugatan yang diajukan KPSI ke CAS sebelumnya untuk menghadang kongres Palangkaraya berujung penolakan.

Kalau keputusan CAS mengindikasikan keberpihakan kepada kubu Djohar, apakah FIFA juga akan bersikap demikian" Masih harus ditunggu. Tapi, apa yang terjadi di Australia mungkin bisa jadi referensi kendati kasusnya mungkin tak seruwet Indonesia.

Di Negeri Kanguru itu, upaya bos klub Gold Coast Untited Clive Palmer untuk membuat asosiasi tandingan bagi FFA (PSSI-nya Australia) tidak diakui oleh AFC dan FIFA pada awal bulan ini.

Palmer berusaha memberontak setelah lisensinya dicabut oleh FFA yang diketuai Frank Lowly. Belakangan Palmer melunak dengan mengatakan kalau pihaknya hanya ingin bekerja sama dengan FFA, bukan mengambil alih kepemimpinan. 

Kubu Djohar juga menolak mengomentari terpilihnya La Nyalla. Pertanyaan wartawan tentang hal tersebut yang diajukan ke Djohar tak ditanggapinya. Adapun Sekjen PSSI Tri Goestoro juga bersikap serupa.

Tri khawatir jika nantinya memberikan komentar terjait hasil KPSI, proses rekonsiliasi yang sedang mereka jalankan bakal kembali terpengaruh. "Saya, enggaklah saya tidak bisa tentang KPSI. Saya tidak mau menanggapi. No comment," ucapnya.

Sesuai hasil kongres di Palangkaraya, PSSI memang berkomitmen membuka tangan dan kembali melakukan mediasi dengan pihak Indonesia Super League (ISL), liga yang dihelat kubu La Nyalla.

"Bola sekarang berada di (klub) ISL. Kami siap merangkul mereka, dengan beberapa opsi yang

telah dipersiapkan," ujar Djohar dalam konferensi pers usai acara kongres, kemarin (18/3).
Selain dualisme kompetisi, kongres tahunan PSSI juga menetapkan pengesahan 49 anggota baru, 29 diantaranya  masih belum akan di beri surat keputusan (SK) pengesahan sampai mereka melengkapi persyaratan administratif.

Ada yang diterima, ada juga yang diskorsing, yakni sebanyak 33 klub yang terdiri dari klub ISL, Divisi Utama, dan Divisi III. Tapi, kongres juga memberikan keputusan jika skorsing tersebut bisa dicabut dengan syarat ke-33 klub mau kembali ke PSSI dengan beberapa syarat.

Namun, tawaran rekonsiliasi itu ditampik kubu La Nyalla. "Kenapa baru sekarang itu ditawarkan. Itu kan yang kami, empat Exco ( Nyalla, Tonny Apriliani, Roberto Rouw, Erwin Budiawan) perjuangkan dari dulu," tegas Nyalla.

Sikap serupa juga ditunjukkan Erwin Budiawan yang kemarin terpilih sebagai anggota Exco versi KLB KPSI. "Ini aneh, itu kan pangkal mulanya sampai KLB ini terjadi. kami dari awal memperjuangkan ISL. Tapi, kenapa PSSI menawarkannya sekarang," ujar Erwin.

Nyalla meraih 79 dari 81 suara voter (pemilik hak suara) yang hadir di KLB versi KPSI. Untuk wakil ketua umum terpilih Rahim Soekasah yang mengantongi 76 suara dari 81 voter.

Sedangkan sembilan anggota Exco yang terpilih adalah Tonny Apriliani (76 suara), Hardi Hasan (59 suara), Erwin Dwi Budiawan (75 suara), Robetho Rouw (74 suara), La Siya (45 suara), Djamal Aziz (62 suara), Zulfadli (64 suara), Ahmed Zaki Iskandar (46 suara), dan Diza Ali yang
mengantongi 40 suara di pemilihan putaran kedua.

Mengenai kantor PSSI, La Nyalla menegaskan tidak akan mengambil alih. "Anggap saja dipinjamkan sementara. Setelah ada keputusan hukum yang jelas, mereka akan keluar sendiri," sambungnya. (aam/ali/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... La Nyalla Ketum Baru PSSI versi KPSI


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler