jpnn.com - JAKARTA – Keputusan Kementerian Perhubungan mencabut izin ground handling Lion Air di Bandara Soekarno Hatta dianggap terburu-buru. Kesalahan menurunkan penumpang di jalur domestik dianggap tak bisa menjadi alat menjatuhkan hukuman.
Sebab, hal itu muncul karena kelalaian sopir dan pilot, bukan kebijakan perusahaan. “Sanksi itu menurut kami sangat tidak mempertimbangkan upaya pemerintah saat ini yang tengah fokus dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Koordinator Nasional Jaringan Muda Nahdatul Ulama (JMNU) Arief Rachman, Kamis (19/5).
BACA JUGA: Kadin: Investasi Langsung di Rusia Perlu Ditingkatkan
Maskapai Lion Air, sambung Arief, telah menjadi bagian dari kebutuhan untuk meningkatkan layanan transportasi udara nasional. Dia meminta Kementerian Perhubungan tak mengeneralisir masalah.
Menurutnya, memberi sanksi tanpa memberikan kesempatan pada maskapai untuk melakukan klarifikasi dan membenahi diri sangat tidak fair. Apalagi, kebutuhan masyarakat terhadap layanan penerbangan murah semakin tinggi.
BACA JUGA: Efek Perlambatan Ekonomi, Laba Bersih Bank Mandiri Turun
“Kami menilai tindakan Kementerian Perhubungan tersebut sangat membahayakan iklim investasi nasional khususnya di bidang transportasi udara,” ujar Arief.
Padahal, sambung Arief, Lion Air ini memiliki setidaknya 30 ribu pegawai ditambah dengan seluruh jaringan bisnis yang tersebar di penjuru nusantara.
BACA JUGA: Kementerian PUPR Bedah 450 Rumah Warga Tulungagung
“Kami mendesak Presiden Jokowi untuk turun tangan jangan sampai masalah ini berlarut larut yang ujungnya akan dirasakan oleh masyarakat luas. Kami juga meminta DPR melakukan investigasi terhadap Kementerian Perhubungan yang kami nilai terburu-buru memberikan sanksi pembekuan izin yang akan memperburuk iklim investasi dalam negeri,” tegasnya. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bank Jatim Perbesar Kredit ke Koperasi
Redaktur : Tim Redaksi