JAKARTA - Anggota DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) DPR, Ali Maschan Moesa mengatakan masuknya pasal pidana santet dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasti bakal menuai kontroversi.
“Lolosnya pasal santet dalam RUU KUHP berasal dari pemerintah mungkin karena khawatir atas maraknya main hakim sendiri yang dilakukan masyarakat dalam merespon kasus santet. Tapi, pasal tersebut pasti akan menuai protes publik karena memang sulit dibuktikan, meski secara ilmu hitam itu dipercayai ada,” kata Ali Maschan Moesa, kepada wartawan di gedung DPR, Senayan Jakarta, Rabu (20/3).
Pasal ini sudah pasti memunculkan kontroversi dan berbagai pertanyaan seperti apakah santet itu riil atau tidak? “Santet itu bisa riil bagi orang yang memahami ilmu hitam, setan, dan itu bisa dibuktikan," ungkapnya.
Karena sulit dibuktikan secara riil, menurut Ali Maschan Moesa, Sebaiknya Pasal santet tersebut tidak masuk dalam revisi KUHP. Yang harus disikapi adalah tindakan main hakim sendiri itu.
Sebelumnya Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) PDI-P di Komisi III DPR, Trimedya Panjaitan menyatakan masih mempelajari revisi KUHP inisiatif pemerintah tersebut.
“Pasal itu tidak rasional untuk diterapkan di Indonesia. Sama halnya dengan pasal pernikahan sejenis. Jadi PDI-P masih mempelajari pasal santet itu,” ujar Trimedya.
Revisi KUHP saat ini tengah dibahas Komisi III DPR. Pada pasal 293 tercantum prihal kekuatan gaib sebagai berikut. Di ayat (1) dinyatakan, "Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV."
Ayat (2), "Jika pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya dapat ditambah dengan 1/3 (satu per tiga)." (fas/jpnn)
“Lolosnya pasal santet dalam RUU KUHP berasal dari pemerintah mungkin karena khawatir atas maraknya main hakim sendiri yang dilakukan masyarakat dalam merespon kasus santet. Tapi, pasal tersebut pasti akan menuai protes publik karena memang sulit dibuktikan, meski secara ilmu hitam itu dipercayai ada,” kata Ali Maschan Moesa, kepada wartawan di gedung DPR, Senayan Jakarta, Rabu (20/3).
Pasal ini sudah pasti memunculkan kontroversi dan berbagai pertanyaan seperti apakah santet itu riil atau tidak? “Santet itu bisa riil bagi orang yang memahami ilmu hitam, setan, dan itu bisa dibuktikan," ungkapnya.
Karena sulit dibuktikan secara riil, menurut Ali Maschan Moesa, Sebaiknya Pasal santet tersebut tidak masuk dalam revisi KUHP. Yang harus disikapi adalah tindakan main hakim sendiri itu.
Sebelumnya Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) PDI-P di Komisi III DPR, Trimedya Panjaitan menyatakan masih mempelajari revisi KUHP inisiatif pemerintah tersebut.
“Pasal itu tidak rasional untuk diterapkan di Indonesia. Sama halnya dengan pasal pernikahan sejenis. Jadi PDI-P masih mempelajari pasal santet itu,” ujar Trimedya.
Revisi KUHP saat ini tengah dibahas Komisi III DPR. Pada pasal 293 tercantum prihal kekuatan gaib sebagai berikut. Di ayat (1) dinyatakan, "Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV."
Ayat (2), "Jika pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya dapat ditambah dengan 1/3 (satu per tiga)." (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Disebut Terima USD 200 Ribu, Ibas Mengadu ke Polda
Redaktur : Tim Redaksi