jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Arief Poyuono menyatakan krisis ekonomi dan rontoknya nilai tukar rupiah, serta perlambatan perekonomian nasional tidak bisa dihindarkan.
Menurut Arief, hal ini disebabkan beberapa faktor akibat penanganan virus corona di Tiongkok yang belum menemukan titik terang.
BACA JUGA: Arief Poyuono: Semoga China Tak Ngambek dengan Kebijakan Jokowi
Ia menegaskan hal ini pula yang menyebabkan industri-industri di Provinsi Hubei, tempat 'asa'l virus corona tersebar masih belum ada aktivitas sejak liburan Tahun Baru Imlek. Selain Hubei, kata Arief, ada pula provinsi-provinsi lainnya di Tiongkok yang belum semua aktivitas produksinya berjalan.
Menurut dia, tentu saja ini akan memberikan dampak menurunnya produk domestik bruto (PDB) Tiongkok di kuartal pertama 2020 hingga mencapai 1,28 persen. "Ini berakibat terjadi penurunan terhadap pertumbuhan Tiongkok hingga 1-2 persen di tahun 2020, di mana pertumbuhan Tiongkok yang diprediksi di kisaran enam persen di tahun 2020 bisa turun menjadi 4,5-5 persen nantinya," ujar Arief, Minggu (16/2).
BACA JUGA: Ketahuilah, Ortu Arief Poyuono Bernama Joko dan Riana
Arief menjelaskan melambatnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok ini juga berdampak bagi negara lain. Bahkan, ia menyebut Indonesia terdampak yang paling besar jika dibandingkan negara lain. Sebab, Tiongkok merupakan tujuan utama ekspor Indonesia.
"Gejolak ekonomi Tiongkok berdampak lebih besar ke pertumbuhan ekonomi di Indonesia jika dibandingkan dengan negara lain. Saat ini, 20 persen tujuan ekspor Indonesia adalah ke Tiongkok," kata Arief.
BACA JUGA: Arief Poyuono: Diupah per Jam, Buruh Ambil Motor, Beli Rumah, Bank tak Akan Mau
Ia menegaskan apa pun yang terjadi PDB Tiongkok akan berpengaruh terhadap PDB Indonesia. Setiap penurunan pertumbuhan ekonomi Tiongkok 0,5 persen, akan berdampak terhadap turunnya ekonomi Indonesia 0,1 persen.
Anak buah Prabowo Subianto di Partai Gerindra itu menyebut bila perekonomian Tiongkok terus melambat selama empat kuartal, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia akan turun sebesar 1.68 persen. "Artinya pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan di bawah lima persenan," klaim Arief.
Lebih jauh ia menjelaskan hubungan ekonomi Indonesia dengan Tiongkok dalam sepuluh tahun terakhir ada tiga channel yaitu trade, financial, dan commodity price. Menurut dia, saat ini, kondisi perdagangan Indonesia amat bergantung kepada Tiongkok.
Indonesia memandang Tiongkok sebagai tujuan utama ekspor barang-barang dan komoditas. Ekspor Indonesia ke Tiongkok meningkat drastis dari sisi nilai dan volume. Komoditas yang diekspor ke Tiongkok antara lain batu bara, karet ,nikel dan minyak kelapa sawit.
"Indonesia memandang Tiongkok sebagai tujuan utama ekspor barang-barang dan komoditas, serta sebagai sumber pembiayaan investasi proyek proyek infrastruktur dan masuknya investasi-investasi ke Indonesia untuk bisa 'Cilaka' (Cipta Lapangan Kerja). Karena itu, salah satunya (Indonesia) membuat omnibus law (RUU Cipta Lapangan Kerja)," paparnya.
Lebih jauh Arief menjelaskan, tragedi Grey Rhinos, black swan (krisis utang), serta serangan virus corona di Tiongkok menjadi faktor yang sangat besar dalam memengaruhi berkurangnya ekspor Indonesia ke China. "Sehingga memengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia," tegasnya.
Menurut dia lagi, akibat ekspor menurun otomatis, serta terus tidak terkendalinya impor, maka akan berdampak pada makin loyonya nilai kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Selain itu, lanjut Arief, sektor pembiyaaan proyek infrastruktur, dan masuknya investasi dari Tiongkok akan banyak ditunda.
"Dimungkinkan, akan banyak investor Tiongkok yang menanamkan investasinya di pasar keuangan Indonesia balik kampung," ungkap Arief.
Karena itu, Arief pun memberikan saran kepada Presiden Joko Widodo untuk menyiapkan rencana supaya bisa terhindar dari krisis ekonomi akibat persoalan di atas. "Nah, Kangmas Joko Widodo harus mempersiapkan contengency plan untuk bisa terhindar dari krisis ekonomi," ujar Arief.
Sebab, lanjut Arief mengingatkan Jokowi, virus pelemahan ekonomi sudah menyerang software-software perekonomian nasional. "Seperti menurunnya industri pariwisata, pusat perbelanjaan, restoran, industri jasa penerbangan yang mengandalkan turis dari Tiongkok," pungkas Arief. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy