jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR M Misbakhun meminta pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyediakan semacam bailout bagi sektor pariwisata nasional demi melindungi industri turisme dari imbas pandemi virus corona atau COVID-19.
Legislator Daerah Pemilihan (Dapil) II Jawa Timur itu menuturkan, sektor pariwisata merupakan tumpuan masa depan ekonomi domestik Indonesia. Menurut Misbakhun, pariwisata adalah titik utama terbangunnya industri kecil ekonomi kreatif lokal. Namun, pariwisata Indonesia kini mengalami kelesuan akibat persebaran COVID-19.
BACA JUGA: Covid-19 Merajalela, Misbakhun Minta Jokowi Bantu MBR Cicil KPR
"Saran saya, harus ada bailout oleh negara di sektor pariwisata sebagai insentif. Misalnya 25-35 persen okupansi hotel dibeli oleh negara selama tiga bulan," kata Misbakhun, Senin (23/3).
Politikus Partai Golkar itu menegaskan bahwa wabah COVID-19 secara nyata telah menghantam sektor pariwisata, termasuk Bali yang dikenal mapan dalam industri turisme. “Maka pemerintah harus turun tangan menyelamatkannya,” tegas Misbakhun.
BACA JUGA: Corona Ganggu Perekonomian, Misbakhun Minta Pajak UMKM Diistimewakan
Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu menambahkan, bila sektor pariwisata yang baru berkembang diterpa pelemahan ekonomi akibat COVID-19, investasi bidang turisme pun akan mandek. Sebab, bisa jadi investor pariwisata menahan dananya atau bahkan hengkang.
“Bila itu sampai terjadi, untuk recovery dan bangkit butuh waktu lama. Recovery yang terlalu lama membuat para investor ragu untuk kembali," ulas Misbakhun.
Oleh karena itu Misbakhun mendorong pemerintah menggelontorkan bailout untuk sektor pariwisata. Menurutnya, paling tidak dana bailout itu bisa dimanfaatkan untuk gaji sekaligus jaring pengaman dalam rangka mencegah pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan hotel.
"Pemerintah harus turun tangan menyelamatkannya. Tujuan bailout sektor pariwisata adalah menolong industri untuk membayar kebutuhan dasar mereka saja, yaitu bayar karyawan," ujar politikus yang dikenal getol mendukung kebijakan Presiden Jokowi itu.
Misbakhun mengatakan bahwa pola itu pernah dilakukan Pemerintah Amerika Serikat AS saat menghadapi krisis ekonomi akibat subprime mortgage pada 2008-2009. Saat itu, ujar dia, Pemerintah AS mengeluarkan dana USD 1,2 triliun untuk semua sektor industri.
Pemerintahan Presiden George W Bush, lanjut Misbakhun, menalangi perusahaan-perusahaan otomotif AS seperti Ford, General Motor dan Chrysler. Konsumen yang membeli mobil listrik dan hibrid juga disubsidi secara langsung.
“Jadi industri otomotif jalan dan tidak ada PHK, sehingga kelas pekerja di AS tetap memiliki pekerjaan dan mempunyai daya beli yang cukup,” katanya.
Menurut Misbakhun, pemerintah memiliki beberapa sumber dana bailout untuk sektor pariwisata. Pertama, pemerintah masih mempunyai dana yang memadai dari Sisa Anggaran Tahun Lalu (SAL), akumulasi dari Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya (SILPA), dan anggaran yang selama ini disisihkan oleh pemerintah sebagai dana abadi (endowment fund) untuk keperluan cadangan.
Di luar itu ada dana dari pungutan bea ekspor sawit (levy) di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), dana lingkungan hidup di Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), Dana Riset Perguruan Tinggi, serta dana dari Surat Utang Negara (SUN). "Termasuk dana APBN yang ada BA99 yang selama ini dikelola oleh Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara," ujar Misbakhun.
Kedua, bila perlu pemerintah bisa meminjam sebagian dana milik Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang mencapai lebih Rp 150 triliun sebagai cadangan darurat negara. Menurut Misbakhun, dana di LPS itu sedang tidak digunakan.
"Ini untuk keperluan mendadak. Uang tersebut tersedia dan sangat siap untuk dipinjam negara bila perlu,” kata Misbakhun. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy