jpnn.com, BANJARMASIN - Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menyemangati wisudawan dan wisudawati Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIEI) Banjarmasin, Kalimantan Selatan agar tahan banting menghadapi Revolusi Industri 4.0. Menurutnya, ada banyak tantangan sekaligus peluang di era perubahan besar yang berbasis pada kemajuan teknologi informasi itu.
"Revolusi Industri 4.0 memengaruhi cara industri beroperasi dan cara melayani konsumen. Situasi ini memaksa pelaku usaha untuk menyesuaikan diri,” katanya saat menyampaikan orasi ilmiah pada Sidang Senat Terbuka STIEI Banjar Masin, Sabtu (21/9)
BACA JUGA: Cara Pemerintah Siapkan Tenaga Kerja di Era Revolusi Industri 4.0
Mantan pegawai negeri sipil (PNS) Kementerian Keuangan itu menjelaskan, kini besarnya perusahaan bukan lagi ukuran keberhasilan. Sebab yang dituntut saat ini adalah kelincahan dan kemampuan membaca kebutuhan pasar.
Lebih lanjut Misbakhun mencontohkan aplikasi Grab dan Go-Jek yang menjadi ancaman bagi pemain-pemain besar industri transportasi. Selain itu, ada pula aplikasi Airbnb yang menggerus kampiun perhotelan.
BACA JUGA: Prediksi Pak CT soal Efek Disrupsi dan Revolusi Industri 4.0
“Grab dan Go-Jek justru tidak memiliki satu pun armada transportasi. Airbnb yang mengancam pemain-pemain utama industri perhotelan dan tidak memiliki satu pun hotel,” tuturnya.
Politisi Partai Golkar itu menuturkan, inti Revolusi Industri 4.0 adalah makin kuatnya peran internet yang memudahkan komunikasi antarmanusia, manusia dengan mesin, bahkan mesin dengan mesin. "Peran manusia lebih pada fungsi controlling, untuk memastikan mesin berinteraksi sesuai yang diharapkan,” katanya.
Misbakhun menambahkan, hal menonjol di era Revolusi Industri 4.0 adalah disrupsi. Nama-nama besar di berbagai sektor industri menjadi kalah bersaing karena melakukan kesalahan, sehingga menghadapi disrupsi.
Dia menyebut Nokia sebagai contohnya. Produk-produk raksasa teknologi asal Finlandia itu pernah merajai pasar.
Namun, kini Nokia tergusur dan kalah bersaing. Menurut Misbakhun, Nokia yang dikenal inovatif justru kalah bersaing bukan karena melakukan kesalahan.
“Kini inovasi berkelanjutan yang dulu dianjurkan para ahli, tak cukup lagi. Ini menjadi persoalan besar pada abad ini," katanya.
Karena itu u Misbakhun mendorong wisudawan dan wisudawati berani berpikir kreatif dan orisinal yakni membuat perusahaan rintisan atau start-up. Menurutnya, generasi milenial saat ini tidak lagi tertarik pada usaha mikro kecil dan menengah.
“Kuncinya adalah penguasaan pada teknologi informasi dan berani mengambil risiko. Karena itulah yang lebih menentukan kesuksesan di masa depan," katanya.(antara/jpnn)
Redaktur : Tim Redaksi