jpnn.com, JAKARTA - Pakar Transportasi dari Institut Transportasi & Logistik Trisakti Suripno menyampaikan pola pikir instan tidak mungkin membawa Indonesia menuju zero ODOL (Over Dimension Overload).
ODOL merupakan masalah kompleks yang harus ditangani dari hulu sampai hilir yang tidak bisa ditangani dengan cara penegakan hukum saja, tetapi harus melibatkan seluruh kementerian terkait dan pemerintah daerah.
BACA JUGA: Apindo: Roadmap Zero ODOL Harus Mengadopsi Berbagai Kepentingan Strategis Negara
"Benahi cara berpikir sebagai manajer yang menentukan sasaran dan perwujudan sasaran khususnya bagi Kemenhub. Bukan sebagai pelaksana atau berpikir operasional," ujar Suripno dalam keterangan tertulisnya, Kamis (12/10).
Dia menegaskan ini harus dibiasakan karena tuntutan dari Peraturan Perundang-undangan bidang LLAJ (Lalu Lintas dan Angkutan Jalan) semua diawali dengan penentuan sasaran.
BACA JUGA: Kemenperin Sebut Penerapan Zero ODOL Picu Kenaikan Inflasi Tahun Ini
Mantan Direktur Keselamatan Transportasi Kementerian Perhubungan ini menambahkan perlu adanya perencanaan menyeluruh mulai tindakan pencegahan sampai dengan penindakan.
Juga perencanaan jangka panjang seperti Rencana Aksi Nasional keselamatan.
BACA JUGA: APINDO Ungkap Dampak Penerapan Zero ODOL di 2023, Mengkhawatirkan!
Manajemennya adalah termasuk manajemen Keselamatan LLAJ karena ODOL itu bagian dari manajemen Keselamatan LLAJ.
Penanganannya juga harus dalam satu paket dengan manajemen Keselamatan LLAJ yang sudah memiliki format baku atau formatnya sudah ada.
"Jadi, perlu adanya perencanaan jangka panjang seperti RANK (Rencana Aksi Nasional Keselamatan) LLAJ jangka waktu 20 tahun, dan turunan termasuk Rencana Pencegahan dan Penindakan ODOL," ucapnya.
Selama ini, dia melihat penanganan ODOL dilakukan parsial, hanya dengan penegakan hukum dan tidak melibatkan semua instansi terkait.
Kesalahannya, tidak melibatkan presiden. Padahal, yang harus bertanggung jawab adalah presiden bukan Menteri Perhubungan.
Menteri Perhubungan hanya bertanggung jawab untuk pemenuhan persyaratan kendaraan berkeselamatan.
"Penegakan hukum juga bukan tanggung jawab Menteri Perhubungan, tetapi tanggung jawab Polri," tegasnya.
Oleh karena itu, dia menyarankan agar digunakan skema manajemen Keselamatan LLAJ yang diatur dalam PP 37 Tahun 2017.
Dia menambahkan perlunya dilakukan harmonisasi pengaturan kelas jalan yang diawali dengan perubahan PP 30 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang LLAJ. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pascakenaikan BBM, Pasar Makin Sepi, Apalagi Jika Zero ODOL Diterapkan, Pedagang Pusing
Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Mesyia Muhammad