jpnn.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) memprediksikan perekonomian nasional bisa terjun bebas apabila pemerintah tetap memaksakan penerapan zero over dimension over loading (ODOL) di 2023.
Pasalnya, dunia termasuk Indonesia kini tengah dihantam inflasli.
BACA JUGA: PTUN Batalkan Keputusan Anies soal Kenaikan UMP DKI 2022, Nurjaman Apindo Bilang Begini
"Kalau dipaksakan di 2023, ya, tidak apa-apa, silakan saja pemerintah yang berkuasa menetapkan kebijakan, tetapi risiko terburuk adalah ekonomi jatuh terjun bebas," kata Ketua Kebijakan Publik APINDO, Danang Girindrawardana dalam keterangannya, Senin (10/10).
Menurutnya, pemerintah perlu mempertimbangkan kembali keputusan implementasi regulasi zero ODOL pada 2023 berdasarkan roadmap yang lebih akurat dengan memperhatikan kondisi makro ekonomi terkini.
BACA JUGA: Sebelum Pemerintah Menerapkan Zero ODOL, Selesaikan Dulu Carut Marut Status dan Fungsi Jalan
Dia menjelaskan jika zero ODOL dipaksakan pada Januari 2023, maka jumlah angkutan logistik akan berkurang drastis karena ketersediaan truk juga tidak terencana dengan baik.
"Hal ini akan memacu inflasi lebih tinggi dari yang telah disepakati pemerintah dan DPR," ujarnya.
BACA JUGA: Sopir Truk Tolak Zero ODOL, Irwan Fecho Sentil Pengusaha hingga Pemerintah
Dia menegaskan inflasi tersebut merupakan dampak dari faktor tingginya biaya transportasi logistik, kombinasi kenaikan harga BBM, pelemahan rupiah, dan minimnya angkutan darat.
Secara khusus, dia mengungkapkan industri yang terdampak dari zero ODOL ini setidaknya adalah semen, kelapa sawit, bahan pangan kebutuhan pokok, tekstil, kaca, air minum dalam kemasan(AMDK) dan banyak sektor lainnya.
Danang mengatakan asosiasi industri terimbas meminta pemerintah untuk memulai roadmap baru terkait kebijakan zero ODOL. Mantan direktur eksekutif APINDO ini melanjutkan, roadmap dimulai pada 2023 dengan estimasi patuh pada zero ODOL sekitar 3 atau 5 tahun ke depan.
Menurutnya, saat ini dibutuhkan sinergi regulasi semua kementerian dan pemerintah daerah untuk memasikan recovery ekonomi berlangsung dengan baik. Dia mengingatkan bahwa dunia usaha baru saja berusaha memperbaiki nasib menghadapi bencana pandemi Covid-19 meskipun saat ini dihadang masalah lain, seperti pengurangan subsidi BBM hingga nilai dollar yang sangat tinggi.
"Pertumbuhan ekonomi dalam negeri meskipun disepakati pemeritah dan DPR, tetapi terdengar jelas masih tidak confiden pada 5,3 persen dan inflasi 3.6 persen tahun 2023," katanya.
Vice Chairman Asosiasi Logistik Indonesia, Mahendra Rianto mengatakan, penerapan zero ODOL yang tergesa-gesa bakal melumpuhkan industri logistik. Dia mengatakan penyedia jasa logistik merupakan mesin perekonomian nasional yang telah memberikan Produk Domestik Bruto (PDB) negara.
"Nah, kok diganggu dengan adanya ODOL ya. Sebelum ODOL kenaikan tarif jalan tol, kemudian BBM," katanya.
Dia meminta agar pelaku industri logistik dan pengusaha juga ikut diundang dalam membahas regulasi terkait ODOL.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua Umum I Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Susanto.
Dia menyayangkan kebijakan tersebut dilaksanakan saat kondisi perekonomian Indonesia masih dalam tahap pemulihan pascapandemi Covid-19.
Menurutnya, program konversi truk memerlukan capital expenditure yang besar, terutama dari sisi para pengusaha dan keterbatasan Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM). (esy/jpnn)
Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Mesyia Muhammad