jpnn.com - Abdulrahman bergelar sarjana teknik, tapi dia lebih memilih untuk berjualan koran.
Pelintas Jalan A Yani Km 33, Kota Banjarbaru, Kalsel, pasti pernah melihatnya.
BACA JUGA: Hebat! Anak Muda Ini Tanam Jagung di Lahan 96 Hektare
SUTRISNO, Banjarbaru
Kamis (6/4) kemarin, cuaca sangat panas. Terik matahari terasa membakar kulit. Namun Abdulrahman terlihat tak memperdulikannya.
BACA JUGA: Guru Belum S1 Harus Segera Kuliah
Dia tampak berdiri di pinggir jalan membawa setumpuk koran dari berbagai media cetak.
Ketika lampu merah menyala, pria yang akrab disapa Daeng itu kemudian menawarkan koran ke para pengendara satu per satu.
BACA JUGA: Begini Cara Sopir Angkot Menentang Bus Pelajar Gratis
Dia mengaku, berjualan koran sejak delapan tahun yang lalu. Meski memiliki gelar S1 dia tak pernah risih berpanas-panasan menjajakan korannya.
"Saya merasa nyaman berjualan koran, karena saya sudah terbiasa bekerja di lapangan," katanya kepada Radar Banjarmasin (Jawa Pos Group).
Nasib menuntunnya sebagai penjual Koran. Lulus kuliah di salah satu perguruan tinggi di Makassar pada tahun 2001 silam, dia kesulitan untuk mencari pekerjaan sesuai dengan jurusannya, sebagai mahasiswa teknik perkapalan.
"Setelah beberapa tahun tak mendapatkan kerja di Makassar, saya lalu merantau ke Kaltim. Di sana saya kerja serabutan," ujarnya.
Kemudian, pada tahun 2009 mencoba memperbaiki nasib ke Kalsel. Atas beberapa pertimbangan, dia memilih untuk berjualan koran.
"Mungkin karena saya terbiasa sebagai wiraswasta, jadi ya mencari kerja yang berjualan saja," ungkapnya.
Lama-kelamaan pria kelahiran Makassar 37 tahun silam ini menikmati pekerjaannya sebagai seorang penjual koran.
Walaupun penghasilan yang didapatkan tak seberapa. "Rata-rata penghasilan saya Rp 80 ribu perhari, tapi saya menikmatinya," ujar Daeng.
Setiap harinya dia harus berangkat dari rumah pukul 06.00 Wita, untuk mengantarkan koran ke para pelanggannya hingga pukul 09.00 Wita.
Setelah itu, barulah dia menjual koran eceran di perempatan lampu lalu lintas di Jalan A Yani Km 33, Banjarbaru.
"Saya di perempatan biasanya sampai pukul 18.00 Wita, karena koran lakunya pada sore hari," ungkapnya.
Dia mengaku tinggal di Banjarbaru seorang diri, istri tercintanya tinggal bersama orangtuanya di Makassar.
Sudah dua tahun terakhir dirinya tak pulang ke Makassar. "Istri membantu orangtua berjualan kain, saya tak pulang karena ingin merasakan Ramadan di sini tahun lalu. Rencananya tahun ini pulang," katanya.
Di sela-sela waktu ketika berjualan koran, dia selalu menyempatkan diri membaca koran yang dijualnya. Sehingga dia memiliki penulis favorit di salah satu media cetak.
"Di koran Radar Banjarmasin, saya suka tulisannya Syarafuddin. Saya tak pernah ketinggalan membaca tulisannya waktu ekspedisi Islam," katanya.
Dia mengungkapkan, ketika Radar Banjarmasin mulai menerbitkan edisi ekspedisi Islam penjualan korannya terus meningkat hingga saat ini.
"Pembeli koran Radar Banjarmasin terus bertambah, bahkan di Banjarbaru ada komplek yang saya namai Kampung Radar Banjarmasin karena hampir semua warga menjadi pelanggannya. Komplek itu bernama Komplek Pertamina," pungkasnya. (ris/ay/ran)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketika Oknum Santri Pengin Punya Baju Baru, Celaka...
Redaktur & Reporter : Soetomo