jpnn.com, JAKARTA - Secara perhitungan kelender hijriyah (lunar), Nahdlatul Ulama (NU) baru saja memperingati hari kelahirannya yang ke seratus tahun atau satu abad pada Selasa 7 Februari 2023.
Usia satu abad tidak lagi muda, meski untuk organisasi sebesar NU sekalipun.
BACA JUGA: BAZNAS Bagikan 10.000 Paket Makanan Siap Saji di Harlah 1 Abad NU
"Dalam satu abad pertama yang penting, NU telah melewati berbagai fase sejarah dengan penuh gejolak dan dinamika. Mulai dari era kolonialisasi Belanda, Jepang, Sekutu, era kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru, hingga Reformasi dengan beragam presiden," kata Direktur Eksekutif SAS Institute Sa'dullah Affandy dalam keterangan tertulisnya.
Selama satu abad eksistensinya, NU telah berhasil meraih banyak pencapaian cemerlang. Menurut Sa'dullah, setidaknya ada lima aspek keberhasilan yang bisa dilihat secara kasat mata.
BACA JUGA: Hadiri Perayaan 1 Abad NU, HNW: Kami Melihat Masyarakat Berbondong-bondong Datang
Pertama, ujar dia, NU telah berhasil mempertahankan diri sebagai organisasi dengan pengikut terbesar di Indonesia, bahkan dunia.
Kedua, sebagai organisasi dengan massa terbesar, NU berhasil memainkan peran dalam dinamika politik Tanah Air, mulai dari pra kemerdekaan, kemerdekaan, hingga pascakemerdekaan.
BACA JUGA: AHY Hadiri Peringatan Satu Abad NU Pakai Sarung dan Peci, Pengamat Merespons
"Bahkan dalam mengatasi pemberontakan Partai Komunis Indonesia, NU menjadi organisasi sipil yang paling aktif terlibat dalam menumpas pemberontakan," terang Sa'dullah.
Ketiga, dalam konteks Pendidikan, NU dengan pesantrennya berhasil mengintegrasikan antara Pendidikan modern (sekolah formal) dengan tetap mempertahankan identitas pesantrennya.
"Hingga hari ini kita dapat menyaksikan pesantren NU semakin berkembang pesat dengan lembaga pendidikan formal yang ada di dalamnya," ujarnya.
Keempat, dalam dimensi kebudayaan, NU menjadi garda depan sebagai actor pelestari kebudayaan lokal. Tradisi-tradisi yang oleh kalangan modernis diharamkan, justru dimodifikasi oleh NU menjadi sesuatu yang bernuansa Islam dan bermuatan dakwah sebagaimana ajaran para Wali Songo.
Kelima, NU menjadi penyokong utama beragam agenda pemerintah, terutama terkait isu radikaisme beragama di Indonesia, dan secara gemilang berhasil menjadi representasi Islam rahmatan lil alamin bagi dunia luar.
Berharap semua pencapaian itu tak membuat NU berpuas diri, Sa'dullah mengungkapkan sejumlah harapannya untuk organisasi tersebut di masa mendatang.
Menurutnya, banyak hal yang harus dilakukan oleh NU dalam menyongsong abad kedua.
"Pertama, meski secara kuantitas menjadi mayoritas, namun faktanya NU masih memiliki banyak kelemahan baik di bidang ekonomi maupun Sumber Daya Manusia terutama terkait domain riset dan teknologi. Era dimana teknologi digital menjadi primadona, adalah sebuah keniscayaan bagi NU untuk melakukan pemberdayaan ummatnya di ranah ini," kata dia.
Kedua, meski selalu berperan penting dalam setiap peristiwa politik di Tanah Air, tetapi secara politik NU kerap ditinggal ketika berbicara sharing kekuasaan.
Dalam setiap Pemilu, suara NU selalu laku di pasaran para caleg mapun kandidat di eksekutif, tetapi setelah itu NU sering ditinggalkan. Pengecualian adalah sosok KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang berhasil menjadi Presiden RI ke-4.
Ketiga, mengubah asumsi bahwa pesantren hanya melahirkan ulama yang menguasai kitab kuning dan memimpin tahlil atau ritual keagamaan. Ke depan, pesantren harus mulai memikirkan kurikulum yang berorientasi pada penguasaan teknologi informasi bagi para santrinya.
"Keempat, meski telah berkembang pesat dan kaum nahdliyyin tersebar di mana-mana, namun basis massa NU tetap adalah warga pedesaan sebagaimana Islam tradisional berada. Secara ekonomi, masih berada di kelas menengah ke bawah sehingga pekerjaan besar ke depan adalah menciptakan para saudagar baru di NU," tutup dia. (dil/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif