SAS Institute Dorong Santri Berperan dalam Transformasi Energi

Jumat, 21 Oktober 2022 – 21:02 WIB
Ribuan santri menggelar istigasah Hari Santri di Alun-Alun Rangkasbitung, Lebak. Foto: Antara

jpnn.com, JAKARTA - Dalam komitmen Paris Agreement 2016, Presiden Joko Widodo berkomitmen untuk mencapai target 23 persen bauran energi EBT pada 2025. Hal inilah yang mendorong kuat lahirnya Perpres No. 112 Tahun 2022 dan RUU EBT.

Bersamaan dengan itu, Kementerian BUMN juga mendorong kepada lintas perusahaan untuk mulai berbasis energi hijau.

BACA JUGA: SAS Institute Nilai Pengalihan Subsidi BBM Bukan Solusi

Sebagaimana juga diketahui publik, pada 18 Oktober lalu terjadi kesepahaman antara delapan BUMN mengenai Net Zero Emission 2060. Ini diharapkan juga mempercepat target 23 persen bauran energi campuran EBT.

Menteri BUMN Erick Thohir pada kesempatan yang sama, mendorong agar BUMN memiliki komitmen kuat menuju energi hijau.

BACA JUGA: SAS Institute: Kritik Kiai Said Bukan Sikap Antipemerintah

“Kami berharap para BUMN dapat menjalani prinsip ekonomi hijau dalam bertransformasi dan menjadi contoh baik bagi masyarakat Indonesia,” papar Menteri Erick Thohir pada acara tersebut.

Said Aqil Siroj Institute sebagai salah satu lembaga yang memperjuangkan masyarakat pesantren menilai sikap pemerintah sebagai momentum positif.

BACA JUGA: Kiai Said Puji dan Kecam Jokowi dalam Satu Ceramah, SAS Institute: Autokritik Kebangsaan

Deputi Kajian SAS Institute Abi Rekso melalui kajiannya mendorong masyarakat pesantren agar terlibat transformasi energi nasional.

Dirinya menegaskan, menjelang Hari Santri Nasional masyarakat pesantren perlu agresif agar terlibat atau dilibatkan dalam transformasi energi nasional.

Dalam kajiannya Abi Rekso mengambil contoh China sebagai salah satu kekuatan baru energi.

"Ada tiga kunci sukses China yang bisa jadi buah pelajaran. Pertama, arah politik energi yang disiplin dan asertif. Kedua, mega proyek EBT sebesar 450 GW, yang terpusat di 5 provinsi prioritas. Ketiga, hingga 2022 pemerintah China tercatat mensubsidi dan membiayai proyek EBT sebesar USD 60 miliar. Inilah tiga pilar kesuksesan China dalam transformasi energi hijau,” Jelas Abi Rekso.

Abi menekankan jika belajar dari China, bukan tidak mungkin Indonesia juga mampu melakukan lompatan. Lebih-lebih pemerintah secara maksimal melibatkan masyarakat pesantren.

Menurutnya, kedepan pengembagan EBT bukan saja bergantung pada modal dan teknologi. Namun juga kesediaan lahan yang luas dan partisipasi masyarakat. Teorinya, semakin luas partisipasi publik makan akan semakin cepat tercapai target 23% bauran energi.

“Dalam draft terakhir RUU EBT termaktub BAB XIII Partisipasi Masyarakat Pasal 38, pasal ini bisa kita maknai sebagai jalan masuknya masyarakat pesantren dalam transformasi EBT. Insyaallah SAS Institute akan menjadi lembaga yang terus mendorong keterlibatan masyarakat pesantren dalam transformasi energi nasional,” tutup Abi Rekso. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler