Satgas Beri Informasi soal Vaksin Covid-19

Rabu, 07 Oktober 2020 – 18:33 WIB
Wiku Adisasmito. Foto: Muchlis Jr - Biro Pers Sekretariat Presiden

jpnn.com, JAKARTA - Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito memastikan vaksin yang bakal disuntikkan kepada masyarakat sudah melalui beberapa tahap uji klinis hingga dinyatakan aman.

Baik itu yang dikembangkan kerja sama dengan negara lain maupun Vaksin Merah Putih yang sedang dikembangkan pemerintah.

BACA JUGA: Ini 4 Tahap Cuci Tangan yang Benar untuk Mengusir Covid-19

Pemerintah sendiri menargetkan vaksin Covid-19 tersedia dan terjangkau untuk masyarakat pada 2021.

Pemerintah sedang berupaya menyelesaikan uji klinis vaksin yang nantinya akan disuntikkan kepada jutaan masyarakat Indonesia.

BACA JUGA: Satgas Covid-19 tak Pengin Ada Klaster Baru dari Unjuk Rasa Tolak UU Cipta Kerja

Saat ini Indonesia melalui Bio Farma - Sinovac dan proses uji klinis fase 3 di Bandung.

Kedua, kerja sama Kimia Farma - G42 Uni Emirat Arab di mana uji klinis fase 3 dengan target subjek 22 ribu orang.

BACA JUGA: Satgas Covid-19 Sebut Penurunan Kasus Corona Tergantung Kedisiplinan Bersama

Dan ketiga kerja sama PT Kalbe Farma - Genexine Korea sedang uji klinis fase 1 dan 2A di Korea dengan 60 subjek.

"Vaksin yang nantinya masuk ke Indonesia harus dipastikan secara data dan penelitian aman bagi masyarakat. Pengembangan vaksin umumnya butuh waktu dan proses yang cukup panjang," ungkap Wiku dalam sebuah siaran di kanal YouTube Sekretariat Presiden.

Tahapannya dimulai dari penelitian dasar di mana ilmuwan menelusuri mekanisme potensial berdasarkan ilmu sains biomedis.

Kemudian vaksin akan dibuat dalam jumlah terbatas untuk bisa memasuki uji praklinis dan uji klinis tahap 1, 2 dan 3.

Secara rincinya dalam tahap uji praklinis dilakukan studi sel di laboratorium yaitu studi in Vitro dan in Vivo untuk mengetahui keamanan bila diujikan pada manusia.

Setelah itu baru memasuki uji fase 1 di mana vaksin diberi kepada sekelompok kecil orang untuk melihat respons imunitas dan kekebalan yang dipicu.

"Pada fase 2, vaksin diberikan pada ratusan orang sehingga para ilmuwan dapat mempelajari lebih lanjut tentang dosis yang tepat. Pada fase 3, vaksin diberikan pada ribuan orang untuk memastikan keamanannya termasuk efek samping yang jarang terjadi dan keefektifan ya. Uji coba ini melibatkan kelompok kontrol yang diberi placebo, artinya kelompok kontrol adalah masyarakat yang disuntik tapi tidak dengan vaksin," kata Wiku.

Melalui proses uji klinis ilmuwan dapat mengetahui apakah vaksin menimbulkan efek samping atau tidak, mengingat belum ada vaksin Covid-19 yang lulus uji klinis tahap 3, kewaspadaan dan monitoring terhadap keamanan vaksin terus dilakukan.

Wiku juga menjelaskan terkait risiko Antibody-dependant enhancement (ADE) adalah suatu kondisi reaksi tubuh karena antibodi tubuh melawan antigen yang berupa virus atau bakteri.

Terkait efek samping ini sejauh ini hanya ditemukan pada penyakit dengue dan sejenisnya dan tidak pada virus lain. Fenomena ADE hanya terlihat pada Mers, Sars, Ebola, HIV, semata-mata ditemukan in silico dan in Vitro, dan tidak menggambarkan fenomena di manusia.

Fenomena ADE untuk Sars Cov-2 katanya sudah diselidiki sejak percobaan praklinis hingga dinyatakan aman dan baik. Namun karena adanya perbedaan antara hewan percobaan dan manusia, tentu risiko ADE pada manusia harus diinvestigasi.

Inilah pentingnya uji klinis melalui semua fase, jika sudah lolos fase 3 dan memberikan laporan yang baik, maka kandidat vaksin bisa meminta persetujuan edar dari lembaga pengawas. Pemerintah dalam hal ini tidak akan terburu-buru dan berpegang teguh pada data hasil uji," kata Wiku.

Diketahui dari sumber WHO.Draft Landscape of Covid-19 candidate vaccines yang diperbaharui per 2 Oktober, ada sepuluh vaksin yang masuk ke dalam tahap 3 uji klinis.

Pertama, Sinovac. Kemudian Wuhan Institute of Biological Product atau Sinopharm.

Ketiga, Johnson Pharmaceutical Companies. Lalu ada Kansino Biologic Incorporated atau Beijing Institute of Biotechnology.

Kemudian yang ke-5, Gamalea Research Institute, kemudian Beyond Tech atau Fossum Pharmaficer, lalu ada University of Oxford atau Astrazeneka,

Kemudian ada Novavac, lalu Moderna atau NIAID dan ke-10 ialah Beijing Institute of Biological Product atau Sinopharm. (ista/qq/vjy)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Adek

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler