jpnn.com, JAKARTA - Kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 dinilai mengkhawatirkan. Sebab, pemerintah sendiri juga tidak yakin dengan target pendapatan yang ditetapkan.
Hal itu terlihat pada RAPBNP 2017 yang diajukan ke DPR sebesar Rp 2.111,4 triliun. Namun pemerintah sendiri tidak yakin, sehingga mengajukan outlook RAPBNP 2017 menjadi Rp 2.077,0 triliun.
BACA JUGA: Penyederhanaan Struktur Cukai Dinilai jadi Solusi APBN
"Baru pertama dalam sejarah, pemerintah mengajukan rencana belanja negara namun pemerintah sendiri tak yakin dengan yang diajukan," kata Ketua Umum PP Satuan Relawan Indonesia Raya (Satria) Gerindra, Moh Nizar Zahro.
Pernyataan tersebut dikemukakan dalam seminar yang diadakan PP Satria bertajuk "APBNP 2017: Akankan Berujung Impeachment?" di kawasan Kramat Pela Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (26/7).
Hadir sebagai pembicara di forum itu ekonom Fuad Bawazier dan Ketua Badan Kajian Strategis DPP Partai Gerindra Yusuf AR.
Dijelaskannya, belanja negara dalam outlook RAPBNP 2017 turun Rp 3,5 triliun menjadi sebesar Rp 2.077,0 triliun dari target APBN 2017 sebesar Rp 2.080,5 triliun.
Walaupun belanja negara turun, terjadi pelebaran defisit Rp 32,7 triliun menjadi sebesar Rp 362,9 triliun (2,67% PDB) dari target defisit APBN 2017 sebesar Rp 330,2 triliun (2,41% PDB). Itu terjadi karena target Pendapatan Negara turun Rp 36,2 triliun.
Karena itu dia berharap angka defisit bisa tetap dijaga di bawah 3 persen dari PDB. Nizar juga menyarankan sejumlah solusi yang bisa ditempuh.
Antara lain langkah pemerintah untuk penambahan utang harus dikaji ulang, mengingat tingkat penyerapan anggaran nasional masih di bawah 40 persen.
Sebaliknya, pos anggaran yang tidak efektif dan yang susah diserap harus direlokasi untuk menutup defisit anggaran.
"Kami berharap defisit anggaran tidak melebihi tiga persen PDB, karena jika itu terjadi maka pemerintah telah melanggar UU Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Keuangan Negara, dan (presiden) bisa diimpeachment," pungkas politikus asal Madura ini.(fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam