Satu Sekolah Tak Lulus Unas, SMA Abadi di Jakarta Akhirnya Ditutup

Demi Menyambung Hidup, Wakasek pun Jadi Tukang Ojek

Kamis, 26 Mei 2011 – 08:08 WIB
Papan nama SMA Abadi di Penjaringan, Jakarta Utara.

Kondisi SMA yang memprihatinkan tidak hanya ada di kawasan pelosok atau terpencilDi Jakarta pun ada

BACA JUGA: Tingkah Para Bintang Porno Asing ketika Main Film di Indonesia

SMA Abadi, misalnya
Selain kondisi sekolah yang mengenaskan, tahun ini semua murid kelas XII di sekolah itu tak lulus ujian nasional (unas)

BACA JUGA: Tujuh Tahun Daniel Rudi Sutradarai Film Dokumenter tentang Terorisme



M
Hilmi Setiawan - Jakarta

TERNYATA, nasib SMA yang terletak di Jalan Cupang, Teluk Gong, Penjaringan, Jakarta Utara, itu tak seabadi namanya

BACA JUGA: Putu Maitri, Peraih Nilai Unas Tertinggi Nasional untuk SMA

Tahun ini SMA itu diputuskan untuk ditutup
   
SMA Abadi berada di kompleks milik Yayasan Pengembangan Pendidikan Islam Panji Muslimin Indonesia (YAPMI)Di kompleks itu juga ada sekolah lainYaitu, SMA Mutiara Hati, yang menampung anak dari keluarga bekas gusuran di kawasan PluitKondisi kedua sekolah menengah atas itu tidak berbeda: sama-sama memprihatinkan.

Khusus SMA Abadi lebih menyedihkanTahun ini sekolah yang berdiri pada 1985-1986 itu ditutup karena tujuh siswa kelas XII yang mengikuti unas 2011 dinyatakan tidak lulusSaat Jawa Pos ini berkunjung, kondisi SMA Abadi sepiSekilas, dari luar gedung sekolah tersebut seperti matiTidak difungsikan lagiApalagi, tepat di samping gerbang masuk sekolah sudah digunakan sebagai tempat bermukimAneka pakaian basah dijemur di samping gerbang masuk

Lebih ke dalam lagi, baru terlihat beberapa siswaTapi, mereka adalah siswa SMA Mutiara Hati.
   
SMA Abadi berada di lantai dua kompleks pendidikan YAPMITangga ke lantai dua lumayan lebar, tetapi lantainya cukup kotor, tidak terawatKondisi serba terbatas juga tampak di ruang guruDi sekolah itu terdapat 10 guru, termasuk kepala dan wakil kepala sekolahTetapi, hanya ada 5 meja-kursi guruIni berarti guru harus duduk bergantian kalau semuanya masukSelain itu, ada satu sofa siku yang sudah kusam"Ya, beginilah kondisi kami," kata Wakil Kepala SMA Abadi Afgani Syam.
   
Jangan membayangkan di kantor ini ada sejumlah komputer yang mendukung kinerja guruPerangkat komputer di sekolah itu hanya ada satu unitItu pun kondisinya sudah rusakAfgani mengaku belum sempat membetulkan komputer tersebut, karena masih shock dengan angka kelulusan di sekolahnya.

Rak buku yang biasanya menghiasi ruang guru masih bisa ditemukanTapi, rak tersebut cukup kecilRak itu hanya digunakan untuk menaruh buku besar nomor induk siswa, absensi guru, buku paket, dan beberapa buku lembar kerja siswa (LKS).

Di dinding ruang guru tidak terpampang foto Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Boediono layaknya di sekolah-sekolahYang ada, hanya foto hitam putih Syamsuddin Syam, pendiri YAPMI sekaligus orang tua AfganiDia menuturkan, foto itulah yang selalu membuatnya bersemangat mengajar, meski jumlah siswa terbatas.
   
Afgani lantas mengajak Jawa Pos mengunjungi kelas-kelas untuk kegiatan belajar mengajar (KBM)Kondisinya samaSeluruh bangku belajar siswa tidak terawat dan kusamSebab, sejak terbit keputusan penutupan oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta, tidak ada lagi aktivitas KBM.

Di sekolah itu juga tidak ada perpustakaan dan laboratoriumAfgani yang kebetulan mengajarkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), mengalami kesulitan saat harus praktikDia mengaku, hampir seluruh pelajaran yang dia sampaikan adalah materi tekstual, tanpa praktik.

Sambil menikmati secangkir kopi susu di ruang guru, Afgani lantas bertutur panjang tentang kondisi sekolahnyaBapak tiga anak itu menjelaskan, dirinya adalah alumnus SMA Abadi"Saya lulus 1996Saat itu satu kelas jumlahnya masih 43 siswa," kenang Afgani.

Dalam perkembangannya, siswa yang belajar di SMA Abadi menurun drastisPemicunya, sekolah ini tidak lagi mampu mengurus akreditasiAfgani mengaku, terakhir mendapatkan akreditasi dengan status diakui pada 2004Karena tidak bisa mengurusnya, status akreditasi sekolah ini jatuh menjadi hanya terdaftarNomor induk sekolah (NIS) ini adalah A.02024021.

Pria kelahiran Jakarta, 25 April 1978 itu menuturkan, keterbatasan dana membuat pihak yayasan dan sekolah tidak mendaftarkan akreditasiDari beberapa informasi yang dia kumpulkan, biaya akreditasi sekolah untuk tingkat SMA minimal Rp 10 juta"Belum lagi setiap ada tim yang menyurvei, pasti harus diamplopi," tuturnya.

Dia mengaku sudah tahu risiko dengan tidak mendaftarkan akreditasi sekolahYaitu, jumlah siswa bakal menurunMeski begitu, dia mengaku tetap berpromosi untuk menjaring siswa baruCaranya mulai menyebar brosur hingga promosi door to doorPada brosur yang dibuat, status akreditasi sekolah tidak dicantumkan.

Data terakhir, siswa kelas XII SMA Abadi berjumlah tujuh orangEnam laki-laki dan satu perempuanUntuk kelas XI dan X, masing-masing dua orangJadi, satu sekolah hanya ada 11 murid

Tanpa malu-malu Afgani menuturkan bahwa setiap siswa ditarik SPP Rp 100 ribu setiap bulanJadi, per bulan dana yang terkumpul Rp 1.100.000Pemasukan lain adalah uang masuk Rp 500 ribu per siswaSementara itu, biaya operasional yang dikeluarkan sekolah setiap bulan tidak kurang dari Rp 4 jutaJumlah itu termasuk untuk listrik, gaji guru, dan pengurus yayasan.

Pengeluaran tersebut, antara lain, untuk gaji guru Rp 300 ribu per bulanSelain itu, ada tagihan listrik dan honor pengurus yayasanUntuk menyiasati kondisi besar pasak daripada tiang itu, yayasan memiliki beberapa unit usahaDi antaranya lembaga bimbingan belajar (LBB) yang secara intensif membimbing komputer
Sesekali, LBB ini dijadikan laboratorium SMA AbadiSelain itu, yayasan menyewakan halaman sekolah untuk dijadikan tempat usaha oleh masyarakatMisalnya sebagai warung dan tempat percetakan"Semua tidak masalahJika dari siswa saja tidak cukup," tandas sarjana akuntansi di STIE Dr Moechtar Talib Jakarta itu.

Gaji guru di SMA Abadi memang jauh dari layakSebagai perbandingan, upah minimum provinsi (UMP) di DKI Jakarta mencapai Rp 1.290.000Imbas dari kondisi tersebut, para guru tidak fokus mengajar

Afgani sendiri mengatakan, para guru yang mengajar di SMA Abadi lebih tepat disebut beribadah daripada bekerja"Setelah mengajar, ada yang bekerja atau mengajar di sekolah lain," tandasnya.

Begitu pula dirinyaSelain mengajar, Afgani menjadi sales peralatan audio mobilBukan hanya ituUntuk menghidupi istri dan ketiga anaknya, dia juga menarik ojek"Ya, yang ngojek ke saya biasanya teman-teman dekat," tutur Afgani sedikit mengelak.

Kondisi itulah yang dia sebut memengaruhi kualitas belajar siswaMeskipun delapan dari sepuluh guru bertitel sarjana, mereka sulit fokus mengajarAfgani lantas menyeletuk, kepala SMA Abadi saja masih berijazah SMA"Ayatullah (kepala SMA Abadi, Red) sekarang sedang skripsiInsya Allah wisuda Oktober tahun ini," tandas Afgani.

Kabar angka kelulusan nol persen diterima Afgani dari Ayatullah pada Sabtu 14 MeiSementara pengumuman kelulusan dijadwalkan Senin 16 MeiSaat menerima kabar tersebut, Afgani mengaku kagetMeskipun awalnya sempat pesimistis, dia tidak menyangka bahwa seluruh siswanya gagal total.
   
Nilai rata-rata terbaik yang didapat siswa SMA Abadi sebesar 5,3"Hanya ada dua siswa yang mendapatkan nilai terbesar itu," tuturnya

Nilai yang paling hancur para siswa adalah matematikaRata-rata nilainya hanya satu koma sekianNilai yang cukup bagus hanya di bahasa Indonesia dengan rata-rata enam koma sekian.

Mengetahui angka kelulusan seperti itu, Afgani mengaku harus menjaga perasaan siswaUntuk itu, dia langsung memanggil seluruh siswa pada Minggu 15 Mei laluDia tidak perlu menggunakan undangan untuk memanggil seluruh siswanyaCukup lewat SMSSebab, seluruh nomor siswa kelas XII sudah tersimpan di HP Afgani.

Saat dikumpulkan di ruang guru, para siswa tadi tidak berlebihan mengekspresikan kekecewaan"Tidak ada yang menangis," tutur AfganiDia juga sempat bertanya kepada siswa, bagaimana jika nanti ditanya siswa dari sekolah lain"Mereka malah bilang tetap mengaku lulus dan ikut konvoi," tutur AfganiJawaban para siswa itu cukup menghibur Afgani yang sudah diselimuti kekecewaan.

Kini keputusan penutupan sekolah itu sudah ditetapkanAfgani yang juga sekretaris yayasan tidak bisa berbuat apa-apaDia menyerahkan seluruh keputusan tersebut kepada panitiaEmpat siswa (kelas X dan XI) terpaksa dimasukkan ke SMA Mutiara Hati yang masih satu kompleks"SMA Mutiara Hati ini murni sekolah kejar paketJadi, ijazah mereka nanti Kejar Paket C," katanya.

Asa belum padam di benak AfganiSebagai generasi penerus pendiri yayasan, dia tetap optimistis ada jalan keluar untuk menghidupkan kembali SMA AbadiDia mengatakan, jika alasan penutupan adalah capaian kelulusan dan jumlah siswa yang sedikit, dinas pendidikan setempat bisa membantu mencarikan jalan"Tapi kondisinya sekarang, kami harus tutup," ujar Afgani(wan/c2/kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Geram Kelompok 78, Wartawan Lempari Televisi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler