jpnn.com - Setelah mengisolasi Yaman, Arab Saudi melancarkan serangan mematikan ke negeri berpenduduk sekitar 26 juta jiwa tersebut. Selasa waktu setempat (7/11), sedikitnya 30 nyawa melayang akibat serangan udara koalisi Saudi pada 16 titik berbeda di Desa Hiran, Provinsi Hajjah. Sepuluh korban tewas berasal dari satu keluarga.
Hussain Al Bukhaiti, aktivis Houthi, mengatakan bahwa aksi udara koalisi Saudi itu berlangsung seharian. Tepatnya mulai Selasa dini hari sampai sekitar pukul 17.00 waktu setempat.
BACA JUGA: Israel Geledah SD Palestina, Siswa Ketakutan sampai Ngompol
’’Selepas tengah malam, jet tempur koalisi Saudi membombardir rumah Sheikh Hamdi. Pendukung setia Houthi itu tewas bersama anggota keluarganya yang lain,’’ katanya mengutip kesaksian beberapa warga setempat.
Sampai serangan berakhir pada petang hari, mayat-mayat korban masih bergelimpangan di lokasi kejadian. Menurut Bukhaiti, warga sipil dan para sukarelawan tidak berani mengevakuasi para korban karena parahnya kerusakan yang ditimbulkan. Selain itu, masyarakat setempat belum yakin bahwa serangan benar-benar usai pada Selasa petang.
BACA JUGA: Trump Tawarkan Masa Depan Lebih Baik kepada Kim Jong-un
Foto-foto pasca serangan udara koalisi Saudi itu bertebaran di internet pada Selasa malam. Rata-rata berupa gambar puing, reruntuhan, dan mayat-mayat yang tergeletak di sekitarnya.
Melalui Al Masirah, stasiun televisi Yaman yang dikelola Houthi, kelompok pemberontak Yaman itu menyebutkan bahwa sepuluh korban tewas adalah paramedis. Namun, kebenaran laporan tersebut belum bisa dipastikan.
BACA JUGA: Tak Didengar Duterte, Pensiunan Jenderal Pilih Mundur
Koalisi Saudi sengaja menarget provinsi di wilayah utara Yaman itu karena di sanalah pemberontak Houthi bercokol. Kelompok pemberontak yang bersekutu dengan pasukan setia mantan Presiden Ali Abdullah Saleh tersebut juga menguasai Kota Sanaa, ibu kota Yaman, dan beberapa kawasan lain di wilayah tengah.
Dari lokasi-lokasi itu, Houthi menggalang kekuatan dan merancang strategi untuk mengembalikan Saleh ke kursinya.
Di sisi lain, Saudi dan sekutunya berusaha mengukuhkan kekuasaan Presiden Abd. Rabbuh Mansur Hadi sebagai kepala negara Yaman. Sebab, pemimpin 72 tahun yang kini berada di Negeri Petrodolar tersebut merupakan presiden baru Yaman yang kekuasaannya diakui dunia.
Sayangnya, pemberontak Houthi dengan Komite Revolusi-nya menentang keras keputusan tersebut.
Bersamaan dengan aksi militer Saudi dan koalisinya itu, Muhammad Ali Al Houthi, pemimpin tertinggi Houthi, menawarkan suaka kepada ’’musuh’’ Pangeran Muhammad bin Salman.
Musuh yang dimaksud adalah pangeran-pangeran Saudi yang menjadi target razia antikorupsi sang putra mahkota tersebut.
’’Kami siap memberikan suaka kepada seluruh anggota keluarga Al Saud atau siapa pun warga Saudi yang merasa terancam,’’ terang salah seorang perwakilan Komite Revolusi.
Dia lantas menegaskan bahwa Houthi menawarkan perlindungan itu secara tulus, tanpa muatan apa pun. Hal yang sama diungkapkan Abdel Malik Al Houthi, tokoh pemberontak sekaligus sepupu Muhammad Ali Al Houthi.
Menyusul sebelas pangeran, empat menteri, dan beberapa pejabat serta mantan pejabat pemerintahan yang diamankan dalam razia antikorupsi Minggu (5/11), Saudi kembali menangkap sejumlah tokoh lainnya.
’’Beberapa kerabat mendiang Pangeran Sultan bin Abdulaziz juga diamankan,’’ kata sumber Reuters. Mereka yang ditangkap belakangan itu disebut-sebut menyalahgunakan kekuasaan.
Razia antikorupsi yang mengguncang Saudi dan membuat dunia khawatir itu mau tak mau ikut memengaruhi perekonomian regional dan internasional.
Sebab, mereka yang ditangkap adalah pebisnis-pebisnis besar dan para pemilik modal. Kemarin (8/11) Muhammad bin Salman dan bank sentral Saudi berusaha menenangkan rakyat.
’’Semua itu tidak ada hubungannya dengan bisnis dan perdagangan,’’ kata sang putra mahkota.
Saudi membekukan aset dan rekening bank para pangeran serta tokoh yang terjaring razia antikorupsi. Jumlahnya sekitar 1.700. Selain Pangeran Alwaleed bin Talal yang tercatat sebagai chairman Kingdom Holding, pelaku bisnis lain yang diamankan adalah Nasser bin Aqeel Al Tayyar (pendiri Al Tayyar Travel) dan Amr Al Dabbagh (chairman Red Sea International).
Dari Washington, Amerika Serikat (AS) mengecam penembakan rudal balistik oleh Houthi ke Saudi. Nikki Haley, duta besar AS untuk PBB, mengajak dunia menegur Iran. AS yakin, Iran-lah yang memasok senjata bagi para pemberontak Houthi.
’’Garda Revolusi Iran telah melanggar dua resolusi sekaligus. Kami imbau kepada seluruh negara PBB untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap Iran,’’ ujarnya. (AP/Reuters/BBC/CNN/hep/c19/any)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Beraksi di Kabul, ISIS Sasar Jurnalis
Redaktur & Reporter : Adil