jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, pihaknya sudah menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) dugaan memalsukan surat pada Rabu (8/11).
Dia siap dipanggil Bareskrim Polri untuk kasus yang dilaporkan pengacara Setya Novanto, Sandy Kurniawan itu.
BACA JUGA: Pak Jokowi Harus Selamatkan KPK dari Setya Novanto
”Ya paling juga saya nggak dihukum mati,” ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, kemarin (9/11).
Surat yang menjadi objek kasus itu berkaitan dengan permintaan pencegahan ke luar negeri (LN) untuk Setnov pada 2 Oktober lalu.
BACA JUGA: Polisi Garap Dua Pimpinan KPK, Begini Reaksi Wiranto
Dokumen itu dikirim KPK ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.
Terkait hal itu, Saut menegaskan tidak ada yang salah dalam prosedur permintaan pencegahan itu. Surat keimigrasian tersebut ditandatangani oleh Saut setelah mendapat persetujuan dari 4 pimpinan KPK lain.
BACA JUGA: Pak Jokowi, Please Dongkel Novanto demi Selamatkan Golkar
”Ya sudah (sesuai prosedur) dong. Itukan pimpinan yang lain juga harus setuju,” papar mantan anggota Badan Intelijen Negara (BIN) tersebut.
Saut bakal berkoordinasi dengan Polri terkait penyidikan kasus tersebut. Pihaknya ingin mengecek dan menyeimbangkan (check and balance) informasi seputar kasus itu.
Bila KPK memang salah dalam penerbitan surat tersebut, Saut menyatakan lembaganya siap dikoreksi. ”Mengoreksinya dengan hukum, dengan undang-undang, dengan aturan,” terangnya.
Saut juga menegaskan, setiap produk surat yang ditandatangani pimpinan merupakan persetujuan kelima komisioner.
Setiap keputusan, khususnya bidang penindakan, juga diambil berdasar masukan dari bawah. Terutama direktorat penyidikan.
”Masa sih saya berani tanda tangan surat kalau nggak disetujui oleh pimpinan yang lain, kalau nggak dikasih masukan dari teman-teman di bawah.”
Ketua KPK Agus Rahardjo juga mengakui sudah menerima SPDP dari Bareskrim Polri. Hanya, dia mengakui belum tahu isi materi laporan.
Dia memastikan bahwa pihaknya bakal berkoordinasi dengan Polri untuk mencari jalan tengah persoalan tersebut.
”Kami percaya Polri akan profesional dan tentu harapannya tetap memiliki komitmen pemberantasan korupsi yang kuat,” ungkapnya.
Dia menyatakan perlawanan kubu Setnov itu tidak mempengaruhi penanganan kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Sejauh ini, pemeriksaan saksi terus dilakukan.
Kemarin, KPK memeriksa istri Andi Narogong, Inayah. KPK juga menahan Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo.
”Nanti setelah koordinasi dengan penindakan, selesai penyidikan ini akan kami sampaikan secara lebih lengkap (perkembangan korupsi e-KTP),” terangnya.
Agus memastikan proses penyidikan baru e-KTP telah dimulai. ”Kami berharap Polri tetap memiliki komitmen yang kuat, termasuk dukungan terhadap operasional KPK dalam penanganan kasus-kasus korupsi, termasuk e-KTP,” imbuhnya.
Disisi lain, Kapolri Jenderal Tito Karnavian meminta penyidik Bareskrim berhati-hati dalam mengusut kasus pemalsuan dokument tersebut.
Dia mengaku tidak tahu menahu perihal terbitnya SPDP yang membuat 2 pimpinan KPK berstatus terlapor itu.
”Hari ini (kemarin, Red) saya memanggil penyidik Bareskrim dari Dirtipidum untuk mendengarkan yang terjadi. Karena saya baru pulang dari Solo ini,” ujarnya.
Mantan Kepala Densus 88 Antiteror itu mengaku jika dirinya telah mendengar penjelasan dari penyidik Bareskrim.
Sayang, dia enggan memaparkan apa isi penjelasan tersebut. Dia meminta kepada masyarakat untuk tetap menunggu hasil kajian dari penyidik.
Untuk kepentingan penyidikan, kata Tito, beberapa saksi dihadirkan dan penyidik juga meminta beberapa dokumen dari pelapor. Salah satunya yakni dokumen surat praperadilan.
”Saat ini, total ada tiga orang sebagai saksi yang diperiksa,” terang polisi dengan bintan empat di pundaknya tersebut.
Meski SPDP terbit, ternyata, status pimpinan KPK Agus Rahardjo dan Saut Situmorang belum tersangka. Tito mengklaim hal itu telah dipastikan kepada penyidik. ”Saat ini, status keduanya masih terlapor,” ungkapnya.
Selain Agus dan Saut, kubu Setnov ternyata juga melaporkan Direktur Penyidikan KPK Brigjen Aris Budiman dan beberapa penyidik KPK terkait pemalsuan surat itu.
Dia menambahkan, SPDP dibuat dan ditembuskan ke kejaksaan, pelapor, dan terlapor (Agus dan Saut). Penerbitan SPDP dinilai Tito adalah hal yang wajar.
Menurutnya, penyidik wajib menerbitkan SPDP karena kasus yang dilaporkan berkaitan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). ”Penyidik wajib menerbitkan SPDP ketika memulai suatu proses penyidikan juga,” jelasnya.
Kepala Bagian Humas dan Umum Dirjen Imigrasi Agung Sampurno memastikan bahwa pengiriman surat perintah pencegahan Setya Novanto dari KPK sudah sesuai prosedur. Surat tersebut dikirimkan langsung oleh petugas KPK. Bukan melalui kurir atau tukang antar yang tidak resmi.
"Petugas yang mengirimkan surat itu sudah dikenal. Sudah biasa ketemu," kata Agung kepada Jawa Pos, kemarin (9/11).
Imigrasi, menurut Agung, tidak dalam posisi mengecek keaslian surat dari KPK itu. Selain karena sudah kenal dengan pengantar surat, pihaknya juga mempertimbangkan bahwa KPK juga sudah merilis kebijakan pencegahan pada Novanto. "Kan ada press rilis juga dari KPK saat itu," ungkap dia.
Dia menyebut surat perintah pencegahan dari KPK itu dikirim ke imigrasi pada 2 Oktober. Pada hari yang sama Imigrasi langsung mengeluarkan daftar cegah dan dikirimkan ke semua pintu keluar Indonesia.
"Sesuai aturan surat diterima pada kesempatan pertama langsung harus masuk ke sistem pencegahan," tambah dia.
Selain itu, Dirjen Imigrasi juga sedang menghadapi gugatan Novanto terkait surat pencegahan terhadap Ketua DPR itu.
Agung menuturkan sudah dua kali sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Sidang pertama diminta untuk perbaiki gugatan. Sidang kedua pengajuan perbaikan materi gugatan.
"Selasa (14/11) depan sidang terbuka pertama," ungkap Agung. Imigrasi optimistis bisa memenangkan gugatan atas surat nomor IMI.5.GR.02.05-3.0656, tanggal 2 Oktober 2017, Perihal Pencegahan ke Luar Negeri dan Penarikan Sementara Paspor RI An. SETYA NOVANTO.
Agung yang juga terlibat dalam tim untuk menangani gugatan itu menuturkan bahwa dalam pencegahan imigrasi hanya mengekseskusi saja.
Sedangkan pemberi perintah adalah lembaga lain dalam hal ini KPK. Nah, dalam undang-undang keimigrasian disebutkan bahwa yang bertanggungjawab pada pencegahan itu adalah pihak yang memerintah. "Selama dua kali sidang pihak penggugat diwakili kuasa hukum," tambah dia. (tyo/sam/jun/bay)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Setya Novanto Dianggap Kelewat Batas, GMPG Surati Jokowi
Redaktur & Reporter : Soetomo