SURABAYA - Calon presiden Prabowo Subianto secara khusus bertandang ke redaksi Jawa Pos (Induk JPNN.com), Kamis (29/5) malam. Dari Solo, menumpang jet pribadi, Prabowo terbang ke Surabaya. Setelah berdiskusi bersama awak redaksi sekitar 2,5 jam, jenderal 63 tahun tersebut langsung balik ke Jakarta.
Dalam kesempatan tersebut, Prabowo juga didampingi wakil partai koalisi, antara lain, Ketua Tim Pemenangan Moh. Mahfud M.D., Viva Yoga Mauladi (PAN), M. Romahurmuziy (PPP), Anis Matta, Fahri Hamzah (PKS), Nurul Arifin (Golkar), KH Fuad Amin, dan Ali Mochtar Ngabalin.
Diskusi gayeng yang diselingi gelak tawa pun berlangsung. Dengan intonasi tegas, mantan panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) itu bercerita banyak hal, mulai masalah kebangsaan hingga calon ibu negara kelak bila terpilih? Berikut petikannya.
Mengapa ingin jadi presiden?
Selama sepuluh tahun berjuang di bidang politik, saya menjadi tahu banyak hal. Saya ingin melihat keberhasilan bangsa sendiri. Kalau cita-cita proklamasi itu membikin rakyat sejahtera dan melindungi segenap bangsanya. Itu cita-citanya.
Tapi, bagaimana itu sekarang?
Tadi pagi, di meja di rumah saya, ada buku pemberian Ibu Rachmawati Soekarnoputri. Di Bawah Bendera Revolusi. Kalau tidak salah ditulis 1931. Di buku itu Bung Karno sudah menuliskan komoditas-komoditas bangsa. Bung Karno mengelompokkan dengan baik. Semua itu kini mengalir ke luar negeri. Kita hanya jadi sumber bahan baku saja. Ini membuat saya sedih.
BACA JUGA: Tidak Cari Makan di Golkar
Pernah saya ke Sukabumi. Saya bertemu dengan seorang petani yang kaya. Tapi, sekarang dia sudah tidak bertani lagi. Dia jualan barang-barang luar negeri. Dia bilang jadi petani tidak untung. Saya sedih sekali. Kita ini negara besar, luasnya saja setara 27 negara Eropa. Tapi, hidup masih seperti ini. Apakah ini takdir bangsa Indonesia. Saya kira tidak.
Pernyataan Anda terlalu normatif!
Negara saya selama ini tidak kompetitif. Bahkan, tidak produktif. Nasionalisme saya terusik. Kita ini sudah menjadi bangsa kuli. Anda tahu di Bali, hotel punya orang asing. Saya tak membenci mereka. Orang kita hanya jadi satpam. Pelayan!!! (Prabowo lantas berdiri dan menyorongkan air putih di mejanya ke awak redaksi dengan gaya pelayan). Apakah kita semua tidak mungkin makmur. Bahkan batik. Ya, batik kita harus impor. Batik itu. Batik!!! (kembali berdiri dengan suara meninggi).
Banyak kekhawatiran di luar terhadap latar belakang Anda. Salah satunya, seberapa jauh komitmen terhadap kebebasan pers?
Saya percaya prinsip-prinsip demokrasi. Saya percaya bahwa kekuasaan itu akan langgeng apabila didapat dari rakyat secara sah. Terhadap kebebasan pers, saya sangat mendukung. Saya punya komitmen mengenai masalah itu. Saya juga percaya bahwa saya bisa seperti ini karena pers bebas. Tanpa kebebasan pers, tidak akan muncul gagasan-gagasan baru. Saya dukung budaya pers bebas. Namun, ada juga kekhawatiran saya, bahwa kebebasan pers itu akan disalahgunakan. Misalnya, dimanfaatkan kartel-kartel perusahaan.
Mengapa memilih Hatta Rajasa sebagai calon wakil presiden?
Begini, saya tidak lolos 20 persen. Perolehan suara Gerindra hanya 13 persen. Karenanya, saya harus realistis, yakni koalisi. Saya harus bermitra.
Tapi, yang saya salut dan terkesan, banyak jiwa besar di negeri ini. Golkar itu menang 14 persen dan pemenang kedua. Namun, tidak mencalonkan presiden dan wakil presiden. PPP memberikan dukungan tanpa syarat. PKS juga tanpa syarat.
Selama terjun ke dunia politik, Anda mengucurkan anggaran yang besar. Bagaimana cara mengembalikan itu?
Saya selama ini punya filosofi rezeki datangnya dari Tuhan. Kalau mati, itu tidak dibawa. Bahkan, mati pun kita harus telanjang. Kalau rezeki nggak ada itungan. Sejak letnan dua saya sudah teken kontrak memberikan nyawa ini untuk negara. Nggak ada itung-itungannya. Ini murni pengabdian untuk tanah air. Lihat saja, saya ini tentara, bukan yang duduk di belakang meja. Semua orang tahu saya perang di mana-mana. Murni untuk tanah air (nada suara meninggi dengan tangan terangkat).
Ada kesan Anda temperamental sehingga banyak yang khawatir akan lahir rezim totaliter. Anda sepertinya perlu tampil agak lembut?
Tidak mungkin saya diktator atau totaliter itu. Saya dikontrol oleh Anda semua. Saya ini datangnya dari rakyat juga. Kalau mau kudeta, waktu jadi panglima, saya menguasai 34 batalyon, saya bisa melakukan (kudeta), tapi tidak. Saya tegaskan, saya sekarang sama dengan Anda semua. Saya tidak punya pangkat. Saya tidak punya pasukan.
Bagaimana dengan saran mengubah gaya?
(Tertawa panjang) bagaimana ya" Kenapa saya harus mengubah gaya" Ya, saya sudah dari sononya begini. Saya ini Jawa, Banyumas. Keluarnya keras, tapi hatinya sejatinya lembut (kembali tertawa).
Saat di Jawa Tengah, saya dikasih wayang oleh Ki Manteb Sudarsono, Werkudara. Itu artinya, tegas, tapi sejatinya lembut. Baik juga....
Banyak yang penasaran, jika nanti jadi presiden, siapa sebenarnya yang akan menjadi ibu negara?
(Terdiam sejenak) wah repot ya, di sini wartawan semua. Kita lihat saja perkembangan bagaimana. (Sambil bergurau) nanti di koalisi harus dibikin fit and proper test calon ibu negara (kembali tertawa). (git/c10/kim)
BACA JUGA: NU Sepakat Berada Dalam Dua Poros
BACA JUGA: Honorer K2 Bodong Diganti yang Asli
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pulang Umroh Langsung ke RS
Redaktur : Tim Redaksi