'Saya Sempat Terpikir Ganti Muka dengan Suntik Silikon'

Kamis, 17 September 2015 – 06:56 WIB
Mantan Ketua KPK Antasari Azhar. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - SETIAP melewati bangunan kantor notaris bercat putih itu, Antasari Azhar selalu tak lupa berkirim SMS. Yang dituju adalah si pemilik kantor, Handoko Halim. Isinya, permintaan maaf karena tidak bisa mampir.
------------
Gunawan Sutanto, Jakarta
------------
Tapi, itu dulu. Kini mantan ketua KPK tersebut tak perlu lagi berkirim pesan pendek. Sebab, sekarang dia justru berkantor di bangunan yang terletak di Jalan Kyai Soleh Ali 58, Tangerang, tersebut sebagai konsultan.

Ya, sejak 12 Agustus lalu, terpidana pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen itu memang menjalani proses asimilasi atau penyesuaian dengan lingkungan di luar penjara. Kebijakan tersebut dikeluarkan Lapas Kelas I Tangerang karena pria 62 tahun itu telah menjalani 1/2 masa penahanan dan selama ini berkelakuan baik.

BACA JUGA: Antasari Siap Hadapi Persidangan

Tiap hari (Senin sampai Jumat), dia bekerja di luar lapas sejak pukul 09.00 sampai 17.00 dengan pengawalan seorang petugas lapas. Asimilasi itu diberlakukan pihak lapas hingga Antasari mendapatkan hak untuk mengajukan pembebasan bersyarat.

Melihat ayah dua anak itu bekerja di kantor notaris tak ubahnya bertemu dengannya saat masih menjadi pimpinan KPK delapan tahun silam. Nyaris tak ada perubahan dalam penampilan.

BACA JUGA: Sekarang, Rani Juliani Simpanan Polisi

Seperti kebiasaannya dulu, kemarin (16/9) Antasari berkantor dengan menggunakan batik dan menenteng tas kulit merah. Aksesori yang menempel di tubuhnya hanya jam tangan dan dua akik di jari kiri serta kanan.

Kendati berada di dalam tahanan sejak 2009, sebagai mantan Kapuspenkum Kejaksaan Agung dan ketua KPK, wajah Antasari tetap saja mudah dikenali masyarakat. Itulah yang kemudian sempat memunculkan kabar bahwa dia bebas berkeliaran di luar lapas.

Tak jarang orang bertanya, kok sudah bebas dari penjara? "Saya sempat terpikir ganti muka dengan suntik silikon saja biar tidak dikenali orang dan dikejar wartawan terus. Tapi, takut wajah saya nanti jadi bopeng," ujarnya bercanda.

Jadilah dia harus bersabar melayani pertanyaan yang sama berulang-ulang. Kepada tiap orang yang kaget atau penasaran atas "kebebasannya" Antasari menjelaskan bahwa dirinya telah menjalani separo masa penahanan.

Antasari dihukum 18 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 11 Februari 2010. Dia dianggap terbukti bekerja sama dengan pengusaha Sigid Haryo Wibisono untuk membunuh Nasrudin Zulkarnaen.

Atas kasus itu, Antasari menjalani penahanan sejak di Polda Metro Jaya pada Mei 2009. Selama menjalani hukuman itu, Antasari telah menerima remisi 43 bulan 20 hari. Jadi, kini masa hukumannya tinggal sekitar 9 tahun lagi.

Di tengah menjalani penahanan itu, Antasari pernah mengajukan peninjauan kembali (PK) dan grasi ke presiden. PK Antasari sudah ditolak, namun grasinya hingga kini belum dijawab presiden.

Lantaran sempat diisukan bebas keluar penjara, Antasari awalnya tampak ogah-ogahan menerima kedatangan wartawan yang ingin melihat kesehariannya di kantor notaris Handoko Halim. Baru setelah dipancing untuk bercerita atau mengungkapkan kenangannya selama menjabat ketua KPK, dia mulai terbuka untuk berbicara.

Antasari mengaku bisa menjalani asimilasi di kantor notaris karena selama ini kerap dibesuk Handoko. Dia merupakan teman baik Antasari sejak kuliah di Universitas Sriwijaya. "Dulu kami teman belajar bareng. Dia itu yang ngajari saya main tenis," ungkap Antasari.

Saat mendengar mendapat kesempatan asimilasi, Antasari lantas meminta agar bisa bekerja di tempat Handoko. "Saya ini kan orang hukum. Masak asimilasinya mau bekerja di pabrik?" katanya.

Selain itu, selama ini Antasari risau melihat profesi notaris yang kerap terseret ke masalah hukum karena melewatkan pengecekan dalam pembuatan akta jual beli. Menurut dia, memang tidak ada aturan yang menyebutkan notaris harus mengecek objek jual beli. Namun, hal itu justru kerap menimbulkan masalah.

"Makanya, kehadiran saya di sini untuk memberikan masukan kepada notaris maupun para pihak yang akan menghadap ke notaris. Ya, semacam konsultan lah," kata suami Ida Laksmiwati itu.

Handoko mengaku senang bisa bekerja dengan kawan lama. Dia mengungkapkan, selama sang sahabat menjabat di KPK, dirinya tak pernah menemuinya. "Tapi, begitu dia ditahan di Lapas Tangerang, saya sering membesuknya," ujarnya.

Handoko merasa mendapat partner yang tepat. Sebab, background pendidikan dirinya adalah hukum perdata, sedangkan Antasari kaya pengalaman di hukum pidana. "Saya jadi banyak belajar dari masukan-masukan beliau," imbuhnya.

Pertemanan itulah yang sempat membuat Handoko bingung menentukan gaji Antasari. Gaji itu harus tetap diberikan karena mesti disetor ke kas negara.

Akhirnya, setelah berbicara dengan Antasari dan pihak lapas, disepakatilah gaji per bulan yang diberikan Rp 3 juta. "Ini saya tidak bohong. Ada kuitansinya dan sudah saya setor ke kas negara," tegas Antasari sambil menunjukkan selembar kuitansi.

Di tengah perbincangan, tiba-tiba datang satu keluarga yang terdiri atas empat perempuan dan dua laki-laki. Ternyata, mereka sudah punya janji bertemu Antasari untuk berkonsultasi masalah jual beli tanah di daerah Gunung Sindur, Bogor.

Lebih dari sejam Antasari melayani konsultasi keluarga tersebut. Pertemuan itu dilakukan di ruangan yang hanya tertutup kaca bening. Antasari tampak santai melayani konsultasi tersebut. Beberapa kali dia menyalakan rokok kereteknya sambil berdiskusi dengan tamunya.

Setelah menemui keluarga itu, Antasari meminta waktu untuk makan siang. Dia menuju bagian dalam kantor notaris

"Tamu yang saya temui tadi itu tinggal di Jakarta. Tapi, ternyata mereka berasal dari kampung halaman saya, di Bangka Barat," ungkap pria kelahiran Pangkal Pinang, Bangka Belitung, itu setelah selesai makan siang.

Merasa berasal dari daerah yang sama, keluarga tersebut sempat meminta foto bersama. "Gak tahu kenapa mereka mau foto sama saya ya? Kan saya ini masih berstatus narapidana," ujarnya.

Selama sebulan bekerja di kantor notaris Handoko Halim, Antasari kerap mendapati kejadian unik. Pernah suatu hari datang seorang tamu yang punya janji menghadap ke salah seorang notaris di kantor Handoko.

Tamu itu sudah dilayani si notaris. Namun, ketika melihat Antasari datang, tiba-tiba tamu tersebut meninggalkan si notaris itu. Dia meminta waktu agar bisa mengobrol dengan Antasari.

Ternyata, tamu itu curhat bahwa dia baru membeli tanah dan melakukan ikatan jual beli. Tapi, hingga kini dia tak kunjung mendapatkan surat-surat tanah dari si penjual. "Saya bilang, Anda salah alamat. Itu sudah masuk ke penipuan. Akhirnya, saya arahkan dia membuat laporan ke kepolisian," terangnya.

Antasari juga bercerita banyak seputar pengalamannya selama menjabat ketua KPK. Mulai kenangannya bersama para karyawan KPK hingga penanganan sejumlah perkara. Namun, untuk sejumlah pembicaraan tentang perkara, Antasari meminta off the record.

Di kalangan karyawan KPK, mulai office boy hingga pegawai struktural yang pernah berbincang dengan Jawa Pos, Antasari termasuk pimpinan yang meninggalkan banyak kenangan.

Salah satu yang diingat para karyawan adalah saat Antasari marah kepada Sekjen KPK karena ada pelayan yang mengalami keguguran. Ketika itu, Antasari marah karena melihat kondisi pelayan tersebut hamil tua, tapi tak kunjung diberi izin cuti.

Si karyawan outsourcing tersebut kemudian mengalami keguguran. Melihat hal itu, Antasari lantas meminta karyawan urunan membantu biaya perawatan si pelayan tersebut. Rupanya, sumbangan seperti itu tidak diperbolehkan dalam kode etik karyawan KPK.

 "Akhirnya, saya bilang kepada Sekjen, kalau tidak boleh urunan, saya mau tanggung semua biayanya sendiri dengan uang saya. Kalau itu melanggar kode etik, silakan saya disidangkan," kenangnya. Kisah itu juga pernah didapat Jawa Pos dari salah seorang karyawan KPK.

Antasari merasa beberapa hal menyangkut kode etik KPK memang kerap menimbulkan dilema. Dia juga mengaitkan kode etik KPK dengan pertemuannya bersama Anggoro Widjojo, tersangka kasus suap pengadaan radio komunikasi di Kementerian Kehutanan.

Menurut dia, pertemuan itu sengaja dilakukan untuk mendengar siapa pegawai KPK yang menerima uang dari kasus Anggoro tersebut. Dia merasa tak melanggar kode etik karena pertemuan itu ditujukan untuk menggali fakta yang sebenarnya. "Fakta yang sebenarnya cerita itu sampai kini belum terungkap," ujarnya.

Antasari mengungkapkan, selama di dalam penjara, dirinya lebih banyak berupaya berdamai dengan hatinya. Termasuk menghapus sakit hatinya kepada sejumlah orang yang membuatnya berstatus narapidana.

Menurut dia, menjadi pimpinan KPK memang harus siap diusik. Sebab, undang-undangnya memang menugaskan KPK untuk menindak korupsi penyelenggara negara dan penegak hukum.

Meski pada akhir 2016 sudah bisa mengajukan pembebasan bersyarat, Antasari tetap berharap grasinya dikabulkan presiden. "Antara grasi, asimilasi, dan pembebasan bersyarat itu hal berbeda,"  ujar pria yang kini tengah menanti kelahiran cucu kedua tersebut.

Namun, Antasari mengaku belum tahu apa yang ingin dilakukan jika kelak bisa benar-benar merasakan udara bebas. Entah kebebasan yang diraih melalui grasi atau pembebasan bersyarat. (*/c5/ttg)


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler