SBN jadi Instrumen Pembiayaan Inovatif untuk Pembangunan

Minggu, 31 Desember 2023 – 20:51 WIB
Kementerian Keuangan mengungkapkan banyak manfaat pembangunan yang diperoleh dari SBN dan investasi. Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Kepala Seksi Pengelolaan Risiko Pasar, Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Ardhitya Kurniartanto mengungkapkan banyak manfaat pembangunan yang diperoleh dari pembiayaan inovatif. 

Ardhitya menjelaskan salah satu instrumen yang digunakan untuk membiayai APBN itu adalah Surat Berharga Negara (SBN), baik yang konvensional maupun syariah.

BACA JUGA: Sukses Jadi Market Maker Penjualan SBN, BRI Diganjar 6 Penghargaan Dealer Utama

"Melalui instrumen ini, pemerintah mampu memanfaatkan potensi dalam negeri, sekaligus mengurangi ketergantungan pada pinjaman luar negeri," kata Ardhitya di Jakarta, Minggu (31/12). 

Kemenkeu mencatat posisi utang pemerintah secara keseluruhan per 30 November 2023 adalah Rp 8.041,01 triliun.

BACA JUGA: DEPENAS SBNI Jawab Tantangan Revolusi Industri Lewat Cara Ini

Ardhitya menyebut utang Indonesia didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 7.124,98 triliun (88,61 persen dari total utang) dan Pinjaman sebesar Rp 916,03 triliun (11,39 persen dari total utang).

"Khusus untuk SBN sebesar 71,54 persen berasal dari domestik (Rp 5.752,25 triliun) dan sisanya sebesar 17,07 persen (Rp 1.372,73 triliun) berupa Valas," ucap Ardhitya.

Pemerintah senantiasa berhati-hati dalam mengambil kebijakan utang, baik berupa obligasi maupun pinjaman. 

Menurut Ardhitya, pembiayaan inovatif yang dikembangkan Kemenkeu itu telah berhasil membiayai berbagai proyek infrastruktur. 

Hal ini menjadi salah satu upaya untuk mengatasi anggaran pemerintah yang terbatas dalam mendorong percepatan pembangunan infrastruktur.

"Dari SBN syariah (Sukuk), ada pembangunan proyek kereta api di Makasar. Lalu dari pinjaman, seperti pembangunan Rumah Sakit UI, pembangunan MRT, atau pembangunan berbagai rumah sakit di daerah, dan masih banyak lagi," jelasnya. 

Head of Industry Regional Bank Mandiri, Dendy Ramdani menyarankan agar pemerintah menempatkan utang-utang ini pada sektor yang produktif. 

Dendy menjelaskan ekspansi belanja itu mampu memutar aktivitas ekonomi dan mendorong penerimaan negara yang lebih besar lewat pajak.

"Pos-pos yang dibelanjakan itu harus memiliki multipler effect yang tinggi, supaya ekonomi bergerak kencang, kemudian pemerintah bisa menangkap potensi pajak yang lebih besar sehingga bisa menutupi biaya bunga," katanya.

Dendy juga menyoroti agar pemerintah bekerja keras menangkap potensi pajak. Pasalnya, Indonesia termasuk negara dengan rasio pajak (tax ratio) paling rendah dibanding negara tetangga. 

"Berikutnya harus ada perbaikan sistem perpajakan kita sehingga tax ratio-nya meningkat. Diantaranya melalui perbaikan institusi dan penegakan hukum," sambung Dendy.(mcr10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
SBN   APBN   Ekonomi   pembiayaan   Utang   utang Indonesia  

Terpopuler