SBY Ditantang Berani "Blusukan" di Papua

Sabtu, 23 Februari 2013 – 00:02 WIB
JAKARTA - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak pemerintah merespon kasus kekerasan dan penembakan di Papua dengan upaya penegakan hukum. Koordinator Badan Pekerja KontraS, Haris Azhar, menyatakan, selama ini kasus-kasus kekerasan di Papua tak pernah ditangani dengan penegakan hukum yang transparan.

"Bagi KontraS rangkaian kekerasan berupa penembakan dan perampasan senjata merupakan kejahatan yang seharusnya direspons dengan upaya penegakan hukum," kata Haris Azhar, Jumat (22/2).

Dari catatan KontraS sepanjang  2012 hingga  21 Februari 2013, telah terjadi 15 peristiwa kekerasan di wilayah Puncak Jaya, Papua termasuk dua peristiwa perampasan senjata oleh  kelompok Orang Tak Dikenal (OTK). Dari peristiwa itu, tercatat korban meninggal ada sembilan anggota TNI, dua anggota Polri, serta sepuluh warga sipil. Peristiwa terakhir adalah tewasnya delapan anggota TNI serta empat warga sipil di wilayah Puncak Jaya, Papua, Kamis (21/2).

Haris menegaskan, tak kunjung surutnya kekerasan di Papua menunjukkan  pemerintah di Jakarta tidak sensitif terhadap rantai kekerasan yang terjadi di provinsi paling timur Indonesia itu. Bahkan pola kekerasan ini tidak mengenal latar belakang para korban.

"Entah itu yang menyasar warga sipil ataupun aparat keamanan di level prajurit.  Peristiwa pembunuhan terhadap 12 orang, merupakan akibat dari buruknya penegakan hukum di Papua," katanya. Karenanya KontraS memertanyakan peran dan kinerja kepolisian dalam penegakan hukum di Papua, khususnya untuk kasus-kasus  yang sensitif, seperti di area Puncak Jaya.

KontraS juga mempertanyakan model operasi dan instruksi pengamanan yang diterapkan di Papua. Mengingat, jumlah korban yang berjatuhan, baik dari pihak TNI, polisi dan warga sipil selama kurun waktu 2012 hingga Februari 2013 sudah cukup banyak.

Karenanya KontraS mendesak agar Jakarta melakukan operasi penegakan hukum, bukan operasi militer sebagai opsi yang sempat disampaikan Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono pada 21 Februari 2013. "Kami justru meminta agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berani “blusukan” memimpin operasi penegakan hukum maupun langkah-langkah keadilan yang konkret di Papua," paparnya.(boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jerat Anas, KPK Diminta Transparans

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler