JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengklaim, agenda pemberantasan tindak pidana korupsi korupsi sudah berjalan. Bahkan, dia menyebut, agresifnya pemberantasan korupsi seolah membuat banyak kasus tak bisa lolos.
SBY menuturkan, saat ini terbangun persepsi, meski sudah bekerja keras, namun korupsi masih merajalela. "Benarkah" Yang saya tahu, tahun-tahun terakhir penindakan terhadap tindak pidana korupsi meningkat tajam. Ibaratnya tidak ada yang lepas, banyak terjerat," kata SBY saat berdialog dengan LSM penggiat antikorupsi di Istana Negara, Rabu (25/1).
Agresifnya pemberantasan korupsi, kata dia, tidak lepas dari kerja lembaga penegak hukum. Selain itu juga ada dukungan dari PPATK dan LSM. "Masyarakat juga berani melapor. Itu mendukung iklim pemberantasan korupsi. Banyak yang peduli dan bertindak, makin banyak yang kena," urai SBY.
Dia mengatakan, kunci pemberantasan korupsi adalah kolaborasi dan kebersamaan. Prosesnya harus terbuka. "Tidak ada kongkalikong kalau dalam pemberantasan korupsi," tegasnya.
SBY mengakui, kasus-kasus korupsi banyak tersebar di daerah. Alasannya, di era reformasi kekuasaan juga dimiliki di level pemerintah daerah. "Sehingga kasus korupsi yang terjadi pada era reformasi tersebar dimana-mana. Bisa jadi itu kenapa korupsi masih terjadi," katanya.
SBY mengungkapkan, sudah mengeluarkan 168 izin pemeriksaan yang diajukan kejaksaan dan kepolisian. Sebanyak 78 izin di antaranya merupakan kasus korupsi yang dilakukan pada rentang waktu tahun 1999 - 2004. Sedangkan 90 izin adalah kasus yang terjadi dalam tujuh tahun masa kepemimpinnya sebagai presiden.
"Dari segi jumlah, tidak boleh dikatakan korupsi yang meningkat, tapi penindakannya yang (kasus) dulu tahun 1999 - 2004 kena pada era kita," kata SBY.
Selama ini, pemeriksaan kepala daerah dan anggota dewan seringkali terhambat belum turunnya izin pemeriksaan dari presiden. Padahal, penyidik bisa langsung memeriksa jika dalam dua bulan untuk pejabat daerah atau satu bulan untuk anggota dewan, izin presiden belum turun. Ketentuan izin pemeriksaan itu saat ini tengah dilakukan uji materi di Mahkamah Konstitusi.
SBY mengatakan, yang menjadi perhatiannya bukan izin pemeriksaan itu. "Pemberitahuan lebih masuk akal dibandingkan izin," katanya. Jika ada pemberitahuan bahwa seorang pejabat tengah diperiksa dalam suatu kasus, dia bisa menyiapkan pejabat pelaksana tugasnya.
Persoalan mengenai izin pemeriksaan itu memang menjadi salah satu tuntutan yang disampaikan LSM penggiat antikorupsi. Mereka masih belum puas dengan penegakan hukum kasus korupsi di daerah.
"Banyak kasus dihentikan oleh kejaksaan dan selalu mengkambinghitamkan izin presiden," kata Sekjen Tranparansi Internasional Indonesia (TII) Teten Masduki usai pertemuan.
Tuntutan lain adalah terkait dengan korupsi sumber daya alam, reformasi birokrasi, akuntabilitas dan efisiensi anggaran, serta penguatan gerakan civil society. Dalam pertemuan, kata dia, prosesnya tidak banyak retorika.
"Di luar dugaan, presiden membahas satu persatu. Ada yang sedang dijalankan pemerintah, ada yang sedang menjadi PR," katanya.
Pertemuan yang merupakan inisiatif presiden tersebut diikuti sebanyak 40 orang penggiat antikorupsi yang berasal dari 36 LSM antikorupsi, baik dari Jakarta maupun dari daerah. (fal)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Merasa jadi Korban Keganasan Mafia Anggaran
Redaktur : Tim Redaksi