SBY Masih Pakai Cara Lama Tangani Keamanan

Minggu, 21 Oktober 2012 – 21:19 WIB
JAKARTA - Meskipun Pemerintahan SBY-Boediono sudah genap tiga tahun berjalan, namun persoalan penanganan kemananan belu maju.  The Indonesian Human Rights Monitor (IMPARSIAL) menilai kepemimpinan SBY-Boediono masih konservatif dalam menangani sektor keamanan.

Direktur Program Imparsial, Al Araf mengatakan bahwa konservatisme itu terlihat dari berbagai regulasi pemerintah yang mengabaikan hak asasi manusia (HAM). Mulai dari disahkannya UU Intelijen hingga UU Penanganan Konflik Sosial. Kemudian rencana pembentukan UU Keamanan Nasional, UU Rahasia Negara serta UU Wajib Militer (RUU Komponen Cadangan).

"Kesemua legislasi sektor keamanan itu bernuansa sekuritisasi dan bersifat membatasi HAM," kata Al Araf dalam keterangan persnya di Jakarta, Minggu (21/10).

Araf menambahkan, pemerintah dan parlemen juga berkeinginan melakukan kontrol yang eksesif terhadap masyarakat lewat rencana pengesahan RUU Ormas. Secara substansial, RUU Ormas bisa membatasi dan berpotensi memotong peran organsisasi masyarakat sipil. Berbagai regulasi tersebut terlihat nyata memiliki motif dan tujuan telah menyimpang dari amanat reformasi Indonesia.

Selain itu legislasi sektor keamanan pemerintahan SBY-Boediono gagal mereformasi peradilan militer melalui Revisi UU 31/1997. Agenda restrukturisasi komando teritorial (Koter) yang merupakan mandat reformasi dan mandat UU TNI juga belum tuntas. Pasalnya, Koter masih terlibat dalam ruang non militer seperti dalam penanganan konflik sosial dan terorisme.

Lebih lanjut, Araf mengatakan bahwa selama tiga tahun terakhir pemerintahan SBY-Boediono tidak memiliki upaya untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas di faktor keamanan. Hal ini terlihat dalam dugaan harga alutsista yang tidak wajar seperti pengadaan Jet Sukhoi 30 MK2 dari Rusia dan rencana pengadaan MBT Leopard dari Jerman.

"Parahnya, kritik yang dilontarkan oleh masyarakat sipil terkait pengadaan alutsista justru direspons secara tidak proporsional dan arogan oleh Kemhan dengan membatasi kebebasan akademik. Misalnya tindakan dengan memecat seorang dosen di Universitas Pertahanan hanya karena tulisannya di media masa yang mengkritik kebijakan pengadaan Alutsista," papar Araf.

Tiga tahun pemerintahan SBY-Boediono juga dinilai gagal melaksanakan agenda penegakan HAM. Bukannya mendorong penuntasan kasus pelanggaran HAM masa lalu, selama tiga tahun terakhir justru terjadi sejumlah kasus kekerasan baru terhadap masyarakat sipil. Misalnya, kasus konflik agraria, pelanggaran kebebasan beragama dan kekerasan terhadap jurnalis.

Memasuki sisa dua tahun pemerintahan SBY, IMPARSIAL mendesak agar dilakukan evaluasi terhadap seluruh kebijakan yang berpotensi membelokkan arah reformasi dan mengancam HAM. IMPARSIAL juga meminta agar kinerja menteri-menterinya yang buruk terutama Menteri Pertahanan juga dievaluasi.

"Kami menilai Kemhan di bawah kepemimpinan Purnomo Yusgiantoro sering menjadi duri yang menghambat reformasi militer di Indonesia," pungkas Araf. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polri Didesak Bebaskan Mahasiswa Unpam

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler