SBY Optimis APBN-P 2013 Bisa Selamatkan Kondisi Fiskal

Jumat, 14 Juni 2013 – 10:58 WIB
JAKARTA - Pembahasan RAPBN 2013 di DPR tampaknya berlangsung mulus. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun menyatakan apresiasinya terhadap sejumlah kemajuan dalam pembahasan RAPBN-P tersebut. Anggaran perubahan tersebut diharapkan bisa menyelamatkan kondisi perekonomian Indonesia, termasuk fiskal.
   
"Presiden sangat mengapresiasi pembahasan bersama DPR yang berjalan baik dan sesuai jadwal yang direncanakan. Karena semuanya didorong oleh semangat untuk menyelamatkan fiscal dan perekonimian kita,"ujar Staf Khusus Presiden bidang ekonomi dan pembangunan Firmanzah di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, kemarin (13/6).
    
Karena itu, lanjut Firmanzah, Presiden SBY berharap pada rapat paripurna nanti, semuanya akan berjalan dengan baik. Sehingga ekonomi Indonesia mampu tetap memiliki pertumbuhan yang cukup tinggi, dan memiliki ketahanan ekonomi. "Dan tentu, terus mampu menciptakan lapangan kerja untuk peningkatan kesejahteraan rakyat,"lanjutnya.
 
Meski begitu, Mantan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu mengakui tekanan terhadap nilai rupia dan aksi jual di bursa efek Indonesia, pada hari-hari terakhir, sempat membuat ketar-ketir. Hal tersebut terjadi sebagai dampak dari ketidak pastian global terkati dengan krisis fiscal dan deficit anggaran yang terlalu besar di sejumlah negara Eropa dalam dua tiga tahun terakhir.
    
Untuk itu, kata Firmanzah, penguatan fiscal nasional menjadi sangat penting. Sebagai salah satu upaya mencegah perlambatan ekonomi di tanah air. "Saat ini sedang dibahasa dan dirampungkan upaya penguatan dan penyelamatan fiscal nasional melalui penyesuaian sejumlah asumsi makro anggaran belanja dan pendapatan negara. Karena itu, saya berharap pembahasan APBN-P bisa diselesaikan sesegera mungkin,"kata dia.
    
Firmanzah menegaskan, permasalahan penyelamatan fiskal merupakan permasalahan negara dan bersama. Sehingga, hal tersebut tidak perlu menjadi persoalan politik karena potensi dan contoh-contoh krisis yang terjadi di sejumlah negara Eropa itu memang benar adanya. "Kita semua memiliki tanggung jawab yang sama untuk menyelamatkan fiskal dan menyelamatkan ekonomi nasional,"imbuhnya.
    
Seperti diketahui, pada 5 Juni lalu, Komisi VIII DPR RI menyetujui usulan anggaran program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) yang diajukan Kementerian Sosial sebesar Rp 12,009 triliun pada APBN-P 2013. Pada saat yang sama, Badan Anggaran DPR juga menyepakati postur APBN-P 2013 dengan defisit 2,38 persen, dan alokasi anggaran subsidi BBM, elpiji (LPG), dan Bahan Bakar Nabati (BBN) sebesar Rp 199,850 triliun.
       
Sementara itu, Pengamat kebijakan BUMN Said Didu menilai, kondisi makro ekonomi yang memburuk belakangan ini, ditandai pelemahan rupiah, berkurangnya devisa, dan juga pasar saham yang mulai goyah, lantaran subsidi BBM yang terlalu besar sehingga membebani anggaran.""Subsidi BBM ini sudah berdampak ke ekonomi. Ini sudah sejak Januari lalu saya ingatkan," ujar Said saat dihubungi kemarin (13/6).
       
Menurut dia awal masalah dari kondisi makro sekarang ini bermula ketika pemerintah kembali menurunkan harga BBM subsidi dari Rp6000 ke Rp4500 pada 2008 lalu. Namun, ketika harga minyak dunia naik tinggi, upaya pemerintah menaikkan lagi harga BBM bersubsidi pada 2012 batal.
       
Alhasil, subsidi BBM dari yang tadinya Rp105 triliun, kemudian melonjak 100% menjadi Rp200 triliun lebih. Kenaikan subsidi yang berlipat itu atas persetujuan DPR." Namun, anehnya, ketika pemerintah hendak mengurangi, justru sikap DPR berlawanan. "Kini ketika akan dikurangi menyalahkan pemerintah. Kenapa masalah begini DPR menyalahkan, ini kan menyelamatkan rupiah demi rupiah kok malah dia yang marah," tandas Said.
       
Dia menegaskan, kondisi makro ekonomi sudah sangat mengkhawatirkan akibat subsidi BBM terlalu besar." "Siapa yang bertanggung jawab ekonomi sekarang begini. Ini sangat mengkhawatirkan, rupiah melemah, kemudian ekspor kita juga pasti kena, devisa turun," tegasnya.
       
Subsidi BBM selama ini sebenarnya dinikmati segelintir kalangan; pertama orang mampu, kedua penyelundup, ketiga kilang di luar negeri terutama di Singapura, keempat trader, dan kelima bemper kebijakan di Senayan.  "Dengan konsumsi harian BBM 1,4 juta barel per hari, kira-kira 800 ribu barel kita impor. Dengan harga minyak kisaran USD 120 per barrel, maka ada sekitar USD 100 juta nilai impor atau setara Rp1 triliun tiap hari," tegasnya.
       
Said menuturkan, di negara yang menganut sistem komunis seperti Myanmar, Laos, Kamboja, justru tak ada subsidi BBM. "Ketika saya tanyakan, mereka menjawab, kan, pemilik mobil orang mampu. Di negara komunis sendiri BBM gak subsidi," tandasnya.(ken/agm)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Belum Jadwalkan Periksa Wakil Rektor UI

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler