JAKARTA - Para korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat tahun 1965-1966 sangat mengharapkan tindakan tegas dari pemerintah untuk menyelesaikan kasus tersebut. Menanggapi itu, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan bahwa negara memang memiliki kewajiban dan juga misi politik untuk menyelesaikan kasus- kasus pelanggaran HAM berat.
Namun SBY tak menjanjikan tenggat waktu penyelesaian kasus tersebut. "Indonesia punya niat dan tujuan yang baik mengenai itu. Saya sendiri juga punya pikiran seperti itu. Kita harus jernih, jujur dan obyektif apa yang terjadi di masa lalu, kita tentu tidak akan memutar balikkan sejarah dan fakta, tapi manakala terjadi ada sisa masalah yang kita selesaikan,ya kita selesaikan," kata Presiden di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (25/7).
Pernyataan Presiden ini juga menanggapi hasil dari investigasi Komnas HAM yang menemukan bukti permulaan untuk mengungkap kasus pelanggaran HAM berat pada tahun 1965. Hasil itu telah direkomendasikan ke Kejaksaan Agung pada 20 Juli 2012 lalu.
Menurut SBY, Jaksa Agung RI, Basrief Arief sudah mempelajari kasus tersebut dan akan berdiskusi dengan pihak lainnya. "Apa yang disampaikan Komnas HAM akan dipelajari Jaksa Agung dan pada saatnya karena ini menyangkut masa lalu saya berharap bisa berkonsultasi dengan yang lain seperti DPR RI, DPD, MPR RI, MA. Kita ingin menyelesaikan secara baik, adil, faktual cerdas dan konstruktif," lanjut Presiden SBY.
Seperti yang diketahui, Kejagung memang telah menerima hasil Komnas HAM. Namun, untuk penyelesaian kasus 1965 tersebut, Kejaksaan Agung menunggu persetujuan pemerintah dan DPR membentuk pengadilan HAM Ad Hoc untuk mengadili kasus pelanggaran HAM berat.(flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Korupsi DPR Dibahas di Rapat Kabinet Terbatas
Redaktur : Tim Redaksi