SBY Tidak Prioritaskan PKS

Parpol Setgab Kembali Desak Adanya Sanksi

Sabtu, 07 April 2012 – 05:45 WIB

JAKARTA - Parpol anggota koalisi dalam Sekretariat Gabungan (Setgab) sepertinya gemas dengan sikap Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang dianggap telah melanggar kontrak koalisi. Mereka mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjatuhkan sanksi kepada partai yang memilih opsi menolak kenaikan harga BBM pada sidang paripurna DPR tersebut.

Meski demikian, SBY tidak terlalu ingin cepat-cepat menyelesaikan polemik keberadaan PKS di Setgab. SBY lebih memprioritaskan permasalahan pemerintahan daripada kasus PKS.

Staf Khusus Presiden (SKP) Bidang Komunikasi Politik Daniel Sparringa mengatakan, keputusan terhadap PKS hanya tinggal menunggu waktu. Menurut dia, bagian terpelik dalam masalah itu sudah dilalui. "Semua anggota Setgab tahu apa yang sedang terjadi. Ini hanya soal waktu sampai akhirnya menjadi jelas di depan publik," katanya kepada koran ini.

Meski begitu, menemukan waktu bukan persoalan gampang. Sebab, presiden juga memiliki prioritas lain, seperti mengonsolidasikan anggaran dan program sesuai dengan APBNP 2012. Serta agenda kepresidenan yang cukup padat bulan ini.

Daniel menyatakan, sejak awal semua pihak mengetahui bahwa memelihara posisi berseberangan dengan pemerintah, padahal berada dalam koalisi, merupakan posisi penuh paradoks dan kontradiksi. "Semua tahu bahwa itu akan berakhir seperti yang saat ini proses akhir ceritanya sedang kita lihat," katanya.

Senada, SKP Bidang Informasi Heru Lelono menjelaskan, permasalahan PKS dalam koalisi tidak menjadi prioritas utama presiden. "Pertanyaan tentang sikap PKS seharusnya dijawab PKS sendiri," cetusnya.

Menurut Heru, saat ini presiden lebih mencurahkan fokus pada program pembangunan setelah digedoknya APBNP 2012 dan implementasinya. Porsinya jauh lebih besar daripada sekadar mengurusi PKS. "Urusan PKS mungkin 0,5 persen. Kesejahteraan rakyat jauh lebih penting," tegas Heru.

Sementara itu, desakan penjatuhan sanksi kepada PKS terus terlontar. Setelah Ketua Umum (Ketum) PPP Suryadharma Ali yang menunjukkan salinan kontrak koalisi, giliran Ketum PKB Muhaimin Iskandar yang berharap SBY mengambil tindakan. "Kami berharap Pak SBY segera mengambil tindakan tegas. PKB akan mendukung sepenuhnya langkah tegas presiden," tandas Muhaimin di sela-sela pelatihan kader PKB tingkat DKI Jakarta di Kantor DPP PKB, Jl Raden Saleh, Jakarta, kemarin (6/4).

Muhaimin mengatakan, yang dimaksud langkah tegas SBY sebagai ketua Setgab adalah kepastian memberikan punishment kepada anggota koalisi yang dianggap balela dari kesepakatan. "Bagi PKB, yang penting koalisi itu harus solid, tidak ada yang menelikung dari dalam, tidak ada yang menusuk dari belakang," imbuhnya.

Ditanya soal sanksi yang pantas untuk PKS, Muhaimin menjawab, keluar dari koalisi adalah konsekuensi logis bagi mereka yang tidak taat asas dalam menjaga komitmen bersama. "Dengan sendirinya otomatis keluar dari koalisi partai," cetus menteri tenaga kerja dan transmigrasi tersebut.

PKB, lanjut Muhaimin, sama sekali tidak khawatir keluarnya salah satu anggota koalisi akan mengganggu soliditas. Menurut dia, koalisi yang solid dan tidak ada yang menelikung dari dalam jauh lebih penting. "Daripada koalisi yang senantiasa mengambang dan melahirkan ketidakpastian politik," tuturnya.

Sejauh ini PKS lebih menunggu sikap resmi SBY. Mereka tidak mau ambil pusing meski sejumlah anggota Setgab menyebut bahwa hubungan PKS di koalisi sudah berakhir.

Dalam kontrak koalisi memang disebutkan, jika terjadi ketidaksepakatan, parpol anggota koalisi dapat mengundurkan diri. Jika tidak, pada hakikatnya kebersamaan dalam koalisi telah berakhir. Namun, masih ada lanjutan kalimat, yakni selanjutnya presiden mengambil keputusan dan tindakan menyangkut keberadaan parpol dalam koalisi dan perwakilan partai yang berada dalam kabinet.

Sementara itu, Wasekjen PAN Teguh Juwarno menyampaikan, esensi koalisi adalah menyukseskan pemerintahan sampai 2014 dan menyejahterakan rakyat. Soal nasib PKS di koalisi, PAN tidak terlalu ambil pusing. "Kita semua harus introspeksi. Termasuk juga terus mengevaluasi diri bagaimana ke depan menjadi lebih baik dengan atau tanpa PKS," tutur dia.

Kunci bagi masa depan koalisi, tegas Teguh, bergantung pada partai pimpinan koalisi. Kepemimpinan itu harus bisa menjadi lebih terlihat. "Jangan terombang-ambing seperti sekarang ini," sindir anggota Komisi IX DPR itu.

Meski demikian, Teguh memastikan bahwa PAN tidak memedulikan tiga kursi menteri yang bakal kosong kalau PKS diusir dari koalisi. "Kami nggak ngiler. Silakan saja kepada kepemimpinan Pak SBY. Sesuai kabinet presidensial, presiden yang punya wewenang untuk menempatkan orang-orang terbaiknya, apakah itu dari parpol koalisi atau orang luar," tegas Teguh.

Wakil Ketua DPP Kebijakan Publik PKS Agus Purnomo menandaskan bahwa sikap PKS saat ini tidak mempermasalahkan hasil rapat Satgab yang mendepak PKS dari koalisi. Agus menyatakan, PKS tetap akan bekerja sesuai dengan porsi yang selama ini digariskan dalam kontrak koalisi bersama SBY. "PKS dalam status quo (menunggu respons SBY, Red)," ujarnya saat dihubungi.

Menurut Agus, para menteri PKS saat ini juga masih bekerja sesuai dengan tugas dan fungsi. Informasi bahwa para menteri PKS akan turut dievaluasi seiring dengan hasil yang didapatkan Setgab belum terbukti. "Belum ada (reshuffle)," cetusnya.

Kalaupun ada reshuffle, lanjut Agus, tentu keputusan itu harus berasal dari SBY. Sebab, hanya presiden yang memiliki hak prerogatif untuk melakukan evaluasi kabinet. Dalam posisi tersebut, PKS tidak akan mempermasalahkan apa pun keputusan presiden. "Itu risiko perjuangan," tegasnya. (dyn/fal/bay/pri/c9/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Korban Bom Bali 1 jadi Saksi Sidang Umar Patek


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler