Seabad Tanpa Kepastian, Gereja di Kupang Akhirnya Punya Sertifikat

Sabtu, 16 September 2023 – 11:34 WIB
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto dalam rangkaian kunjungan kerjanya ke Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Jumat (15/9). Foto: dok Kementerian ATR/BPN

jpnn.com, KUPANG - Gerakan Sertifikasi Rumah Ibadah dan Pesantren menjadi program yang mengakselerasi pendaftaran tanah di Indonesia.

Manfaat dari gerakan tersebut mulai terlihat dengan tersertipikasinya tanah-tanah rumah ibadah, seperti yang terjadi pada salah satu gereja tertua di Kelurahan Baumata, Kecamatan Taebenu, Kabupaten Kupang, yaitu Gereja Masehi Injili di Timor.

BACA JUGA: Begini Modus Pungli Sertifikat Tanah di Jambi, 4 Pelaku Ditangkap

Gereja Masehi Injili di Timor menjadi salah satu rumah ibadah yang mendapatkan kepastian hukum hak atas tanahnya, Jumat (15/9).

Rumah ibadah yang memiliki luas 3.792 meter persegi ini sertifikatnya diserahkan langsung oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto dalam rangkaian kunjungan kerjanya ke Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

BACA JUGA: Menteri Hadi Tjahjanto Hadiri Panen Raya Sertifikat PTSL di Candi Muaro Jambi

Ditemui usai menerima sertifikat, Pdt. Sinta Waang menceritakan bahwa tanah tempat berdirinya gereja tersebut sudah lebih dari satu abad belum memiliki kepastian hukum.

"Lebih dari 100 tahun, usia (tanahnya, red) lebih tua dari Gereja Masehi Injili di Timor," ujarnya.

BACA JUGA: Asoppsi Gandeng Kolaborator untuk Pelatihan Calon Pendamping Sertifikat Halal

Pdt. Sinta Waang kemudian mengungkapkan alasan kenapa gereja tersebut lama tidak memiliki sertifikat.

Usut punya usut, sulitnya pembuatan sertifikat disebabkan adanya permasalahan waris dari pemilik tanah terdahulu.

"Bisa lama karena memang proses juga agak sedikit rumit, karena tentang kepemilikan hak warisnya dan terlalu lama ditunda untuk pengurusan. Setelah orang tuanya meninggal, hak waris masih dalam pembicaraan cukup lama," ungkap Pdt. Sinta Waang.

Tak hanya hal tersebut yang menyebabkan lamanya gereja tidak bersertifikat.

Para pengurus gereja juga masih merasa alas hak atas tanah bukanlah hal yang penting.

Hingga akhirnya, belakangan terdapat konflik pertanahan yang melibatkan gereja-gereja di sekitarnya.

"Mungkin juga dulu tidak terlalu merasa penting untuk pengurusan sertipikasi. Namun, ketika sudah banyak kasus gereja mulai melihat memang ini adalah suatu kebutuhan yang harus dipenuhi," lanjutnya Pdt. Sinta Waang.

Gayung bersambut, di waktu para pengurus tergerak untuk mengurus alas hak dari tanah gereja, Kementerian ATR/BPN menyediakan program yang mempercepat proses sertipikasi rumah ibadah.

Pdt. Sinta Waang pun merasa, kini para jemaat yang beribadah bisa lebih tenang dengan adanya sertifikat. (dil/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler