Sebaiknya Pilih Reksadana Tiga Tahun

Senin, 02 April 2012 – 11:03 WIB
JAKARTA - Tidak ada panduan Investasi otomatis. Alat bantu yang ada tidak langsung memberi  keuntungan. Panduan yang berseleweran itu hanya  memberi rambu-rambu bagi pelaku pasar yang berhajat terjun dalam ranah  investasi. Memang investasi pada reksadana kelihatan paling menarik dan seksi.  Hanya investor perlu mengetahui profil guna mengurangi risiko.  Apalagi, jenis produk reksadana begitu berjibun dipasaran.

“Inilah  pentingnya perencanaan keuangan sebelum berinvestasi. Jangan asal  terjun tanpa pengetahuan. Memang selain mudah diakses, produk  reksadana investasinya paling murah dengan minimum Rp 100 ribu,” tukas  Ligwina Hananto, Independent Financial Planner PT Quantum Magna, dalam  pameran Independent Financial Planners Club (IFPC) Expo 2012 di  Jakarta.

Ligwina mencontohkan, reksadana pasar uang yang menempatkan seluruh  aset investornya pada instrumen pasar uang seperti sertifikat Bank  Indonesia (SBI), deposito, atau obligasi dengan jangka waktu kurang  dari satu tahun. Karakteristik reksadana ini cocok untuk investor  pemula, yang masih lekat dengan berinvestasi di deposito, tetapi ingin  menjajal berinvestasi di reksa dana. “Ada baiknya masuk reksadana  durasinya minimal tiga tahun. Kalau reksadana saham minimal 10 tahun  dengan yield 25 persen,” sarannya.

Ligwina menyarankan investor yang terjun pada reksadana pendapatan  tetap bertahan antara 5-10 tahun. Mayoritas produk reksadana ini uang  nasabahnya diinvestasikan dalam surat berharga macam obligasi. Potensi  keuntungan reksadana pendapatan tetap biasanya dianggap tidak sebesar  reksadana saham. Namun, potensi penurunan nilainya biasanya juga tidak  besar.

Di sisi lain Risza Bambang, Chairman One Shildt Financial Planning  mengingatkan pemerintah soal porsi pengalokasian dana dalam Anggaran  Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sektor infrastruktur dan  pendidikan saat ini dinilai masih kurang mendapat pengalokasian  anggaran yang selayaknya. “Pembangunan fisik berupa infrastruktur dan  non-fisik berupa pendidikan harus diperhatikan,” ujar Risza.

Dengan mempertimbangkan urgensi serta besarnya dampak lanjutan  (multiplier effect) yang ditimbulkan, Risza menilai bahwa sedikitnya  60 persen dari total APBN sudah selayaknya dianggarkan untuk  pembangunan di dua sektor tersebut. Di mana saat ini sebagian besar  masih mengarah pada sektor konsumsi dan belanja rutin pemerintahan.  “Pengelolaan keuangan Negara polanya cenderung tidak pro-rakyat,”  tukasnya.

Karena itu, perencanaan keuangan penting dilakukan seluruh masyarakat  tanpa terkecuali. Jika hal itu tidak dilakukan, masyarakat  dikhawatirkan akan terjebak pada besarnya pengeluaran dibanding  pemasukan yang didapat setiap bulannya. (far)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Harga Pertamax Tembus Rp 10.200

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler