Sebegini Potensi Kerugian Negara di Kasus PT Asuransi Jiwasraya

Rabu, 18 Desember 2019 – 19:10 WIB
Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko. Foto dok humas

jpnn.com, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung), memaparkan perkembangan perkara dugaan tindak pidana korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Tbk, Rabu (18/12).

Jaksa Agung ST Burhanuddin, mengatakan setelah melakukan pendalaman, pihaknya menaikkan status kasus dari penyelidikan ke penyidikan.

BACA JUGA: Jokowi Melirik Erick Thohir, Minta Masalah Jiwasraya Diselesaikan

Dalam proses penyidikannya, Burhanuddin menyebut ada indikasi kerugian negara dari investasi yang melibatkan grup-grup tertentu, melanggar prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dari tahun 2018 sampai 2019.

Akibat dari transaksi keuangan tersebut, Jiwasraya sampai Agustus 2019 menanggung potensi kerugian negara sebesar Rp 13,7 triliun.

BACA JUGA: DPR Dorong Pembentukan Pansus Tentang Jiwasraya

"Potensi kerugian muncul karena tindakan yang melanggar prinsip tata kelola perusahaan yang baik, yakni terkait dengan pengelolaan dana yang berhasil dihimpun melalui program asuransi JS Saving Plan," kata jaksa agung di Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu.

Burhanuddin lantas menuturkan, asuransi JS Saving Plan telah mengalami gagal bayar terhadap klaim yang telah jatuh tempo.

BACA JUGA: Korupsi Jiwasraya Dilakukan Secara Terorganisir?

Hal itu juga sudah terprediksi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sebagaimana tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas pengelolaan bisnis asuransi, investasi, pendapatan dan biaya operasional tahun 2014 hingga 2015.

Lanjut Burhanuddin, memaparkan indikasi kerugian itu terlihat pada pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi Jiwasraya, yang telah banyak melakukan investasi pada aset-aset dengan High Risk (risiko tinggi) untuk mengejar High Return (keuntungan tinggi).

Adapun invetasi yang dimaksud adalah penempatan saham sebanyak 22,4 persen senilai Rp 5,7 triliun dari Aset Finansial.

Dari jumlah tersebut, lima persen dana ditempatkan pada saham perusahaan dengan kinerja baik (LQ 45), dan sebanyak 95 persen dana ditempatkan di saham yang berkinerja buruk.

Kemudian, investasi berupa penempatan reksadana sebanyak 59,1 persen senilai Rp 14,9 triliun dari Aset Finansial. Dari jumlah tersebut, dua persennya yang dikelola oleh manager investasi Indonesia dengan kinerja baik (Top Tier Management) dan 98 persennya dikelola oleh manager investasi dengan kinerja buruk.

“Hingga kini kami masih bekerja, tetapi untuk potensi kerugian sejauh ini mencapai Rp 13,7 triliun,” tandas Burhanuddin. (cuy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler