Sebenarnya, Siapa yang Menikmati Dana Otsus Papua?

Rabu, 01 Januari 2020 – 15:53 WIB
Kantor MRP di Jayapura, Papua. Foto: Istimewa - Antara

jpnn.com, JAKARTA - Jumlah dana Otonomi Khusus (Otsus) yang terus bertambah setiap tahun tidak akan menyelesaikan masalah Papua, jika pengelolaannya masih berantakan seperti beberapa tahun terakhir. Pernyataan ini disampaikan anggota Komisi I DPR RI Sukamta kepada jpnn.com, Rabu (1/1).

Sukamta mengatakan, sejak pengalokasian tambahan Dana Bagi Hasil (DBH) migas, dana Otsus, dan Dana Tambahan Infrastruktur (DTI) kepada Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, totalnya sudah mencapai Rp80 triliun lebih sampai tahun 2019.

BACA JUGA: Serda Miftakfur Gugur, TNI dan Polri Mengerahkan Pasukan

"Rata-rata 50-60 persen dana itu memberikan kontribusi terhadap pendapatan APBD dan disertai dengan diskresi penuh dalam pengelolaannya, tetapi itu ternyata tidak berdampak signifikan terhadap perubahan layanan publik dan kesejahteraan masyarakat," kata Sukamta.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menyebutkan bahwa efektivitas dana Otsus hingga kini masih rendah, akibat tidak ada rencana strategis yang mengatur perencanaan, pemanfaatan, dan pengelolaannya.

BACA JUGA: Pernyataan Keras Lenis Kogoya terkait Penggunaan Dana Otsus Papua

Seharusnya, lanjut legislator asal Yogyakarta ini, dana Otsus Papua meningkatkan belanja daerah dalam mendukung pemberian layanan umum, pembangunan berbagai infrastruktur dasar, serta penyediaan barang dan jasa publik, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

"Namun nyatanya pelayanan publik dan tingkat kesejahteraan masyarakat masih tertinggal bila dibandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia," tukas Sukamta.

Dia menyebut indikator IPM dan pendapatan per kapita Papua setiap tahun selalu berada di bawah rata-rata IPM dan pendapatan per kapita secara nasional. Sementara tingkat kemiskinan berada di atas rata-rata kemiskinan nasional.

BACA JUGA: Berita Duka, Lina Indiani Losepta Meninggal Dunia, Diduga Dibunuh Sahabat

"Maka pengelolaan Otsus harus dievaluasi secara menyeluruh," papar pria lulusan Salford University UK ini.

Sukamta lantas menyinggung soal siapa sebenarnya yang menikmati dana Otsus Papua. Sesuai dengan UU Nomor 21 tahun 2001, katanya, penerimaan DBH Migas Provinsi Papua dan Papua Barat, sekurang-kurangnya 30 persen dialokasikan untuk biaya pendidikan, dan 15 persen untuk biaya kesehatan dan perbaikan gizi.

Namun faktanya, penggunaan dana Otsus bidang pendidikan di Provinsi Papua dan Papua Barat ternyata hanya 22-23 persen. Sedangkan di bidang kesehatan, realisasi dana Otsus untuk belanja kesehatan rata-rata mencapai 19 persen untuk Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat rata-rata sebesar 12,5 persen.

Wakil ketua Fraksi PKS DPR Ini menerangkan bahwa sebagian besar penerimaan Otsus lebih banyak dialokasikan untuk untuk belanja birokrasi pemerintahan (belanja pegawai, serta belanja barang dan jasa).

"Parahnya, rakyat tidak mendapatkan pelayanan maksimal dari belanja birokrasi pemerintahan. Maka efisiensi sektor pemerintahan harus dilakukan agar masyarakat Papua merasakan dampak Otsus Papua, bukan elite pemerintahan yang menikmati," tutur Sukamta yang juga anggota Tim Pengawas DPR RI untuk alokasi Daerah Khusus ini.

Sukamta memberikan masukan kepada pemerintah terkait pengelolaan dana Otsus Papua. Di antaranya pendampingan, serta sanksi tegas dan penegakan hukum jika terjadi penyelewengan. Kemudian, pengelokasiannya harus menggunakan prinsip efektifitas bukan gelondongan.

"Lalu pendekatan kinerja, konsep value for money, prinsip good public governance, dan good financial governance. Kemudiaan untuk meningkatkan efektivitas layanan publik, maka kualitas SDM penyedia dan pengelola layanan publik harus ditingkatkan, adanya rencana strategis dan prioritas penggunaan dana Otsus," tandas Sukamta. (fat/jpnn)

Video Pilihan Hari Ini: 3 Urusan KPK Diatur Perpres


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler