Di Australia, restoran dan kafe merupakan objek-objek yang menjadi sasaran penegakan aturan pembatasan sosial terkait COVID-19. Namun tidak demikian halnya dengan mall dan pusat-pusat perbelanjaan.
Ketika kegiatan berbelanja non-esensial dibuka kembali pada awal Mei, mall dan pusat perbelanjaan mencatatkan kesibukan tertinggi sepanjang tahun 2020.
BACA JUGA: Pemanfaatan Fasilitas Bea Cukai Selama Pandemi Covid-19
Beberapa minggu kemudian, antrian panjang sudah menjadi pemandangan biasa di pusat-pusat perbelanjaan pada akhir pekan, terutama di negara bagian New South Wales dan Victoria.
Sejumlah karyawan toko ritel mengaku lega bisa kembali bekerja, namun tetap khawatir dengan ketidakmampuan para konsumen menjaga jarak di dalam ruangan yang sibuk.
BACA JUGA: Jokowi Sampai Dua Kali Minta Jawa Timur Diperhatikan
Seorang karyawan yang ditemui ABC mengaku gelisah dengan kerumunan di tempat kerjanya, sehingga dia mempertimbangkan untuk izin selama sebulan.
Berikut beberapa hal yang perlu Anda ketahui sebelum berkunjung ke mall atau pusat perbelanjaan.
BACA JUGA: Jokowi Tak Ingin Arus Balik Jadi Gelombang Kedua Penyebaran Corona di Jabodetabek
Apakah jarak 1,5 meter terpenuhi? Photo: Profesor Mary-Louise McLaws memperingatkan akan sulit melacak penyebaran virus yang terjadi di pusat perbelanjaan. (Supplied: UNSW)
Pakar epidemiologi Profesor Mary-Louise McLaws mengatakan sangat sulit untuk mempraktekkan jarak sosial di pusat-pusat perbelanjaan yang sibuk.
Artinya, virus akan lebih mudah menyebar di sini.
"Kita belum lama mempraktekkan jarak sosial yang aman, sehingga belum menjadi norma sosial," kata pakar dari University of New South Wales ini.
Menurut dia, aturan menjaga jarak 1,5 meter dari orang lain itu didasarkan pada pendapat lama, sehingga jarak 2 hingga 3 meter sebenarnya lebih aman.
Prof McLaws menjelaskan, penelitian terbaru menunjukkan bila ada angin - yang dapat dihasilkan ketika seseorang berbicara lebih keras, tertawa atau berlari - maka partikel virus dapat menyebar hingga 4 meter. Belanja cepat sangat ideal
Namun menurut Prof Paul Glasziou dari Institute for Evidence-Based Healthcare, situasi di pusat perbelanjaan ketika orang sering bergerak membuat kemungkinan kena COVID-19 lebih kecil.
WHO menjelaskan orang paling rentan terhadap infeksi jika mereka berada dalam jarak satu meter dari pembawa virus selama 15 menit atau lebih.
Kondisi itu, kata Prof Glasziou, tidak terjadi di pusat perbelanjaan karena orang senantiasa bergerak berpindah tempat.
Itulah sebab mengapa restoran dan kafe justru memiliki risiko yang lebih tinggi karena orang akan bertemu untuk jangka waktu yang lebih lama.
"Kebanyakan epidemi di Australia dan negara lain terjadi pada orang-orang yang bekerja atau bertemu bersama untuk waktu yang lama," katanya. Photo: Prof Paul Glasziou memperingatkan ruangan dengan ventilasi yang rendah dan tertutup lebih berisiko dalam penyebaran virus. (Supplied: Australian Government)
Apakah mall sudah ikuti aturan?
Para pakar menyebutkan adanya hand sanitiser di pintu masuk toko dan penerapan aturan menjaga jarak merupakan salah satu cara yang tepat untuk mencegah penyebaran virus.
Toko-toko di Australia pun telah melakukan hal ini, bahkan ada yang melakukan pemeriksaan suhu badan terhadap pegawai dan konsumen.
Pengukuran subu badan, kata Prof McLaws, bukan obat mujarab karena demam bukanlah gejala dari semua kasus COVID-19.
Namun hal ini bisa mengubah pola pikir orang karena menjadi pengingat bahwa kita harus senantiasa menjaga kesehatan dengan serius.
Mengenai penggunaan masker yang diwajibkan di banyak negara, para pakar ini sependapat bahwa hal ini tidak diperlukan di pusat-pusat perbelanjaan Australia.
"Masker tidak banyak melindungi Anda, tapi melindungi orang lain jika Anda sakit," kata Prof Glasziou.
Sementara Prof McLaws mengatakan bagi mereka yang kurang patuh pada aturan jarak sosial seharusnya mengenakan masker untuk melindungi orang lain di transportasi umum atau ruang terbatas seperti lift. Konsumen harus sabar
Salah satu jaringan mal dan pusat perbelanjaan di Australia, Scentre Group, yang mengoperasikan 37 mal menyatakan sebagian besar malnya kini sudah dibuka kembali.
Menurut Lilian Fadel dari Scentre, jumlah malnya yang dibuka kembali semakin banyak dan para pengunjung juga sudah ramai kembali.
Dia meminta agar konsumen bisa bersabar saat menjalani cara baru berbelanja, dan untuk membantu hal ini, pusat-pusat perbelanjaan selalu membuat reguler tentang kesehatan secara reguler.
Prof McLaws mengatakan perubahan perilaku itu sulit dan kadang-kadang orang merasa kurang sopan bila harus meminta orang lain untuk menjauh dan menjaga jarak.
Simak berita lainnya dari ABC Indonesia.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bayi PDP Corona Meninggal Bertambah