Sebut Bansos Tembus Rekor Terbesar, Jubir Timnas AMIN: Karena Krisis atau Pemilu?

Selasa, 30 Januari 2024 – 21:06 WIB
Juru Bicara (Jubir) Tim Pemenangan Nasional Anies Baswedan-Muhaimin (Timnas AMIN) Surya Tjandra di Rumah Pemenangan AMIN, Jakarta, Jumat (12/1/2024). (ANTARA/Khaerul Izan)

jpnn.com - Juru bicara Tim Nasional Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN) Surya Tjandra menilai pemerintah perlu menjelaskan secara jujur rekor terbesar bantuan sosial (bansos) sepanjang masa di penghujung rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Bansos ini karena krisis atau karena menjelang pemilu dan ingin meraih dukungan suara pemilih? Kalau krisis berarti kemiskinan meningkat, kalau untuk pemilu itu tidak pantas dilakukan karena memanipulasi kebutuhan rakyat miskin,” kata Surya di Jakarta, Selasa (30/1).

BACA JUGA: Bansos Dirapel Menjelang Pilpres, Anies Singgung Kebutuhan Rakyat Dipaksa Ikut Kalender Politik

Sebelumnya, kata mantan Wamen Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) itu, Kemendagri juga menyatakan bahwa PNS miskin dengan penghasilan Rp 7 juta/bulan berhak dapat zakat.

“Apakah ini berarti di bawah Rp 7 juta//bulan masuk dalam kategori rawan miskin? Lalu bagaimana dengan penetapan upah minimum yang berada di bawah Rp 7 juta/bulan berarti ada kemiskinan "by design"? ujar Surya mempertanyakan.

BACA JUGA: Menkeu Sri Mulyani Pastikan Bansos yang Dibagikan Jokowi Berasal dari APBN

Menurut Surya, mengerikan sekali kalau ekonomi rakyat harus bertopang pada bansos. Termasuk program makan gratis adalah ironi untuk Indonesia yang sudah masuk kategori negara menengah atas.

Selain itu, keanggotaan Indonesia di G20 pun menjadi tanda tanya jika elite di negeri ini masih mengucurkan bansos dan program makan gratis.

BACA JUGA: Tanggapi Netizen, Masinton Tak Masalah Nomor Urutnya Posisi Buncit

"Itu artinya ada kesenjangan besar sekali di antara kelas sosial di Indonesia. GDP kita jadinya semu, karena bukan pencerminan yang riel atas kesejahteraan rakyat,” tuturnya.

Dia lantas mengutip data Credit Suisse tahun 2018, bahwa 1 persen orang menguasai 46,6 persen kekayaan di negeri ini. Saat ini diyakini makin memburuk.

Menurut Surya, kemiskinan banyak di kalangan nelayan dan petani, mereka mewakili sekitar 39 persen populasi, tetapi GDP yang mereka nikmati hanya sekitar 18 persen saja.

Surya menambahkan bahwa mereka tinggal di desa-desa, sehingga yang mesti dilakukan pemerintah adalah memakmurkan desa untuk mengurangi ketimpangan. Namun, saat ini menurutnya belum punya program penguatan ekonomi desa yang jelas.

"Ketimpangan jelas meningkat, itu pun sudah diguyur berbagai bansos dan BLT, yang sumbernya dari utang. Serta hanya menyentuh 22,3 juta. Jadi, tak semua dapat bansos - hanya 20 persen dari yang seharusnya mendapat bantuan. Ini jelas masalah besar!,” ungkap Surya.

Dia juga menyitir pernyataan peraih Nobel, Joseph Stiglitz, “Satu-satunya kesejahteraan yang berlanjut adalah kesejahteraan yang terdistribusi.”

“Jika ekonomi tumbuh tetapi timpang, siap-siap saja akan terjadi kekacauan,” kata Surya.(*/jpnn.com)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler