JAKARTA -- Penangguhan penahanan terhadap Muis Haka, salah satu dari lima tersangka kasus mark up pengadaan tanah di Kabupaten Sekadau, yang ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba cabang Kejaksaan Agung (Kejagung), segera diproses. Kuasa Hukum Muis Haka, Tamsil Syukur, mengatakan, masih menunggu surat penahanan dari Kejagung diserahkan oleh keluarga bekas pejabat Bupati Sekadau dan ketua tim pembebasan lahan itu kepada pihaknya.
"Pihak keluarga belum memberikan surat penahanan dari Kejagung kepada kami. Kalau ada surat itu, tentu kami akan mengajukan proses pengalihan tahanan," kata Tamsil kepada JPNN. Dijelaskan Tamsil, bahwa demi mencari keadilan maka kliennya bisa tetap menjalani proses hukum tanpa harus ditahan.
"Kita akan ajukan proses pengalihan tahanan. Sekarang Pak Muis sebagai tahanan kejaksaan di rumah tahanan negara. Kan bisa dialihkan menjadi tahanan kota, atau tahanan rumah," kata Tamsil lagi. Dia mengatakan, soal penahanan kliennya kemarin, itu merupakan wewenang dari pihak Kejagung.
Tamsil merupakan kuasa hukum Muis Haka. Berbeda dengan empat tersangka lainnya, Kadis Pertanian, Ir Slamet, Kadis Kehutanan Ir Abang Akhmad Yani, Kadis Kimpraswil Ir Suyitno, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sekadau, Ir Hery Prayitno (Kepala BPN Sekadau).
"Kalau mereka yang empat itu masih aktif, jadi penasehat hukum dari Pemkab Sekadau, Pak Heri. Kalau Pak Muis, sudah pensiun," ungkap Tamsil.
Ia menceritakan, pada saat Muis Haka hendak memenuhi panggilan pemeriksaan oleh Kejagung, sudah memberitahukan dirinya.
Namun, Tamsil saat itu tidak bisa mendampingi. Karena, harus menghadiri sebuah sidang pertama perkara pidana di Batam, Kepulauan Riau yang tak bisa ditinggalkannya. Awalnya, Tamsil sudah memberitahukan dan menyarankan agar tidak hadir sendiri tanpa didampingi pengacara ke Jakarta. Dan, menunggu dirinya selesai mengikuti persidangan di Batam.
"Tahu-tahunya tanpa konfirmasi kita lagi (setelah memberitahu ada panggilan) berangkat sendiri. Kita tidak dampingi beliau. Saran saya kalau mau nunggu atau hadir minta dampingi," katanya. "Pak Heri pada saat itu mendampingi empat lainnya di Kejagung," sambung Tamsil.
Ia menambahkan, penahanan ini merupakan pemberkasan tahap II dari tingkat penyidikan ke penuntutan. Dia menilai, secara hukum ini merupakan prosedur karena soal penahanan wewenang kejaksaan menilainya. Namun, Tamsil menegaskan, alasan penahanan kliennya subjektif. Ia mengemukakan, alasan penahanan itu karena takut kliennya mengulangi perbuatannya.
"Itu tidak mungkin karena Pak Muis sudah pensiun dan tidak menjabat apa-apa lagi," ujarnya. Kemudia alasan kedua dikhawatirkan menghilangkan barang bukti. "Barang buktinya kan sudah disita kejaksaan semua," kata dia. Yang ketiga, dikhawatirkan kliennya lari. "Tidak mungkin. Karena beliau ada anak, ada keluarga," ungkap Tamsil.
Jadi kata Tamsil, "Subjektif soal penahanan. Walau memang diatur dalam Undang-undang, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dapat melakukan penahanan."
Kalau bicara hukum, sambung dia lagi, tidak mungkin kliennya akan melakukan pidana, karena sudah tak memiliki jabatan apa-apa di Pemkab Sekadau.
"Selama proses penyidikan Pak Muis juga kooperatif," tegasnya.
Karenanya, pengajuan permohonan penangguhan penahanan segera diproses jika sudah menerima surat pemberitahuan penahanan dari Kejagung melalui pihak keluarga Muis. "Kalau misalnya dari tahanan negara, bisa ke tahanan kota atau tahanan rumah," ungkap dia lagi.
Ia pun beralasan, permohonan penangguhan penahanan itu dilakukan mengingat Muis adalah penanggungjawab keluarga, tulang punggung keluarga, dan juga karena faktor usia. "Pak Muis juga kurang sehat," katanya. Makanya, nanti kuasa hukum juga akan melampirkan surat keterangan soal kesehatan dan rekam medis Muis dari dokter.
"Intinya sebenarnya ya kalau kita bicara penahanan, ini upaya jaksa. Kalau bicara benar atau tidak, nanti di pengadilan. Orang tak perlu ditahan, tapi proses hukum berjalan, itu kalau bicara cari keadilan dan kalau kita saling menghormati," kata Tamsil.
Dia menegaskan, ketika diperiksa Muis mengaku tak satu rupiah pun menikmati uang yang disebutkan dikorupsi. Namun persoalannya, kata dia, Muis adalah ketua tim pembebasan karena saat itu menjabat sebagai pejabat Bupati Sekadau.
"Intinya satu rupiah pun Pak Muis, tidak menikmati hasil daripada itu. Ini kan tim. Kita tidak tahu tim lain. Karena pejabat bupati dia harus tanggungg jawab. Harusnya hormati azaz praduga, boleh saja proses, tapi bisa tak ditahan," katanya.
Tamsil merasa perlu menggarisbawahi satu hal yang menjadi persoalan hukum. Menurutnya, Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Sekadau, juga berdiri di atas tanah itu.
"Yang mana pemda menyediakannya, tanpa dibayar. Itu satu hal. Kalau itu dibilang korupsi, berarti kejaksaaan menikmati hasil korupsi dong? Kalau tak salah pak Darmono (Wakil Jaksa Agung) yang saat itu menjabat Kajati Kalbar yang meresmikan," beber Tamsil.
Apakah nanti Muis Haka akan buka-bukaan di pengadilan, karena menurut informasi yang dihimpun Muis hanya tumbal 'orang besar' di balik kasus ini? Tamsil menegaskan, "Saya pengacara mengharapkan itu. Kenapa mau dikorbankan kalau tidak berbuat. Tapi, tentu harus ada bukti. Kita tidak bisa sembarangan.
Supaya jangan jadi fitnah kita tidak boleh sembarangan, harus ada bukti. Kasihan orang.Ditanya kapan pihak keluarga akan membesuk Muis, Tamsil mengatakan saat ini terus terang masih mengalami kendala dana.
Seperti diketahui, lima pejabat setingkat kepala dinas dari Pemerintah Kabupaten Sekadau, Kalbar, sudah ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung sejak Rabu (7/3). Mereka sebelumnya sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi mark up harga tanah seluas 207 hektare untuk pembangunan gedung kantor di Sekadau.
"Kita belum tahu sampai kapan (mereka ditahan)," ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Adi Toegarisman, Jumat (9/3), di Jakarta. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Seleksi Bermasalah, Bupati Enggan Teken SK 292 CPNS
Redaktur : Tim Redaksi