JAKARTA - Virus flu burung varian baru flu burung H5NI clade 2.3.2, yang menyerang itik mengakibatkan ratusan ribu itik mati mendadak. Banyak peternak pun merugi.
Untuk mengatasi persoalan, pemerintah menyatakan bakal memproduksi missal vaksin flu burung varian baru tersebut pada bulan Februari mendatang. Menurut rencana, vaksin tersebut bakal diproduksi sebanyak satu juta buah.
"Alhamdulillah vaksinnya sudah ditemukan, sehingga nanti akan diproduksi di awal Februari sebanyak satu juta vaksin dan nantinya akan diperbanyak pada bulan-bulan berikutnya. Jadi tidak perlu khawatir lagi karena sudah ada vaksinnya, tinggal implementasi saja di lapangan," jelas Mentan Suswono ditemui di Istana Negara, Senin (14/1).
Suswono melanjutkan, saat ini pemerintah menyediakan anggaran sebanyak Rp 215 miliar sebagai dana kompensasi bagi para peternak yang mengalami kerugian. Dana tersebut juga bakal digunakan untuk depopulasi.
"Jumlah itu intinya diantaranya untuk keperluan depopulasi, karena depopulasi sangat penting dan juga untuk pergantian itiknya. Karena ada pergantian itik yang baru, maka harus dilakukan depopulasi, karena kalau di situ ada itik mati sakit, yang sehat-sehat lainnya bisa tertular,"jelasnya.
Soal besaran nilai kompensasi bagi para peternak, Suswono belum bisa berbicara banyak. Dia hanya memastikan jika besaran nilai kompensasi akan disesuaikan dengan harga di pasaran. "Yang jelas pokoknya peternak tidak dirugikan, ideal lah dengan harga pasar,"tegasnya.
Ketika ditanya kapan dana tersebut bakal dicairkan, menteri 53 tahun itu juga belum bisa memastikan. Pihaknya masih menunggu pencarian anggaran dari pihak Kementrian Keuangan.
"Kita sudah mengajukan anggaran itu ke Kementrian Keuangan, tentunya melalui Kemenko Perekonomian. Kami harap bisa direalisasikan ya, karena ingin secepatnya lah, supaya peternak mendapatkan kepastian,"kata Politikus PKS tersebut.
Suswono memaparkan, sejauh ini pihaknya belum mengkategorikan kejadian matinya ratusan ribu itik tersebut sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Sebab, jumlah itik yang mati masih dalam skala yang kecil jika dibandingkan dengan jumlah populasi itik yang mencapai 50 juta. Sehingga, kondisinya masih cukup terkendali.
"Kalau tidak salah menurut laporan yang masuk ke kita ada 160 ribu itik yang mati. Jelas kalau melihat populasi yang 50 juta, sangat sedikit. Karena itu, keadaannya masih terkendali. Dibanding tahun 2003 juga ini masih jauh sekali,"ujarnya.
Kasus matinya ratusan ribu itik tersebut juga sempat memunculkan dugaan adanya keterlibatan bioterorisme. Namun, Suswono membantah hal tersebut. Meski begitu, pemerintah akan tetap siaga dengan segala kemungkinan yang ada.
"Kalau sampai bioterorisme kayaknya belum sampai. Dari sisi mutasi gen juga kelihatannya tidak ya. Tapi ya kewaspadaan itu penting, karena ke depan hal-hal semacam itu mungkin terjadi,"imbuh alumnus Institut Pertanian Bogor (ITB) tersebut.
Seperti diketahui, virus flu burung dinyatakan telah berevolusi dari H5N1 menjadi H5N1 232. Merebaknya serangan Virus flu burung di beberapa daerah di Indonesia, menyebabkan banyak peternak mulai kehilangan pekerjaannya. Penyebaran virus flu burung tersebut ditengarai akibat pola migrasi populasi yang buruk dan impor unggas dari negara lain. (Ken)
Untuk mengatasi persoalan, pemerintah menyatakan bakal memproduksi missal vaksin flu burung varian baru tersebut pada bulan Februari mendatang. Menurut rencana, vaksin tersebut bakal diproduksi sebanyak satu juta buah.
"Alhamdulillah vaksinnya sudah ditemukan, sehingga nanti akan diproduksi di awal Februari sebanyak satu juta vaksin dan nantinya akan diperbanyak pada bulan-bulan berikutnya. Jadi tidak perlu khawatir lagi karena sudah ada vaksinnya, tinggal implementasi saja di lapangan," jelas Mentan Suswono ditemui di Istana Negara, Senin (14/1).
Suswono melanjutkan, saat ini pemerintah menyediakan anggaran sebanyak Rp 215 miliar sebagai dana kompensasi bagi para peternak yang mengalami kerugian. Dana tersebut juga bakal digunakan untuk depopulasi.
"Jumlah itu intinya diantaranya untuk keperluan depopulasi, karena depopulasi sangat penting dan juga untuk pergantian itiknya. Karena ada pergantian itik yang baru, maka harus dilakukan depopulasi, karena kalau di situ ada itik mati sakit, yang sehat-sehat lainnya bisa tertular,"jelasnya.
Soal besaran nilai kompensasi bagi para peternak, Suswono belum bisa berbicara banyak. Dia hanya memastikan jika besaran nilai kompensasi akan disesuaikan dengan harga di pasaran. "Yang jelas pokoknya peternak tidak dirugikan, ideal lah dengan harga pasar,"tegasnya.
Ketika ditanya kapan dana tersebut bakal dicairkan, menteri 53 tahun itu juga belum bisa memastikan. Pihaknya masih menunggu pencarian anggaran dari pihak Kementrian Keuangan.
"Kita sudah mengajukan anggaran itu ke Kementrian Keuangan, tentunya melalui Kemenko Perekonomian. Kami harap bisa direalisasikan ya, karena ingin secepatnya lah, supaya peternak mendapatkan kepastian,"kata Politikus PKS tersebut.
Suswono memaparkan, sejauh ini pihaknya belum mengkategorikan kejadian matinya ratusan ribu itik tersebut sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Sebab, jumlah itik yang mati masih dalam skala yang kecil jika dibandingkan dengan jumlah populasi itik yang mencapai 50 juta. Sehingga, kondisinya masih cukup terkendali.
"Kalau tidak salah menurut laporan yang masuk ke kita ada 160 ribu itik yang mati. Jelas kalau melihat populasi yang 50 juta, sangat sedikit. Karena itu, keadaannya masih terkendali. Dibanding tahun 2003 juga ini masih jauh sekali,"ujarnya.
Kasus matinya ratusan ribu itik tersebut juga sempat memunculkan dugaan adanya keterlibatan bioterorisme. Namun, Suswono membantah hal tersebut. Meski begitu, pemerintah akan tetap siaga dengan segala kemungkinan yang ada.
"Kalau sampai bioterorisme kayaknya belum sampai. Dari sisi mutasi gen juga kelihatannya tidak ya. Tapi ya kewaspadaan itu penting, karena ke depan hal-hal semacam itu mungkin terjadi,"imbuh alumnus Institut Pertanian Bogor (ITB) tersebut.
Seperti diketahui, virus flu burung dinyatakan telah berevolusi dari H5N1 menjadi H5N1 232. Merebaknya serangan Virus flu burung di beberapa daerah di Indonesia, menyebabkan banyak peternak mulai kehilangan pekerjaannya. Penyebaran virus flu burung tersebut ditengarai akibat pola migrasi populasi yang buruk dan impor unggas dari negara lain. (Ken)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Harus Tegas Atasi Konflik Agraria
Redaktur : Tim Redaksi