BOGOR - TNI dan Polri harus segera menyudahi perseteruan mereka. Karena saat ini masyarakat sangat butuh perlindungan dan keamanan. Kemarin, aksi perampokan bersenjata api merajalela di Bogor.
Betapa tidak. Dalam sehari, telah terjadi tiga perampokan. Aksi tersebut terjadi pada waktu yang hampir bersamaan. Total kerugian para korban diperkirakan mencapai Rp617 juta.
Aksi perampokan pertama terjadi di Kantor Pos Kecamatan Gunungsindur. Sekitar pukul 11:45, empat rampok mendatangi Kantor Pos di Jalan Raya Gunungsindur-Parung, dan berpura-pura hendak mengirimkan paket.
Petugas jaga menolak niat pelaku, karena Kantor Pos sudah tutup dan semua karyawan bersiap menjalankan salat Jumat. Secepat kilat, pelaku mengambil pistol berjenis FN dan menodong petugas jaga itu. Sementara pelaku lain menyekap dua orang petugas lain dan dua orang nasabah. Tukang parkir yang berada di luar pun dibawa masuk dan ikut disekap.
“Ada lima orang yang saat itu berada di dalam. Langsung ditodong senjata dan diikat kedua tangan dan kakinya serta mulutnya menggunakan lakban. Selain karyawan dan tukang parkir, pelaku juga mengikat dua ibu yang sedang bertransaksi,” ungkap Kapolsek Gunungsindur, Kompol Oding Sopandi kepada Radar Bogor, kemarin.
Dia mengatakan, usai melumpuhkan karyawan dan nasabah, perampok yang kesemuanya menenteng pistol jenis FN, kemudian menggasak uang Rp100 juta dari laci salah satu petugas jaga. Pelaku lantas kabur menggunakan dua sepada motor.
“Pelaku manfaatkan kondisi kantor pos yang sepi karena mau tutup untuk istirahat jelang salat Jumat. Mereka menggasak uang Rp100 juta,” terangnya.
Oding menambahkan, para pelaku yang datang menggunakan motor Yamaha Jupiter MX dan Honda Supra itu kemudian melarikan diri menuju arah Pamulang. Hingga kini jajarannya masih melakukan pengembangan dan berkoordinasi dengan anggota Reskrim Polres Bogor.
Hanya berselang tiga jam dari perampokan di Gunungsindur, aksi serupa terjadi di Bank BNI Syariah cabang Parung, Kampung Jati, Desa Lebakwangi, Kecamatan Parung. Sekitar pukul 14:00, empat orang pelaku merangsek masuk ke dalam bank sembari mengacungkan senjata api. Dari tempat ini, mereka berhasil menggasak uang tunai sebesar Rp17,5 juta.
Perampokan kedua terjadi pada saat kondisi bank sedang sepi nasabah. Awalnya pelaku yang berjumlah empat orang, datang menggunakan dua sepeda motor jenis Yamaha Mio dan langsung menuju parkiran kawasan pertokoan tersebut.
Menurut keterangan saksi mata, keempat pelaku sempat berdiam dan terkesan mengawasi situasi di sekitar bank. “Awalnya empat orang sempat duduk-duduk di seberang jalan dan. Mereka seperti memantau lokasi dan kondisi ruko,” terang saksi mata perampokan, Ferdinal Marsyel (28).
Ferdinal yang juga salah seorang karyawan leasing di sebelah bank BNI Syariah menuturkan, beberapa saat kemudian, dua dari pelaku masuk ke ruko nomor tiga yang tak lain adalah kantor BRI Syariah. Sementara dua pelaku lainnya masih tetap di luar ruko untuk memantau situasi. “Dua orang pria masuk ke BRI Syariah, dan dua pria lainnya menunggu di luar,” tuturnya.
Pelaku sempat merobohkan salah seorang petugas keamanan bank, Subhan (38). Saat itu, lanjutnya, Subhan sempat melakukan perlawanan. Namun karena postur tubuh pelaku lebih besar dan membawa senjata, Subhan tak berdaya. “Petugas keamanannya (Subhan) sempat dilumpuhkan dengan cara disetrum menggunakan alat kejut listrik. Terus ditodong lagi,” ungkapnya.
Beres melumpuhkan satpam, pelaku lain mengancam semua orang yang berada di dalam bank agar tidak berteriak dan melawan. “Mereka sempat mengencam semua orang yang ada di dalam. Menodong-nodongkan senjata,” katanya lagi.
Kanit Reskrim Polsek Parung, AKP Nelson Siregar menerangkan, setelah melumpuhkan petugas keamanan, pelaku masuk ke ruangan penyimpanan brankas besi. Namun saat itu kondisi sekitar lokasi sudah mulai ramai dan banyak warga yang datang. “Awalnya sasaran yang akan mereka rampok adalah brankas besi yang bersisi uang,” paparnya.
Mengetahui situasi tidak aman, kawanan rampok meninggalkan brankas, lantas bergerak menuju petugas teller dan menggasak semua uang yang ada di laci teller. “Mereka hanya berhasil membawa uang yang ada di laci teller. Jumlahnya sebesar Rp17,5 juta,” kata Nelson.
Kedua pelaku kemudian kabur menggunakan sepeda motor Yamaha Mio ke arah pasar Parung. “Dua pelaku itu kemudian melarikan diri dengan sepeda motor bersama dua pelaku lainya yang berada di luar bank,” tandasnya.
Petugas Polsek Parung yang mendapatkan informasi perampokan langsung mendatangi lokasi untuk melakukan olah TKP. Polisi juga meminta keterangan sejumlah karyawan serta petugas keamanan dan memeriksa rekaman CCTV di dalam bank. “Kita masih meminta keterangan dari karyawan bank. Sebagian anggota melakukan pengejaran para pelaku yang diduga kabur ke arah pasar Parung,” terangnya.
Di Kecamatan Jonggol, perampokan terjadi pukul 16:00. Nanti Komara (43) yang hendak pulang, dicegat enam orang perampok di Jalan Raya Jonggol, Kecamatan Jonggol.
Kawanan ini telah menguntit Komara, karena mengetahui peternak sapi itu tengah membawa uang tunai sebanyak Rp500 juta hasil penjualan sapi. Dalam aksinya, kawanan perampok mengancam korban menggunakan senjata api jenis pistol.
“Betul, kejadiannya tadi siang. Saya masih di jalan. Saya lupa data lengkapnya,” singkat Kanit Reskrim Polsek Jonggol, AKP Suharto.
Ke Mana Patroli Polisi?
Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW) Neta S Pane menuding maraknya aksi perampokan lantaran patroli aparat kepolisian yang lemah.
Sehingga tak aneh, menurutnya, dalam satu hari bisa sampai terjadi tiga kali perampokan di satu wilayah kewenangan. “Patroli polisi tidak maksimal! Itu salah satu alasan mengapa aksi perampokan menjadi marak,” tegasnya kepada Radar Bogor (Grup JPNN), kemarin.
Pantauannya, di sejumlah daerah termasuk Ibu Kota Jakarta, banyak ditemui kendaraan patroli milik kepolisian yang sudah rusak bahkan menjadi barang rongsokan. “Ada polsek di wilayah perbatasan Jakarta yang tidak punya kendaraan patroli. Terus bagaimana bisa patroli?” katanya.
Konflik yang kerap terjadi antara Polri dan TNI juga kerap disebut-sebut sebagai salah satu penyebab pengawasan polisi kurang optimal. Karenanya, Neta mendesak aparat kepolisian agar lebih meningkatkan pelayanan dan patroli, khususnya di daerah perbatasan. Ia juga meminta polda membantu polsek di wilayah perbatasan yang miskin kendaraan patroli.
“Selain itu, program Babinkamtibmas yang menjadi andalan Kepala Polda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Putut Eko Bayu Seno belum berjalan maksimal. Anggaran operasionalnya tidak jelas. Kalaupun ada, sangat minim,” ujarnya.
Daerah-daerah perbatasan di Bogor, lanjutnya, kerap dijadikan rute pelarian para perampok. Karenanya, Polda Metro Jaya juga harus terus menggelar operasi senjata api dan bahan peledak di wilayah perbatasan secara reguler dan konsisten.
Dengan menggalakkan patroli dan operasi terus menerus, kata Neta, penjahat pun akan berpikir dua kali untuk beraksi. “Jangan seperti pemadam kebakaran, nunggu kejadian. Harus diantisipasi secara maksimal dengan cara memaksimalkan patroli,” tukasnya.
Selain itu, tambah Neta, kasus pembakaran Mapolres OKU Sumatera Selatan harus membuat Polri introspeksi dan segera menghentikan aksi-aksi koboi yang dilakukan anggotanya. Ia juga mendesak Mabes Polri segera mencopot Kapolres OKU dan Kapolda Sumsel, agar ada efek pembelajaran yang bisa mebuat para pejabat Polri di daerah lebih perhatian pada kasus-kasus sensitif di wilayah tugasnya.
IPW sendiri mencatat ada dua pemicu dalam kasus OKU. Pertama, anggota Polri terlalu ringan tangan melepaskan tembakan yang mematikan, meski yang dihadapi hanya persoalan sepele.
“Tahun 2012, ada 37 kasus salah tembak dan main tembak oleh polisi. Korbannya 49 orang, 17 tewas dan 32 luka. Di tahun 2013 ini aksi koboi polisi masih saja marak. Hingga Maret, ada empat kasus salah tembak yang belum ditangani dengan maksimal,” cetusnya.
Penyebab kedua adalah Polri tidak bertindak cepat dan transparan dalam menuntaskan kasus penembakan terhadap anggota TNI yang melakukan pelanggaran lalu lintas di OKU. Sehingga, hal itu membuat keluarga dan teman-teman korban marah, kemudian menyerbu dan membakar Polres OKU.
“Padahal dalam kasus Rasyid Rajasa yang menabruk hingga menewaskan dua orang, polisi bisa bertindak cepat. Dalam 11 hari kasusnya sudah dilimpahkan ke kejaksaan,” paparnya.
Dari kasus ini, imbuh Neta, terlihat para pejabat Polri di Sumsel tidak peka terhadap kasus sensitif yang bisa memicu konflik. Jika sikap, prilaku dan kinerja seperti itu terus dibiarkan, konflik antar institusi itu akan terus terjadi. “Untuk itu Polri harus mau introspeksi dan berbenah diri,” tandasnya. (sdk/ric/e)
Betapa tidak. Dalam sehari, telah terjadi tiga perampokan. Aksi tersebut terjadi pada waktu yang hampir bersamaan. Total kerugian para korban diperkirakan mencapai Rp617 juta.
Aksi perampokan pertama terjadi di Kantor Pos Kecamatan Gunungsindur. Sekitar pukul 11:45, empat rampok mendatangi Kantor Pos di Jalan Raya Gunungsindur-Parung, dan berpura-pura hendak mengirimkan paket.
Petugas jaga menolak niat pelaku, karena Kantor Pos sudah tutup dan semua karyawan bersiap menjalankan salat Jumat. Secepat kilat, pelaku mengambil pistol berjenis FN dan menodong petugas jaga itu. Sementara pelaku lain menyekap dua orang petugas lain dan dua orang nasabah. Tukang parkir yang berada di luar pun dibawa masuk dan ikut disekap.
“Ada lima orang yang saat itu berada di dalam. Langsung ditodong senjata dan diikat kedua tangan dan kakinya serta mulutnya menggunakan lakban. Selain karyawan dan tukang parkir, pelaku juga mengikat dua ibu yang sedang bertransaksi,” ungkap Kapolsek Gunungsindur, Kompol Oding Sopandi kepada Radar Bogor, kemarin.
Dia mengatakan, usai melumpuhkan karyawan dan nasabah, perampok yang kesemuanya menenteng pistol jenis FN, kemudian menggasak uang Rp100 juta dari laci salah satu petugas jaga. Pelaku lantas kabur menggunakan dua sepada motor.
“Pelaku manfaatkan kondisi kantor pos yang sepi karena mau tutup untuk istirahat jelang salat Jumat. Mereka menggasak uang Rp100 juta,” terangnya.
Oding menambahkan, para pelaku yang datang menggunakan motor Yamaha Jupiter MX dan Honda Supra itu kemudian melarikan diri menuju arah Pamulang. Hingga kini jajarannya masih melakukan pengembangan dan berkoordinasi dengan anggota Reskrim Polres Bogor.
Hanya berselang tiga jam dari perampokan di Gunungsindur, aksi serupa terjadi di Bank BNI Syariah cabang Parung, Kampung Jati, Desa Lebakwangi, Kecamatan Parung. Sekitar pukul 14:00, empat orang pelaku merangsek masuk ke dalam bank sembari mengacungkan senjata api. Dari tempat ini, mereka berhasil menggasak uang tunai sebesar Rp17,5 juta.
Perampokan kedua terjadi pada saat kondisi bank sedang sepi nasabah. Awalnya pelaku yang berjumlah empat orang, datang menggunakan dua sepeda motor jenis Yamaha Mio dan langsung menuju parkiran kawasan pertokoan tersebut.
Menurut keterangan saksi mata, keempat pelaku sempat berdiam dan terkesan mengawasi situasi di sekitar bank. “Awalnya empat orang sempat duduk-duduk di seberang jalan dan. Mereka seperti memantau lokasi dan kondisi ruko,” terang saksi mata perampokan, Ferdinal Marsyel (28).
Ferdinal yang juga salah seorang karyawan leasing di sebelah bank BNI Syariah menuturkan, beberapa saat kemudian, dua dari pelaku masuk ke ruko nomor tiga yang tak lain adalah kantor BRI Syariah. Sementara dua pelaku lainnya masih tetap di luar ruko untuk memantau situasi. “Dua orang pria masuk ke BRI Syariah, dan dua pria lainnya menunggu di luar,” tuturnya.
Pelaku sempat merobohkan salah seorang petugas keamanan bank, Subhan (38). Saat itu, lanjutnya, Subhan sempat melakukan perlawanan. Namun karena postur tubuh pelaku lebih besar dan membawa senjata, Subhan tak berdaya. “Petugas keamanannya (Subhan) sempat dilumpuhkan dengan cara disetrum menggunakan alat kejut listrik. Terus ditodong lagi,” ungkapnya.
Beres melumpuhkan satpam, pelaku lain mengancam semua orang yang berada di dalam bank agar tidak berteriak dan melawan. “Mereka sempat mengencam semua orang yang ada di dalam. Menodong-nodongkan senjata,” katanya lagi.
Kanit Reskrim Polsek Parung, AKP Nelson Siregar menerangkan, setelah melumpuhkan petugas keamanan, pelaku masuk ke ruangan penyimpanan brankas besi. Namun saat itu kondisi sekitar lokasi sudah mulai ramai dan banyak warga yang datang. “Awalnya sasaran yang akan mereka rampok adalah brankas besi yang bersisi uang,” paparnya.
Mengetahui situasi tidak aman, kawanan rampok meninggalkan brankas, lantas bergerak menuju petugas teller dan menggasak semua uang yang ada di laci teller. “Mereka hanya berhasil membawa uang yang ada di laci teller. Jumlahnya sebesar Rp17,5 juta,” kata Nelson.
Kedua pelaku kemudian kabur menggunakan sepeda motor Yamaha Mio ke arah pasar Parung. “Dua pelaku itu kemudian melarikan diri dengan sepeda motor bersama dua pelaku lainya yang berada di luar bank,” tandasnya.
Petugas Polsek Parung yang mendapatkan informasi perampokan langsung mendatangi lokasi untuk melakukan olah TKP. Polisi juga meminta keterangan sejumlah karyawan serta petugas keamanan dan memeriksa rekaman CCTV di dalam bank. “Kita masih meminta keterangan dari karyawan bank. Sebagian anggota melakukan pengejaran para pelaku yang diduga kabur ke arah pasar Parung,” terangnya.
Di Kecamatan Jonggol, perampokan terjadi pukul 16:00. Nanti Komara (43) yang hendak pulang, dicegat enam orang perampok di Jalan Raya Jonggol, Kecamatan Jonggol.
Kawanan ini telah menguntit Komara, karena mengetahui peternak sapi itu tengah membawa uang tunai sebanyak Rp500 juta hasil penjualan sapi. Dalam aksinya, kawanan perampok mengancam korban menggunakan senjata api jenis pistol.
“Betul, kejadiannya tadi siang. Saya masih di jalan. Saya lupa data lengkapnya,” singkat Kanit Reskrim Polsek Jonggol, AKP Suharto.
Ke Mana Patroli Polisi?
Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW) Neta S Pane menuding maraknya aksi perampokan lantaran patroli aparat kepolisian yang lemah.
Sehingga tak aneh, menurutnya, dalam satu hari bisa sampai terjadi tiga kali perampokan di satu wilayah kewenangan. “Patroli polisi tidak maksimal! Itu salah satu alasan mengapa aksi perampokan menjadi marak,” tegasnya kepada Radar Bogor (Grup JPNN), kemarin.
Pantauannya, di sejumlah daerah termasuk Ibu Kota Jakarta, banyak ditemui kendaraan patroli milik kepolisian yang sudah rusak bahkan menjadi barang rongsokan. “Ada polsek di wilayah perbatasan Jakarta yang tidak punya kendaraan patroli. Terus bagaimana bisa patroli?” katanya.
Konflik yang kerap terjadi antara Polri dan TNI juga kerap disebut-sebut sebagai salah satu penyebab pengawasan polisi kurang optimal. Karenanya, Neta mendesak aparat kepolisian agar lebih meningkatkan pelayanan dan patroli, khususnya di daerah perbatasan. Ia juga meminta polda membantu polsek di wilayah perbatasan yang miskin kendaraan patroli.
“Selain itu, program Babinkamtibmas yang menjadi andalan Kepala Polda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Putut Eko Bayu Seno belum berjalan maksimal. Anggaran operasionalnya tidak jelas. Kalaupun ada, sangat minim,” ujarnya.
Daerah-daerah perbatasan di Bogor, lanjutnya, kerap dijadikan rute pelarian para perampok. Karenanya, Polda Metro Jaya juga harus terus menggelar operasi senjata api dan bahan peledak di wilayah perbatasan secara reguler dan konsisten.
Dengan menggalakkan patroli dan operasi terus menerus, kata Neta, penjahat pun akan berpikir dua kali untuk beraksi. “Jangan seperti pemadam kebakaran, nunggu kejadian. Harus diantisipasi secara maksimal dengan cara memaksimalkan patroli,” tukasnya.
Selain itu, tambah Neta, kasus pembakaran Mapolres OKU Sumatera Selatan harus membuat Polri introspeksi dan segera menghentikan aksi-aksi koboi yang dilakukan anggotanya. Ia juga mendesak Mabes Polri segera mencopot Kapolres OKU dan Kapolda Sumsel, agar ada efek pembelajaran yang bisa mebuat para pejabat Polri di daerah lebih perhatian pada kasus-kasus sensitif di wilayah tugasnya.
IPW sendiri mencatat ada dua pemicu dalam kasus OKU. Pertama, anggota Polri terlalu ringan tangan melepaskan tembakan yang mematikan, meski yang dihadapi hanya persoalan sepele.
“Tahun 2012, ada 37 kasus salah tembak dan main tembak oleh polisi. Korbannya 49 orang, 17 tewas dan 32 luka. Di tahun 2013 ini aksi koboi polisi masih saja marak. Hingga Maret, ada empat kasus salah tembak yang belum ditangani dengan maksimal,” cetusnya.
Penyebab kedua adalah Polri tidak bertindak cepat dan transparan dalam menuntaskan kasus penembakan terhadap anggota TNI yang melakukan pelanggaran lalu lintas di OKU. Sehingga, hal itu membuat keluarga dan teman-teman korban marah, kemudian menyerbu dan membakar Polres OKU.
“Padahal dalam kasus Rasyid Rajasa yang menabruk hingga menewaskan dua orang, polisi bisa bertindak cepat. Dalam 11 hari kasusnya sudah dilimpahkan ke kejaksaan,” paparnya.
Dari kasus ini, imbuh Neta, terlihat para pejabat Polri di Sumsel tidak peka terhadap kasus sensitif yang bisa memicu konflik. Jika sikap, prilaku dan kinerja seperti itu terus dibiarkan, konflik antar institusi itu akan terus terjadi. “Untuk itu Polri harus mau introspeksi dan berbenah diri,” tandasnya. (sdk/ric/e)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Empat Subdit Reskrimum Garap Hercules dkk
Redaktur : Tim Redaksi