Sejarah Hubungan Panas Pasar Senen dengan Si Jago Merah

Jumat, 20 Januari 2017 – 09:55 WIB
LUDES: Kebakaran di Pasar Senen, Jakarta Pusat, Kamis (19/1). Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com - jpnn.com - Pasar Senen, Jakarta Pusat terbakar lagi. Sejak dibangun bersamaan dengan Pasar Tanah Abang oleh Yustinus Vinck pada 1735, si jago merah kerap menghancurkannya.

Namun, Pasar Senen tak pernah benar-benar luluh oleh api. Pasar tertua di Jakarta ini selalu mampu bangkit lagi, menjadi poros perputaran transaksi dan jual beli, juga mewarnai peradaban Jakarta.

BACA JUGA: Susah Tidur di Malam Sebelum Pasar Senen Terbakar..

Herman Malano, penulis buku Selamatkan Pasar Tradisional menyebut Pasar Senen pada tahun-tahun 1900-an pernah menjadi surga belanja yang mengalahkan Singapura.

"Pada saat itu Pasar Senen mencapai puncak kejayaan dan dijuluki Queen of the East," tulis aktivis Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia itu dalam bukunya.

BACA JUGA: Herianto Nekat Loncat dari Kereta, Jualannya Ludes Juga

Pada masa-masa itulah Pasar Senen menjadi arena para pemuda dari berbagai daerah berkumpul.

Letaknya yang tak jauh dari gedung Theater Schouwburg Weltevreden yang kini dikenal dengan nama Gedung Kesenian Jakarta dan sekolah maupun asrama para calon dokter STOVIA menjadikan Pasar Senen strategis sebagai tempat ideal untuk wandelen alias jalan-jalan sekaligus nongkrong di masa itu.

BACA JUGA: Pasar Senen Akan Dibangun Lagi

Pasar Senen, bukan hanya jadi favorit para pemuda yang kemudian tercatat sejarah sebagai aktivis kemerdekaan seperti Hatta, Soebandrio, hingga Soedjatmoko, melainkan juga menjadi ’rumah’ bagi para seniman.

Chairil Anwar, Asrul Sani, hingga Sitor Situmorang adalah dua dari sekian banyak nama seniman yang pernah menjadikan Pasar Senen sebagai tempat sekadar nongkrong maupun disukusi-diskusi serius.

Dalam catatan I.G Kasimo, para seniman di Pasar Senen punya peran penting dalam kerja-kerja propaganda di sekitar kemerdekaan. Oleh para seniman Pasar Senen, pesan kemerdekaan kerap dituangkan pada lembaran poster lalu disebar.

Bukan hanya disebar pada tembok-tembok kota, namun juga gerbong kereta yang melaju dari Pasar Senen ke berbagai kota di Jawa.

Pasar Senen mulai surut pamor sebagai tempat nongkrong bagi para seniman dan aktivis pada 1968. Saat itu, Gubernur Ali Sadikin mengubah kebun binatang di area bekas rumah pelukis Raden Saleh menjadi Taman Ismail Marzuki di Cikini.

Para seniman dan aktvis kemudian berangsur banyak yang berpindah arena interaksi ke Cikini hingga sekarang.

Pada saat yang sama, Gubernur Ali Sadikin melanjutkan pembangunan besar-besaran di kawasan Pasar Senen dengan nama Proyek Senen. Proyek ini mulanya berupa proposal yang diajukan Ciputra kepada Gubernur Jakarta Soemarno di masa sebelum Ali Sadikin.

Proposal itu ditindaklanjuti dengan rapat bersama Bung Karno yang kemudian berujung pada pembentukan PT Pembangunan Jaya sebagai pelaksana proyek.

Perusahaan yang sahamnya dimiliki Pemprov DKI Jakarta tersebut kemudian mengubah wajah Pasar Senen. Maklum, saat itu pasar indah bagai ratu dari timur tersebut perlahan telah menjadi kumuh. Proyek Senen terbukti berhasil menjadikan kawasan itu kembali gagah setelah ditata ulang.

Hingga kini, perusahaan tersebut masih mengelola Pasar Senen selain dikelola oleh PD Pasar Jaya. Blok I-II yang kemarin terbakar ada dalam pengelolaan perusahaan yang juga mengembangkan kawasan jin buang anak di Ancol menjadi seperti sekarang ini tersebut.

Seiring perubahan zaman, Pasar Senen menjadi bagian dari perputaran sejarah. Saat Jakarta dilanda kerusuhan anti-Jepang yang dikenal sebagai peristiwa Malapetaka Lima Belas Januari atau Malari, Pasar Senen terbakar hebat.

Kebakaran pada 1974 ini tentu bukan yang pertama menghanguskan Pasar Senen. Pasar itu pernah dilahap jago merah pada 1826.

Kerusuhuhan Malari yang melahap Pasar Senen itu mengantar sejumlah aktivis seperti Hariman Siregar dan Adnan Buyung Nasution ke hotel prodeo. Paska kebakaran 1974, Pasar Senen kembali bangkit.

Hingga tahun 1980-1990an, Pasar Senen menjadi magnet bagi warga Jakarta. Aneka kebutuhan seperti pakaian, makanan, hingga buku menjadi barang-barang yang diburu pembeli di pasar ini.

Pada periode 1990an, wajah Pasar Senen makin molek. Pusat perbelanjaan modern bernama Atrium Senen dan sejumlah hotel berdiri megah di kawasan ini.

Pasar Senen kemudian dikembangkan menjadi kawasan terpadu dengan stasiun, terminal, dan pusat perbelanjaan sekaligus yang lantas dikenal dengan nama Planet Senen.

Api kembali mengamuk di Pasar Senen di ujung kekuasaan Orde Baru. 23 November 1996, Pasar Senen dihanguskan oleh jilatan api. Kali ini api menghajar habis kios-kios yang terletak di Blok IV dan V.

Tercatat 750 kios hangus oleh kobaran api. Pada kerusuhan 1998, Pasar Senen ikut menjadi korban. Saat itu bukan api yang menghancurkan Pasar Senen, melainkan penjarahan oleh massa.

Setelah Orde Baru jatuh, Pasar Senen lagi-lagi dilalap api. Kali ini terjadi pada 23 Januari 2003. Amukan api menghajar 300 kios pedagang yang terletak di Blok IV dan IVB.

Api benar-benar tak mampu mematikan Pasar Senen. Setelah kebakaran pada 2003, Pasar Senen kembali bangkit di tengah gempuran mal-mal canggih seantero Jakarta.

Namun begitu, lagi-lagi api kembali memeluk Pasar Senen. Kali ini terjadi pada 23 Maret 2009. Kawasan Pasar Senen yang berdekatan dengan terminal bus hangus oleh jago merah.

Kios-kios yang menjual buku dan aneka barang lainnya luluh akibat jilatan api. Petugas pemadan kebakaran saat itu mengerahkan 24 unit mobil demi menjinakan api.

Selang setahun, Pasar Senen lagi-lagi diamuk api. Peristiwa tersebut terjadi pada 11 Maret 2010. Kebakaran kali ini benar-benar menghebohkan Jakarta.

Betapa tidak, amukan api secara cepat menghanguskan 2.337 kios di Blok IV dan V yang sehari-hari berisi dagangan berupa pakaian, sepatu, dan tas.

PD Pasar Jaya yang mengelola blok tersebut melansir kerugian akibat kebakaran mencapai Rp 8,5 miliar.

Empat tahun setelah kebakaran besar itu, Pasar Senen kembali dilanda api. Kebakran pada 25 April 2014 itu lebih besar dari sebelumnya. Selama 20 jam, api terus menghajar kios-kios di Pasar Senen.

Ikatan Pedagang Pasar Seluruh Indonesia mencatat kerugian dari kebakaran yang menghanguskan 3.000 kios itu mencapai Rp 100 miliar.

Kebakaran lagi-lagi terjadi di Pasar Senen pada 2016. Pada 19 September 2016, 29 unit mobil pemadam kebakaran dikerahkan untuk memadamkan amukan api yang melanda Pasar Poncol di kawasan Pasar Senen.

Dua jam kerja keras dari pemadam kebakaran tak mampu menyelamatkan enam kios yang hangus namun berhasil mencegah meluasnya api.

Tahun lalu kebakaran di Pasar Senen tak hanya terjadi pada bulan September. Pada 15 November 2016, api yang diduga berasal dari hubungan arus pendek menghanguskan tiga toko di Pasar Senen.

Tak sampai setahun dari kebakaran terakhir, Pasar Senen kemarin dilanda api. Tiga kali kebakaran dalam waktu tak sampai setahun adalah rekor tersendiri bagi Pasar Senen.

Berdasar rekam jejaknya, api terbukti tak pernah mampu mematikan Pasar Senen. Setiap kebakaran selesai dan muncul polesan anyar, Pasar Senen tetap mampu hidup dan menjadi magnet lagi bagi para pembelinya. (tir)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kebakaran Pasar Senen, Plt Gubernur Salahkan Penyewa


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler