Sejarah Kota Kelahiran Muhammad

Selasa, 05 Desember 2017 – 10:32 WIB
Buku Mekkah karya Zuhairi Misrawi. Foto: Wenri Wanhar/JPNN

jpnn.com - MEKKAH kota magis warisan Ibrahim. Di sinilah Muhammad bin Abdullah lahir pada 12 Rabiul Awal tahun Gajah, atau 20 April 571 masehi.

Wenri Wanhar – Jawa Pos National Network

BACA JUGA: Sebelum Dikoloni Spanyol, Filipina Dipimpin Perantau Minang

Ritual haji yang dilakukan umat Islam pada hakikatnya merupakan warisan Ibrahim. Ia bersama anaknya (Ismail) membangun rumah yang kemudian dikenal dengan Ka’bah.

“Tempat inilah yang pada akhirnya menjadi magnet bagi para pelancong yang hendak datang ke Mekkah,” tulis Zuhairi Misrawi dalam Mekkah—Kota Suci, Kekuasaan dan Teladan Ibrahim.

BACA JUGA: Inilah Orang Inggris Pertama Keliling Bumi

Kabilah Jurhum

Dalam sebuah konflik di Yaman, negeri yang waktu itu terkenal makmur, kabilah Jurhum “terusir” dari kampungnya.

BACA JUGA: Run...!!!

Suatu hari, di tengah padang gersang, mereka melihat burung-burung mendekati pusat air yang ditemukan Siti Hajar dan Ismail.

“Jika diperkenankan, kami akan tinggal bersamamu. Kami berjanji akan melindungimu dan air ini adalah milikmu.”

Tawaran kabilah Jurhum itu diterima Hajar. Dan begitu Ismail tumbuh besar, sebagaimana diriwayatkan sejarah, Ismail mempersunting perempuan dari klan kabilah Jurhum.

“Keturunan Ismail inilah lalu dikenal sebagai orang Arab Musta’rabah,” tulis Zuhairi.

Ka’bah pun menjadi magnet ziarah.

“Jika Piramida merupakan warisan kedigdayaan raja, maka Ka’bah merupakan simbol keteguhan dan ketulusan seorang hamba kepada Tuhannya,” sambung alumni Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir itu.

Zuhairi yang pernah meneliti sejarah Mekkah menjelaskan, sejak dahulu kala, Ka’bah merupakan tempat yang dikunjungi oleh umat dari berbagai agama, suku, dan bangsa.

Paska Ibrahim, kabilah Jurhum menguasai Mekkah secara total. Mereka memiliki kejayaan dan kekayaan yang melimpah.

Sekian lama, kabilah Jurhum akhirnya tumbang karena, “melakukan korupsi terhadap kekayaan yang dihasilkan dari ziarah Ka’bah. Bahkan mereka mencuri hiasan berharga yang ada di Ka’bah dan menyimpannya di dalam sumber air zamzam, yang menyebabkan tersumbatnya saluran air,” ungkap Zuhairi.

Berbeda dengan wilayah Arab bagian selatan yang kerapkali dikucuri hujan, Mekkah gersang.

Kabilah Khuza’a

Akibatnya terjadi kekeringan air berkepanjangan. Dan Mekkah pun diambil alih oleh kabilah Khuza’a, setelah sebelumnya menggali sumber air zamzam lebih dalam lagi dan menyelamatkan kota dari krisis air.

Khuza’a dikenal sebagai kabilah yang tidak suka menipu. Mereka melanjutkan kebiasaan baik kabilah Jurhum dan meninggalkan kebiasaan buruk.

Kabilah inilah yang memelopori mengelola Mekkah secara “professional” dengan memberikan pelayanan terbaik bagi para peziarah.

Lebih kurang, tiga ratus tahun Khuza’a menguasai Mekkah. Selanjutnya kota itu diambil alih oleh Qushay dari kaum Quraysh.

Kisah peralihan kepemimpinan dari Khuza’a ke Quraysh cukup unik.

Tersebutlah seorang pemuka Khuza’a bernama Abu Ghibsyan. Dikenal sebagai seorang pemabuk.

“Abu Ghibsyam menjual kunci Ka’bah dengan cara menukar kunci dengan minuman keras kepada Qushay hingga akhirnya kabilah Khuza’a diusir dari Mekkah,” tulis Zuhairi.

Pada masa kabilah Jurhum dan Khuza’a tak ada bangunan lain selain Ka’bah.

Quraysh

Dikuasai kaum Quraysh, kota Mekkah pun mulai dibangun.

Mula-mula Qushay mendirikan Dar al-Nadwa, tempat pertemuan para tokoh pembesar. Berunding memecahkan masalah dan tempat melangsungkan pernikahan.

Qushay pun mempersilahkan orang-orang Quraysh membangun rumah di sekitar Ka’bah. Semua pintunya menghadap Ka’bah untuk memudahkan mereka melakukan thawaf.

Sampai di sini, Muhammad bin Abdullah yang membawa ajaran Islam belum lahir.

Kota Suci

Mekkah sebagai kota suci sudah disebut dalam sejumlah sumber sebelum kelahiran Muhammad.

Herodotus seorang sejarawan geografi asal Yunani, pada abad 5 sebelum masehi, menyebut kota ini Makaraba.

Pada pertengahan abad kedua, Ptolemy seorang ahli geogragi asal Mesir-Yunani di Alexandria, menyebut kota ini Macoraba.

“Nama tersebut berasal dari kata Miqreb. Bahasa Saba Selatan yang artinya tempat suci. Digunakan untuk menyampaikan sesaji,” tulis Sulayman Bashir dalam fi Tarikh al-Akhar.

Masyarakat Mekkah, dalam banyak riwayat disebutkan, punya tradisi oleh spiritual di gua Hira.

Mereka biasanya bersemedi sebelum melakukan nota penandatanganan perjanjian.

“Tradisi inilah yang diikuti Muhammad SAW sebelum mendapatkan wahyu yang pertama,” demikian Zuhairi. (wow/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bukan Cerita Alexis, ini Sejarah Diskotek Pertama di Jakarta


Redaktur & Reporter : Wenri

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler