jpnn.com - LIMA puluh tahun lalu, konferensi tingkat menteri negara-negara anggota PBB di Taheran, Iran pada 17 November 1965 menetapkan 8 September sebagai International Literacy Day atau Hari Aksara Internasional.
Dasar pemikirannya, untuk mengingatkan seluruh penjuru dunia arti penting mengenal baca-tulis. Kala itu PBB menilai masih banyak masyarakat dunia yang tuna aksara.
BACA JUGA: Ini Resep Buya Hamka untuk Para Wartawan
Penting untuk diketahui, jauh-jauh hari sebelum Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan hari aksara tersebut, Indonesia sudah menyadari pentingnya pemberantasan buta huruf.
Pada 14 Maret 1948, Bung Karno meluncurkan program pemberantasan buta huruf. Padahal ketika itu perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia (1945-1949) tengah berkecamuk.
BACA JUGA: Ssst...Ahli Sejarah Zaman Perang Anggap Film Jenderal Soedirman Tidak Fair
“Gerakan pemberantasan buta huruf setjara besar-besaran dibuka oleh Presiden dengan peladjaran pertama dari beliau sendiri,” tulis buku Lukisan Revolusi, 1945-1950: Dari Negara Kesatuan Ke Negara Kesatuan, terbitan Kementrian Penerangan 1954.
Pada 1960, sang proklamator kembali menyeru, Indonesia harus terbebas dari buta huruf hingga tahun 1964.
BACA JUGA: Sejarawan: Periset Film Jenderal Soedirman Tak Paham Konstalasi Sejarah
Sebagai bentuk keseriusannya, pada tahun yang ditergetkan diadakan “proklamasi bebas buta huruf segenap rakjat seluruh Indonesia pada tanggal 31 Desember 1964,” tulis buku Pantja Azimat Revolusi.
Upacara proklamasi bebas buta huruf tersebut dilangsungkan di Istora Bung Karno, Senayan, Jakarta.
Tentang program ini, Bung Karno menyatakan, “bukan saja kita menang di medan peperangan, tetapi juga di dalam hal memberantas buta huruf kita telah mencapai hasil yang sangat menjugemaken dan itu adalah pula salah satu great achivement.” (wow/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kata ââ¬ÅIndonesiaââ¬Â Pertama Muncul Di Tempat Ini
Redaktur : Tim Redaksi