Sejarah Panjang Masjid Kembar Menara Tunggal di Desa Banyumulek

Senin, 05 Juni 2017 – 18:15 WIB
Masjid Kembar Menara Tunggal di Desa Banyumulek, Kecamatan Kediri. Foto: Lombok Post/JPNN.com

jpnn.com, MATARAM - Masjid Kembar Menara Tunggal di Desa Banyumulek, Kecamatan Kediri diproyeksikan menjadi potensi wisata religi. Pembangunan masjid unik ini kini sedang dalam proses. Namun tahukan Anda, jika masjid ini dulu memiliki sejarah yang sangat panjang.

M Zainuddin, Giri Menang

BACA JUGA: Ketua DPD Ajak Umat Muslim Menjaga Minoritas

Selain dikenal sebagai ikon keranjinan gerabah di wilayah Lombok Barat, Desa Banyumulek juga memiliki ikon lainnya. Yakni Masjid Kembar Menara Tunggal. Masjid yang sekarang berdiri kokoh ini memiliki sejarah panjang.

Di usianya yang sekitar 50 tahun lebih ini, masjid tersebut menjadi saksi cerita perselisihan paham masyarakat Desa Banyumulek kala itu. Menurut Ketua Pembangunan Masjid Kembar Menara Tunggal H Jamiludin Hamid, masjid ini tidak didesain khusus agar memiliki kemiripan satu sama lain.

BACA JUGA: HNW Ajak Para Pemuda Berdayakan Masjid

Ceritanya, awal mulanya sekitar 50 tahun lalu, berdiri salah satu masjid yang diberi nama Masjid Nurul Badiah. Letaknya di Dusun Banyumulek Barat. Awalnya keberadaan masjid ini dimanfaatkan oleh warga setempat untuk beribadah dan sebagai pusat kegiatan keagamaan. Seiring berjalannya waktu, ada kesalahpahaman antar pemangku masyarakat kala itu.

”Dulu ada sebagian masyarakat yang pemahamannya tidak mengerjakan salat zuhur dan ashar di masjid secara berjamaah,” terang Jamiludin.

BACA JUGA: Sinergi APP-GP Ansor Renovasi Masjid di Riau

Diungkapkan, satu kubu memiliki pemahaman tidak mengerjakan salat zuhur dan ashar di masjid. Sedangkan kubu kedua tetap mendirikan salat zuhur dan ashar di masjid. Perbedaan pemahaman ini, akhirnya sampai pada pembangunan masjid baru yang diberi nama Masjid Silaturrahmi. Letaknya di Dusun Banyumulek Timur.

”Di sini kesalahan masyarakat dulu, kenapa bangun Masjid Silaturrahmi. Seharusnya manusianya yang diperbaiki, jangan membangun masjid lagi,” kenang Jamiludin.

Pembangunan Masjid Silaturrahmi akhirnya terlaksana. Masyarakat setempat mulai terbelah dan berkotak-kotak. Karena rasa ego yang sudah tidak ketulungan, bahkan sampai menyesar ke dalam keluarga. Dalam satu keluarga misalnya ada yang merupakan jamaah Masjid Silaturrahmi, ada juga jamaah Masjid Nurul Badiah.

Kondisi ini terus berlangsung dari tahun ke tahun. “Persaingan” menjadi-jadi. Suara azan dikumandangkan di dua masjid dalam waktu bersamaan. Tidak hanya itu, Jamiludin menuturkan saat itu jamaah di kedua masjid juga sudah didoktrin bahwa masjid mereka lebih bagus.

”Saat ini, kedua masjid punya pengurus masing-masing. Bahkan jika masjid yang satu dicat, masjid satu lagi harus dicat juga,” tuturnya.

Perluasan dan perombakan kedua masjid terus dilakukan seiring dengan bertambahnya jamaah dan keterbatasan kapasitasnya. Tercatat beberapa kali proses perombakan terjadi, baik di Masjid Silaturrahmi maupaun Nurul Badiah. Setiap kali Masjid Nurul Badiah dirombak, begitu pula Masjid Silaturrahmi pun harus direhab.

Karena tidak ada satupun pengurus masjid yang mengalah akhirnya, sekitar tahun 2001, H Jamiludin Hamid yang saat itu menjadi Ketua Ramaja berinisiatif mempersatukan jamaah. Ia mulai bersosialisasi kepada masing-masing pengurus masjid. Jangan dibayangkan saat itu mudah. Ia melakukannya dengan sabar dan penuh ikhtiar.

”Sudah sering memang mau dipersatukan tapi selalu mentok,” ceritanya.

Saat bersosialisasi kepada masing-masing pengurus ia menyampaikan niatannya ingin menjadi satu masjid sebagai pusat pembelajaran alias pondok pesantren. Kemudian satu lagi dijadikan sebagai masjid tempat beribadah. Kala itu, kedua pengurus setuju, namun kembali menjadi kendala tidak ada pengurus mau mengalah masjidnya dijadikan sebagai pusat pembelajaran agama.

”Di situ tidak ada mau mengalah. Sehingga akhirnya kita adakan rapat besar antar dua pengurus tahun 2002,” ujarnya.

Di dalam rapat besar itulah Jamiludin mengambil inisiatif. Apabila memang tidak bisa disatukan atau mengalah, pihaknya akan membangun menara besar di tengah masjid. Agar bangunan masjid bergabung maka dibuatkanlah jembatan penghubung.

Menara tunggal ini sebagai simbol pemersatu. Dibangun mulai tahun 2009 silam. Dengan tinggi 63 meter yang terispirasi dari tinggi bangunan kedua masjid yang apabila dijumlahkan mejadi 60 meter.

Selain itu, keputusan lainnya, pengurus masjid digabung menjadi satu. Selama seminggu panitia kedua masjid ditiadakan. Sehingga pada rapat besar kedua, dibentuklah pengurus baru. Yang diberi nama Pengurus Masjid Kembar Menara Tunggal. Seiring itupula dibentuk Panitia Pembangunan Masjid Kembar Menara Tunggal.

Terbentuknya panitia itu sekaligus menadakan tak ada lagi Masjid Nurul Badiah dan Silaturrahmi. Penyatuan masjid itu terjadi tanggal 31 Mei 2002. Kini sudah 15 tahun jamaah masjid tersebut menyatu. Dengan simbolnya menara tunggal yang saat ini masih dalam proses pembangunan.

Pembangunan Masjid Kembar Menara Tunggal yang berlangsung selama 15 tahun itu sudah menghabiskan anggaran Rp 9 miliar. Saat ini yang masih dalam pengerjaan adalah bangunan masjid sebelah timur yang dulunya Masjid Silaturrahmi.

Sementara waktu masjid yang dulunya Nurul Baidah digunakan sebagai pusat kegiatan agama dan ibadah selama proses pembangunan bangunan masjid sebelah Timur tuntas.

Jamaah Masjid Kembar Menara Tunggal kurang lebih sekitar 3 ribuan. Setiap shalat wajib berjamaah bisa mencapai 700 jamaah.

Jamiludin mengatakan nantinya setelah bangunan rampung, baru akan kembali digelar rapat besar. Nanti akan diatur seperti apa pola ibadah di kedua bangunan. Dan juga menentukan mana yang digunakan sebagai masjid, dan bagian mana yang digunakan sebagai pusat belajar agama.(*/r3)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pria Muda Ini Dikira Pengikut ISIS, Ternyata...


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Masjid  

Terpopuler