Sejarah Parsel Lebaran, Tradisi Turun-temurun dari Nenek Moyang

Senin, 02 Mei 2022 – 09:37 WIB
Merayakan Idulfitri tak lengkap rasanya jika tidak dibarengi dengan hantaran, parsel, ataupun hampers. Begini sejarahnya. Ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Merayakan Idulfitri tak lengkap rasanya jika tidak dibarengi dengan hantaran, parsel, ataupun hampers.

Sejak kapan masyarakat Indonesia memiliki tradisi mengirimkan hantaran saat Lebaran?

BACA JUGA: Ganjar Pranowo Minta Para Pejabat Melariskan Parsel Produksi UMKM

Sejarawan kuliner Universitas Padjadjaran Fadly Rahman mengungkapkan jejak tradisi mengirim hantaran Lebaran.

Menurut dia, dari penelusuran hantaran hari raya telah ada sejak masa kerajaan abad ke-16 saat panen.

BACA JUGA: Puji Gibran dan Bobby Nasution, Ganjar: Hati-Hati, Jangan Sampai Pejabat Minta Parsel

"Hantaran Lebaran yang hingga saat ini populer di kalangan masyarakat Indonesia merupakan bentuk transformasi dari tradisi hantaran hasil bumi yang dipersembahkan rakyat kepada raja dan kemudian dari raja untuk rakyatnya," ujar Fadly di Jakarta, Senin (2/5).

Fadly menjelaskan di masa kerajaan dahulu, ada tradisi masyarakat menghantarkan hasil bumi untuk raja.

BACA JUGA: Bantu Pengusaha Kecil, Pemprov Jateng Minta Borong Produk UMKM untuk Parsel Lebaran

"Dan ketika raja mengadakan pesta panen, biasanya akan membekalkan hasil olahan dan berbagai macam makanan serta kue, yang akan dibawa pulang oleh rakyatnya sendiri," kata Fadly

Lebih lanjut Fadly menyebutkan seiring redupnya masa kerajaan, tradisi hantaran berubah wujud menjadi menghantarkan makanan untuk tetangga, saudara, serta handai tolan yang terjadi hingga masa sekarang.

Pada masa kolonial, saling membalas parsel Lebaran juga telah muncul di kalangan antar-keluarga. Hantaran tersebut berupa berbagai jenis hidangan utama khas Lebaran seperti ketupat, opor, kari, dan rendang serta kue basah tradisional yang disajikan di dalam rantang.

Fadly mengatakan tradisi hantaran berupa tukar rantang menunjukkan kekhasan masyarakat agraris. Selain berfungsi sebagai wadah bekal, secara sosial-budaya rantang memiliki arti simbolik sebagai perekat hubungan antar-tetangga atau kerabat ketika digunakan untuk hantaran.

"Ketika dikirimi dalam bentuk rantang, secara spontan kita akan membalasnya. 'Ah, malu kalau kita mengembalikan dalam kondisi kosong'. Lalu kita akan mengisinya kembali dengan makanan-makanan," katanya.

Pada masa kolonial, kue-kue kering seperti nastar, kastangel, lidah kucing, dan putri salju dalam kemasan stoples mulai dikenal dan dijadikan hantaran Lebaran yang diberikan keluarga Eropa untuk keluarga pribumi priyayi.

Dalam perkembangannya, kini hantaran telah bertransformasi dalam bentuk hampers dan parsel yang memiliki kemasan lebih modern. Walau wujudnya telah berubah, Fadly mengatakan esensi serta makna hantaran tidak berubah signifikan.

Namun, pada masa sekarang, kata Fadly, telah jamak orang mengirim hantaran sebagai tanda ucapan terima kasih atau ucapan hari raya dari rekan kerja tanpa mengharap balasan atau tanpa saling bertukar.

"Hal tersebut terjadi seiring dengan pergeseran hantaran yang telah dikomersilkan atau dijadikan lahan bisnis," ucap Fadly. (antara/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler